Monday, March 24, 2014

Masak yuk!

Semenjak saya kecil,
ibu sangat mencintai kegiatan memasak.
Entah itu memasak makanan atau membuat jajanan
seperti puding, kolak, kue bolu kukus,
dan lain sebagainya.
Kebetulan, nenek juga seorang juru masak
selama berpuluh-puluh tahun.
Nenek merupakan koki terkenal pada masanya,
menu makanan yang dibuatnya selalu laris manis
diburu para konsumen.
Bahkan sampai usia lanjut seperti sekarang,
kadang-kadang beliau juga masih pergi ke dapur
untuk membuat makanan.
Dengan lingkungan yang memiliki hobi memasak,
seharusnya sedikit banyak mempengaruhi saya.
Ternyata tidak juga...
saya tak begitu suka memasak karena
persiapan yang harus dilakukan sangat lama lalu
masakan yang sudah susah payah diolah habis
dalam waktu singkat.
Biarlah memasak itu jadi bagian ibu, dan
pembantu rumah tangga.
Bayangkan kalau tangan ini harus bau bawang merah,
bawang putih belum lagi panas terkena
pedasnya cabai.
Apalagi kalau harus menggoreng sesuatu,
takut ah kena minyak panas nanti wajah nggak mulus lagi.
Lagipula ini sudah jaman instant,
ngapain harus repot-repot masak,
banyak warung, banyak restaurant dan cafe,
kalau semakin banyak yang memilih masak sendiri,
bagaimana nasib mereka yang buka usaha?!
Hampir semua menu yang saya inginkan
ada yang jual,
mulai dari aneka ca sayuran, sampai ikan bakar,
juga steak.
Demikian juga minuman, dari yang agak mahal
seperti frapuccinno with double shot sampai
wedang jahe juga ada.
Banyak tempat makan menyediakan apa yang saya butuhkan,
beraneka macam menu makanan berat, jajanan,
dengan harga yang bervariasi.
Semuanya dijual, semuanya sudah tersedia,
tinggal datang ke tempatnya, pesan dari menu yang tersedia,
bahkan ada beberapa tempat yang mana saya bisa cystom,
menyenangkan bukan?!
Yang perlu dilakukan hanyalah,
duduk santai sambil menunggu pesanan datang,
sambil duduk bisa baca buku, nonton TV, mendengarkan musik,
sampai memanfaatkan akses wifi.
Begitu pesanan datang,
saya bisa langsung menikmati,
tanpa berpikir harus mencuci piring dan alat-alat masak
kemudian,
tubuh juga tetap wangi, tak ada aroma bumbu yang melekat,
wow rupanya tempat makan
banyak memberi kemudahan.
Tak heran banyak para pengusaha berbondong-bondong
membuka tempat makan,
dengan beraneka macam konsep,
karena semakin banyak orang yang lebih suka membeli
makan diluar daripada harus repot-repot menasak sendiri.
Akhir-akhir ini juga banyak rumah makan yang berbasis pada
masakan rumah seperti
sayur bayam, lodeh, ikan goreng, tahu dan tempe goreng,
ditambah lagi saya bisa pilih dan ambil sendiri
menu-menu tersebut.
Kalau ada yang bilang,
masak sendiri jauh lebih hemat dibandingkan
beli makan diluar,
ya itu relatif...
Misalnya mau masak spaghetty pesto,
beli saus pestonya aja udah 50 ribu lebih, belum lagi bahan-bahan lainnya,
walaupun sekali beli bahan bisa untuk beberapa kali sih,
setelah masak masih harus mencuci alat-alat masak yang telah digunakan,
ribet, dan betapa cepat makanan itu habis sangat tak imbang.
Beli makan diluar, hanya dengan 5 ribu rupiah,
sudah dapat nasi, gudangan, satu tahu goreng, satu tempe goreng,
dan sambal bawang,
bungkusnya tinggal dibuang, alat makan yang dicuci hanya satu
sendok makan,
kalaupun mau makan pakai tangan, ya tinggal cuci tangan,
sangat praktis kan?!







