matahari bersinar terang, ditambah suara ayam-ayam saling
berkokok bersahut-sahutan...
seakan mereka sedang bercakap-cakap.
Beberapa barang seperti baju, bantal, guling, kasur,
boneka, dan makanan seperti kerupuk
sedang dihangatkan di bawah terik matahari
oleh para pemiliknya.
Sebuah motor berwarna biru,
berhenti di rumah pertama...tak lama kemudian
seseorang yang duduk di bangku belakang
membayar ongkos pada pengemudi motor.
Tanpa berlama-lama tukang ojek itu segera meninggalkan
bapak yang tangan kanannya memegang walky talky itu.
Lelaki setengah baya itu membunyikan gembok yang masih
tergantung di pagar,
dia berpakaian rapi, serta membawa dua tas plastik
yang kemungkinan besar berisi makanan.
Usianya sekitar 57 tahun, kulitnya gelap, rambutnya sudah mulai
menipis, kantung matanya sangat tebal juga hitam,
namun perawakannya masih tegap dan nampak sehat.
Bapak itu hanya menunggu sekitar 10 detik sebelum
sang pemilik rumah membukakan pagar untuknya.
Wanita itu biasa dipanggil ibu,
oleh para tetangganya.
Diusia 52 tahun, tubuhnya masih bugar,
parasnya cantik, kulitnya terawat,
caranya berpakaian juga modis,
meskipun sedikit keriput di bawah matanya,
dan sekitar tulang pipi.
Ibu cantik hanya tinggal sendirian di rumah,
3 anaknya memilih tinggal di rumah yang berbeda.
Rumahnya kecil, namun tertata rapi,
penuh dengan barang-barang kesukaannya seperti
baju, piring dan gelas cantik, juga beragam toples untuk kue kering.
Halaman depannya penuh dengan tumbuh-tumbuhan,
dan bangku yang sengaja dicat warna-warni
mirip dengan bangku yang ada di taman kanak-kanak.
Ibu suka membersihkan dan merapikan rumah,
rutinitasnya sepulang kerja adalah
menyapu, mengepel, menyiram tanaman,
tak heran rumahnya selalu nampak rapi,
lantainya juga bersih dan wangi.
Meskipun berada di satu kota kecil seperti Salatiga,
ketiga anaknya jarang berkunjung,
mereka hanya datang sesekali,
kadang menginap tapi hanya untuk semalam.
Suasana di rumah itu cenderung tenang, sepi,
tak ada celotehan anak kecil dan bau masakan
yang berasal dari dapur seperti rumah-rumah para tetangganya.
Ibu itu rajin beribadah secara pribadi maupun berkelompok,
dia cukup aktif bergabung di beberapa kegiatan gereja,
di rumahnya pun ada satu meja untuk menata ornamen-ornamen
keyakinannya.
Cara bicaranya santun, nadanya rendah, tata bahasanya juga bagus,
kalimat per kalimat yang diucapkannya
sering diselingi kalimat motivasi yang kerap dihubungkannya
dengan religi.
Ibu juga terkenal ramah dan murah hati,
sering memberi makanan untuk tetangganya,
makanan berat sampai camilan,
ditambah lagi wajah ibu selalu tersenyum
bila ada orang yang lewat di depan rumahnya.
Tatanan rumahnya sangat rapi,
dua kasur yang ada di kamar mungilnya ditata sedemikian rupa,
warna sprei dan selimut senada,
bantal, guling yang diletakkan pada posisi sejajar,
meja riasnya juga sangat rapi,
tak ada sedikitpun debu menempel disana.
Kamar mandinya juga enak untuk dilihat,
warna bak dengan gayung yang senada,
dilengkapi dengan vas kecil berisi bunga-bunga hidup.
Rumahnya tak terlalu besar,
satu kamar tidur, satu kamar mandi, satu dapur,
namun dengan kepandaian ibu untuk menatanya,
rumah tersebut mungkin saja nyaman untuk ditinggali.
Rupanya ibu itu adalah seorang guru,
di sebuah SLTP negeri.
Sehari-harinya dia mengajar dari jam 8 sampai jam 2 sore,
kalaupun harus overtime,
kemungkinan besar dia tiba di rumah sekitar jam 5 sore.
