Saya sengaja mencari arti kata takut di internet,
untuk melancarkan penulisan blog kali ini.
Takut adalah
merasa gentar atau ngeri menghadapi sesuatu yang
dianggap akan mendatangkan bencana.
Waktu saya duduk di kelas lima Sekolah Dasar,
ada wali kelas yang merangkap sebagai guru matematika,
yang cukup membuat saya ketakutan disetiap kehadirannya.
Namanya bu Rosa,
uhm...menurut kabar terakhir beliau sudah pensiun dan
membuka usaha laundry di depan rumahnya.
Bu Rosa tidak terlalu tinggi dan badannya kurus,
rambutnya keriting, sepertinya keriting alami,
dan wajahnya sangat putih, namun tidak dengan
leher dan tangannya.
Mungkin dia memakai bedak terlalu tebal,
sehingga perbedaan warna kulit wajah dan kulit leher terlihat mencolok.
Setiap pagi beliau berangkat ke sekolah dengan motor yamaha
usang berwarna biru.
Bu Rosa menjadi wali kelas 5A, yang sialnya saya masuk di kelas
itu juga.
Hhmmm...
Pada dasarnya saya kurang suka pelajaran matematika,
kurang menarik, hanya berkutat pada angka-angka yang diutak-atik,
banyak rumus yang harus dihafalkan,
yang mana menurut saya sangat susah untuk diingat.
Intinya, saya tidak suka pelajaran matematika!!
Dulu...
saya sering bertanya-tanya dalam hati,
kenapa ada ilmu matematika?
kenapa siswa yang pintar matematika selalu dianggap
pintar dalam segala hal?
kenapa guru matematika selalu menyebalkan?
adakah yang bisa membantu saya untuk
menjawab pertanyaan-pertanyaan diatas?!
Pelajaran matematika adalah waktu yang mendebarkan hati,
saya takut seandainya disuruh maju ke depan kelas untuk
mengerjakan soal,
atau saya takut kalau ada hasil ulangan yang dibagikan,
nilai ulangan matematika saya selalu pas-pasan malah seringkali
saya mendapat nilai dibawah 6.
Bu Rosa adalah istri dari almarhum bapak kepala sekolah,
nama suaminya adalah Bapak Ngasidi,
perawakan mereka mirip,
tidak terlalu tinggi dan berambut keriting.
Mereka berdua adalah pasangan guru,
bekerja di satu sekolah namun di kantor yang berbeda,
kantor kepala sekolah gabung jadi satu dengan
kantor penasehat sekolah alias suster kepala yang terkenal
kejamnya minta ampun!
Ditambah lagi,
dalam seminggu ada 3 hari pelajaran matematika,
mampus!
walaupun saya diikutkan pelajaran tambahan di rumah
a.k.a les private, tetap saja tidak terlalu mempengaruhi nilai
matematika saya di sekolah.
Saya menjalani jam-jam pelajaran tersebut dengan penuh ketakutan,
pikiran dan hati selalu was-was,
jangan-jangan abis ini saya kena tunjuk,
jangan-jangan hasil ulangan bakal dibagikan.
Pada suatu hari, tepatnya sabtu siang,
setelah bu Rosa membagikan ulangan matematika,
beliau menghampiri saya dan berbisik...
kalau saya harus berjuang keras memperbaiki nilai
matematika,
karena ini sangat mempengaruhi apakah
nanti saya akan naik kelas 6 atau tidak.
Percayalah semenjak itu saya semakin tidak menyukai
pelajaran matematika dan tentu saja bu Rosa.
Beliau terlalu menitikberatkan pada matematika, seolah mengesampingkan
mata pelajaran lain,
dan kecerdasan murid di bidang lain.
hei...nilai saya termasuk bagus kecuali matematika memang,
bagaimana lagi?!
rasa suka terhadap sesuatu saya pikir adalah pilihan pribadi.
Memangnya semua murid harus pintar matematika?
harus suka dengan matematika?
rupanya bu Rosa harus belajar banyak mengenai
apa arti kata mengajar,
apa arti kata pintar,
pintar itu bukan berarti pintar matematika...
Suasana kelas semakin mencekam apalagi pada jam-jam pelajaran
matematika,
saya takut...takut sesuatu yang buruk, yang memalukan
akan menimpa diri saya hanya karena saya tak terlalu
pintar matematika.
Saat teman-teman sudah naik sepeda roda 2 untuk ke sekolah,
ekstrakulikuler, dan berkunjung ke rumah teman,
saya kemana-mana masih diantar.