Banyak yang bilang,
kalau para mertua itu suka menantu yang rajin,
bisa membersihkan rumah sendiri, memasak, dan
pekerjaan rumah yang lain.
Saya berpikir,
mau nyari menantu atau pembantu?!
Lagian jaman sekarang, mana ada wanita yang murni
hanya berprofesi sebagai ibu rumah tangga,
sekarang jamannya berkarir, bekerja, dan mengejar impian.
Saya masih bertahan untuk tidak
memulai bahkan menyukai aktivitas memasak.
Di rumah, kebiasaan yang ada selama ini adalah,
ibu dan para pembantu yang memasak,
saya hanya tinggal menunggu masakan tersedia di meja makan
lalu menyantapnya.
Urusan mencuci alat masak dan alat makan pun
tak pernah ada di benak saya,
ngapain sih menyusahkan diri sendiri.
Beli di luar atau menunggu hasil masakan ibu,
jauh lebih mudah daripada,
badan berbau bumbu, dan harus berbasah-basahan untuk
mencuci alat-alat masak.
Lagipula, saya takkan belajar masak hanya demi
mertua atau siapapun,
kalau sampai suatu hari saya memutuskan untuk memasak,
itu karena pilihan pribadi tanpa sedikitpun
dorongan dari orang lain.
Saya pun tak suka pergi ke pasar,
sepanjang jalan bau daging dan ikan mentah yang sangat menyengat,
belum lagi aroma sayur busuk juga yang bercampur baur jadi satu,
jalanannya sempit,
kendaraan bermotor dan pejalan kaki saling mendahului,
sama-sama egois,
tak ada sisi menarik dari sebuah pasar tradisional.
Uhm, seringkali pedagang di tradisional itu
memandang SARA,
kalau kelihatan kulitnya putih, warna bajunya tidak kusam,
pasti dia menawarkan harga barangnya lebih mahal.
Untuk orang-orang yang kulitnya coklat, sawo busuk...
meskipun warna bajunya juga tidak kumal,
pasti orang tersebut dapat harga yang lebih murah,
ditambah lagi bisa berbahasa lokal,
ah pasti dapat bonus 5 butir cabai merah.
Apa harus saya ganti warna kulit agar dapat harga barang
yang sama seperti yang lain?!
Belum lagi saya terheran-heran tentang cara mereka
memperlakukan barang dagangannya,
ada yang jatuh di tanah dan dibiarkan begitu saja,
lalu banyak dikerubungi lalat,
dan pedaganya seakan cuek tak ambil pusing
tentang hal itu,
hhhmm...tapi masih sangat banyak yang lebih memilih
berbelanja disana karena alasan harga.
Kebanyakan wanita memang suka memasak,
mereka mencampur adukan bumbu dan bahan
sesuai dengan selera masing-masing,
tapi apa iya semua wanita harus suka memasak,
seperti halnya...
tidak semua wanita suka warna pink, demikian juga
tidak semua wanita suka memasak.
Apalagi saat masih tinggal di rumah kost,
ibu kost sangat pelit dan suka ngomel kalau
gas cepat habis, atau habis sebelum perkiraannya.
Saya juga tak punya alat-alat masak, jadi kalaupun mau masak
harus meminjam alat dari ibu kost,
yang mana alat-alat masaknya sudah tak layak pakai.
Serba repot,
apa saya bilang...beli diluar jauh lebih praktis dan mudah,
harga, menu, tempat bisa disesuaikan
dengan kondisi hati dan kondisi dompet.





Sampai pada satu kondisi,
saat saya sudah menempati rumah burung dara ini,
ibu mengirimkan beberapa alat masak,
seperti kompor gas, kuali, wajan teflon, dan lain sebagainya.
Biarpun tidak setiap hari saya memasak,
untuk berjaga-jaga saja,
kalau saya ingin masak mie instant atau merebus air
untuk bikin kopi atau green tea.
Saya sempat berpikir kalau hanya untuk mie instant
apa harus sebagus ini alat masaknya,
ah tapi barang sudah terlanjur sampai,
mungkin ibu mau memberi yang terbaik untuk saya.
Tak lama setelah keberadaan kompor tersebut,
saya punya ide untuk memasak,
seperti nasi goreng, spaghetty dan ca jamur,
baru 3 macam itu yang berhasil saya masak,
tanpa memakan korban :)
Untuk membeli bahan-bahan masaknya,
saya memilih supermarket dibanding pasar tradisional,
karena harganya lebih pasti,
semua warna kulit akan dapat harga yang sama
berdasarkan bandrolnya.
Meskipun harganya lebih mahal,
namun saya nyaman berbelanja di supermarket,
tidak becek akibat air hujan atau guyuran air
serta tidak was-was akan dipeluk tiba-tiba
oleh motor atau mobil angkutan umum.
Memang harganya bisa terpaut sampai seribu rupiah,
tapi kenyamanan dan kemudahan yang saya dapatkan
rasanya perbandingan harga bukan masalah utama.
Kalau di supermarket saya juga bisa memilih sampai capek,
terserah saya mau pilih berlama-lama juga tak ada yang marah,
coba kalau di pasar tradisional,
belum-belum pedagangnya sudah pasang wajah nggak suka.
Jadi kesimpulannya,
saya lebih memilih berbelanja di supermarket,
yang bisa tenang memilih, tenang hati juga karena kalau uang cash tidak
mencukupi bisa langsung gesek kartu debet.
Ternyata memasak juga tak seribet yang dulu-dulu
saya bayangkan,
tinggal bagaimana kita belajar dan terbiasa untuk memasak.