Entah alasan kuat apa yang dimiliki oleh kedua orang tua,
sehingga saya tidak diijinkan untuk belajar naik
sepeda roda 2.
Sudah segala macam alasan saya coba ungkapkan pada
ayah dan ibu agar memberi ijin pada saya
untuk naik sepeda sendiri ke sekolah.
Tak masalah saya tidak dibelikan sepeda baru,
yang penting saya ingin mencoba untuk naik sepeda.
Rasanya sangat amat iri ketika melihat teman-teman saya
dengan bangganya mengayuh sepeda mereka masing-masing
masuk ke gerbang sekolah.
Aaarrgghh mengapa saya masih diantar,
malu donk ama teman-teman yang lain,
berasa jadi makhluk paling cupu di sekolah.
Dengan berjalannya waktu,
saya tetap tidak diijinkan untuk belajar naik sepeda,
ayah dan ibu meyakinkan bahwa naik sepeda
adalah sesuatu yang berbahaya untuk dilakukan.
Tak jarang mereka melarang sampai memarahi dan
menekankan dengan keras,
bahwa saya tidak boleh naik sepeda roda dua.
Demikian juga dengan sepeda motor,
disaat teman-teman saya dengan bangga naik sepeda motor,
saya masih bernasib sama,
masih diantar kemana pun bepergian.
Motor teman saya tak semuanya baru,
ada yang pakai motor tua, warnanya usang, suara mesinnya
sangat berisik,
saya tak peduli dengan motornya,
yang paling penting saya ingin diijinkan untuk mencoba
naik motor sendiri.
Seperti biasa,
usaha keras untuk meyakinkan kedua orang tua sia-sia belaka.
Lagi-lagi permohonan saya untuk
naik motor sendiri tidak dikabulkan,
karena naik motor dianggap bisa membahayakan keselamatan
diri saya.
Payah!!
akhirnya dibalik layar saya baru berani bertingkah,
mencoba hal-hal baru yang yang selama ini dilarang keras
oleh kedua orang tua saya.
Beberapa hal seperti,
belajar naik sepeda roda dua, naik sepeda motor,
merokok, membolos, minum alkohol,
semua saya coba tanpa sepengetahuan orang tua.
Rasanya sangat mendebarkan,
karena selama ini hal-hal tersebut hanya dilarang keras,
dan bahkan cenderung mengekang,
tanpa memberi penjelasan mengapa hal-hal diatas tak baik
untuk dilakukan.
Mereka hanya bilang bahwa hal-hal itu tidak baik
kalau saya bertanya lebih lanjut,
biasanya mereka akan membentak dan menyudahi
obrolan agar saya tak melanjutkan
pertanyaan saya.
Tanpa sadar itu sangat mempengaruhi saya,
jadi tanpa memperoleh jawaban yang memuaskan rasa penasaran,
maka dari itu,
saya memutuskan untuk mencobanya satu per satu,
yang penting tidak diketahui oleh
orang tua.
Waktu tinggal di rumah kost semasa SMU,
saya nekad pinjam sepeda motor dari seorang teman
demi memuaskan rasa penasaran saya
tentang bagaimana hebatnya bisa naik motor,
sepele memang,
namun harus saya lakukan,
karena memang saya sangat ingin melakukannya.
Buktinya saya bisa naik motor,
tanpa melukai diri sendiri juga
motor pinjaman itu.
Rasa bangganya sangat luar biasa,
manakala saya berhasil mengendarai sepeda motor sendiri
tanpa cedera.
Rasa takut dan penasaran menjadi satu,
hanya diri sendiri yang akan menentukan,
rasa mana yang akan dipilih untuk
mengambil suatu tindakan.
Bisa saja terlalu takut dan kemudian hari
tak ingin mencobanya,
uhm...
bisa juga rasa penasaran yang sangat kuat
sehingga menepis rasa takut tersebut,
dan membuat kita nekad untuk berbuat.
Tak masalah,
apabila ditengah-tengah keberanian
ada ketakutan,
anggap saja ketakutan itu sebagai rasa waspada
agar tetap berhati-hati.
Saya punya seorang tetangga yang sangat takut akan kesendirian,
dia takut kalau akan ada gerombolan
rampok yang mencelakainya dan merampas harta bendanya.
Meskipun rumahnya sudah dilengkapi dengan
pengamanan ganda,
tetap saja tak berhasil mengusir rasa takutnya.
Entah apa yang ada dalam pikiran ibu tersebut,
sehingga dia membiarkan perasaan takut mengendalikan
hati juga pikirannya.
Setiap malam dia sulit untuk tidur nyenyak,
karena berbagai macam pikiran buruk yang menghantuinya.
Rasa takut memang kerap kali
bisa menguasai banyak hal,
apabila tidak ada usaha untuk menghentikannya.
Ibaratnya,
rasa takut itu hanya menghantui,
dan belum sungguh-sungguh menyerang, apalagi menyakiti
secara fisik.
Mari kembali keatas tentang arti dari takut adalah,
merasa gentar atau ngeri terhadap sesuatu yang
dianggap akan mendatangkan bencana.
Garis bawahi kata AKAN,
berarti belum terjadi donk!
Justru dari diri sendirilah ketakutan itu dipupuk,
menjadi semakin subur,
semakin berkembang besar,
dan akhirnya akan memenuhi hati kita.
Saya yakin, takut bukanlah hal yang menyenangkan,
malah sebaliknya...
rasa takut itu mengambil paksa damai sejahtera yang
ada dalam hati kita.
Percaya atau tidak,
terbebas dari rasa takut juga berperan sangat penting dalam
pengembangan diri,
bagaimana mau berkembang kalau hati dan pikiran
sudah dipenuhi dengan ketakutan.
Saat pertama kali siaran,
ketakutan yang ada adalah,
suara jelek dan pendengar tidak suka warna suara saya,
takut kalau program acara yang saya bawakan setiap pagi
bakalan sepi pendengar,
takut kalau saya tidak bisa sebagus penyiar yang sebelumnya,
takut kalau ditengah-tengah siaran, saya ingin kentut dan
bersendawa,
takut kalau saya tak bisa bangun pagi,
takut kalau ada tikus dan kecoak yang masuk lagi
dalam studio,
hhmmm
nama saya bukan ivana lagi tapi takutwati,
terlalu banyak ketakutan yang ada dalam hati dan pikiran saya.
Padahal,
setelah saya coba menjalaninya dari hari lepas hari,
buktinya apa yang saya takutkan tidak terjadi!
Aaarrgghhh, saya terlanjur menaruh porsi lebih untuk
ketakutan tersebut.
Biasanya rasa takut timbul dari penglihatan, pendengaran,
pengalaman orang lain yang kita kembangkan sendiri,
menjadi sesuatu yang sangat luar biasa.
Semua menjadi mungkin dalam imajinasi ketakutan kita,
semua menjadi sangat menyeramkan,
dan seakan-akan sesuatu yang buruk
hampir pasti menimpa kita.
Tahun ini adalah tahun ketiga saya menjadi penyiar,
dan bulan ke 5 saya menulis blog,
yang tentu saja pada awalnya ada rasa takut yang menghantui.
Konyol juga kalau dipikir-pikir,
bagaimana mungkin saya takut pada sesuatu yang belum atau
bahkan tak mungkin akan terjadi?!
Kurang lebih,
saya hanya dipermainkan oleh rasa takut itu sendiri,
untung saja saya tetap melangkah dan berani
mencoba.
Jikalau tidak,
maka saya akan tetap menjadi orang yang sama,
mungkin memang saya sadar betul akan talenta-talenta yang
saya miliki,
tanpa punya keberanian untuk menggunakan dan mengembangkannya??
talenta itu hanya akan diam saja, layu, dan perlahan
tapi pasti akan mati.
Saya mengerti bahwa setiap kita pasti pernah
mengalami ketakutan,
akan apa saja...
tiap orang memiliki ketakutannya masing-masing.
Coba anda pikirkan dengan tenang sekali lagi,
apa akibatnya apabila rasa takut itu
tetap dipelihara??
hidup hanya sekali, sangat disayangkan
kalau kita menjalaninya dengan ketakutan.
Rasa takut itu bersifat mengekang dan menghambat,
dan sialnya,
hanya diri sendiri yang mampu untuk lepas dari
ketakutannya masing-masing.
Ingat bahwa rasa takut itu menyerang pikiran dan perasaan,
jadi paling tidak saya dan anda bisa tahu darimana harus
memulai untuk mengatasinya.
Ya...rasa takut itu hadir dalam wujud
perasaan,
dan hanya pribadi kita yang tahu betul
cara terbaik untuk mengusirnya,
selamat menemukan caranya ;)
mari lepas dari ketakutan!
No comments:
Post a Comment