Tinggal pilih mau masak apa,
disesuaikan dengan budget yang ada.
Seperti minggu lalu,
saya sedang punya budget yang agak banyak,
saya memilih untuk memasak spaghetty,
bahan-bahannya nggak ribet namun harganya agak mahal.
Yang perlu dibeli hanyalah minyak goreng, saus spaghetty
bisa bolognaise, pestto, pilih sesuai selera.
Kalau yang suka manis, kecut dan berdaging maka
saus bolognaise adalah pilihan yang tepat.
Saya lebih suka saus pesto karena tak mengandung daging,
dan rasanya asin, aromanya khas dedaunan, lezat abis!!
dan telur ayam kampung, dan jangan lupa
spaghetty.
Bawang putih dikupas lalu diiris tipis,
rebus spaghetty sampai matang,
tuang minyak goreng secukupnya di teflon, tunggu sampai panas,
lalu masukkan bawang putih dan tumis sampai harum,
tambahkan telur lalu diorak-arik hingga matang,
setelah itu masukkan juga saus pesto, ditumis hingga harum
yang terakhir masukkan spaghetty yang sudah matang direbus,
aduk sampai rata, panaskan sebentar,
dan siap untuk disajikan.
Mudah bukan?
alat masak yang digunakan juga tak terlalu banyak,
waktu yang dibutuhkan untuk memasak juga
tidak lama.
Dulu, saya selalu berpikir memasak itu buang waktu,
karena saya belum pernah mencobanya,
setelah terjun langsung
ternyata tak seburuk yang diduga.
Proses memasak sebenarnya sangat sederhana,
membeli bahan, meramunya, mengolah dan menyajikannya.
Kelebihan dari memasak sendiri,
antara lain...
Pasti kebersihan dari makanan tersebut lebih terjamin
daripada membelinya diluar,
tentu saja tak ada yang ingin sakit setelah makan masakannya sendiri.
Bisa membuat kreasi apa saja yang diinginkan,
contoh sederhananya membuat nasi goreng,
banyak warung kaki lima hingga restaurant yang menyediakan
menu nasi goreng,
namun seringkali tak sesuai dengan harapan kita,
rasanya nggak enak, harganya mahal, porsinya
terlalu banyak atau terlalu sedikit belum lagi
kalau nasinya lembek, dan terlalu berminyak.
Kalau ingin merasakan nasi goreng yang sesuai dengan kemauan kita
baik dari porsi maupun rasa,
lebih baik memasaknya sendiri.
Bahannya mudah untuk didapatkan, hanya bawang putih, bawang merah,
saus sesuai selera masing-masing,
mau ditambah sawi hijau, bakso ikan, telur ayam kampung, rumput laut,
silahkan pilih sendiri.
Intinya kalau masak sendiri,
kita bakal tahu persis bahan apa saja yang dipakai,
bagaimana cara memasaknya dan mengatur rasanya sesuai
dengan selera kita.
Memasak adalah hal yang jauh dari pikiran saya dulu,
tapi sekarang...
paling tidak seminggu dua kali pasti saya memasak.
Bukan berarti
saya melakukan semua ini karena ingin disayang mertua,
saya memasak,
ya karena saya suka dengan aktivitas ini sekaligus mengembangkan
talenta yang sudah diberikan oleh Tuhan.
Yang masih ragu-ragu untuk mulai memasak,
uhm...rasa itu takkan beranjak sebelum kita sendiri mau memulainya.
Mumpung masih sehat, masih bisa beraktivitas,
cobalah sebanyak mungkin kegiatan yang positif,
dan berguna bagi orang lain,
selamat memasak ;)

No comments:

Post a Comment