Setelah itu,
sebagian besar waktunya dihabiskan di rumah,
kadang-kadang membaca koran di teras,
sambil menikmati secangkir minuman hangat.
Namun sayang,
di rumah yang sudah ditata dengan rapi tersebut,
ibu sering merasa tidak nyaman.
Tidak nyaman dalam artian,
sering tiba-tiba terbangun tengah malam,
atau seringkali jam 3 subuh sudah kaget terbangun
dari tidurnya yang tak begitu nyenyak.
Dia sering berdoa tengah malam,
di teras depan,
sendirian hanya ditemani angin malam.
Tatapan matanya sering tidak fokus,
setiap kali diajak bicara, bola matanya
berlari-lari, tak bisa diam...
Ibu sering curiga pada orang lain,
pada tetangganya, apa kira-kira yang dibicarakan,
apa yang dibahas oleh para tetangganya
tentang dirinya.
Sering terlontar pertanyaan seperti,
apa yang mereka bicarakan?
apa pendapat mereka tentang ibu?
seakan-akan pertanyaan itu menggambarkan
isi hati dan pikiran ibu.
Bahkan tak segan-segan ibu bertanya pada satu atau dua tetangganya
untuk mengetahui,
apa saja yang orang lain bicarakan mengenai dirinya dan kehidupannya.
Memang pada kenyataannya,
kehidupan ibu agak mengundang kontroversi
bagi orang-orang di sekitarnya.
Konon katanya ibu sudah tidak lagi bersama
suami, a.k.a ayah dari ketiga anaknya itu.
Kabar lain mengatakan,
bahwa mereka sudah lama berpisah, dan ketiga anaknya
memilih untuk ikut ayah mereka,
karena ibu terlalu cerewet dan pelit.
Cerewet karena hal-hal kecil pun dipermasalahkan
oleh ibu,
seperti halaman rumah yang sedikit kotor lalu,
tatanan bantal sofa di ruang tamu yang tak sesuai keinginannya,
lalu peletakkan piring dan gelas yang kurang rapi menurutnya.
Dari hal-hal sepele tersebut,
anak-anaknya memilih untuk menjauh, dan hanya sesekali
mengunjunginya sekedar bersilaturahmi atau makan bersama.
Ibu sering merasa rumput tetangga lebih hijau,
contohnya...
para ibu-ibu di perumahan tempat dia tinggal ada beberapa
yang bisa menyetir mobil,
dengan semangat penuh, ibu pun ingin membeli mobil
second hand agar dia bisa mengendarai mobil juga
seperti ibu-ibu yang lain.
Walaupun jelas-jelas tak ada lahan untuk garasi ataupun
untuk memarkir mobil,
perumahan itu sempit, dua mobil takkan bisa lewat bersamaan,
ditambah lagi jalanannya yang bergelombang,
polisi tidur yang sudah rusak tak diperbaiki juga
bebatuan yang tersebar kemana-mana.
Sepertinya dia kurang puas dengan apa yang dimilikinya,
hingga seringkali sibuk membandingkan dirinya dengan orang lain,
membandingkan apa yang dia punya dengan apa yang dipunyai
orang lain,
belum mengertikah dia...bahwa membandingkan adalah
aktivitas yang melelahkan badan dan pikiran.
Ibu kerap kali berprasangka,
berprasangka pada lingkungan dan penghuninya,
prasangka itu kadang dia ucapkan,
kadang dia bawa prasangkanya dalam jam-jam doanya.
Ibu berpikir,
kemungkinan besar para tetangganya tahu tentang sesuatu
yang penting tentabg dirinya,
ibu merasa seolah-olah
dia diamati, disorot, dibicarakan.
Dia berpikir,
kehidupannya menjadi sasaran empuk untuk dibahas
oleh orang lain,
dan akan lebih baiknya lagi
kalau dia bisa mengetahui apa-apa saja yang
diperguncingkan mengenai dirinya.
Siapa bapak itu?
mengapa sering datang berkunjung kalau bukan suaminya,
mengapa ibu kerap kali terlihat memakai baju seksi
bila sedang bersamanya?
ada apa dibalik kunjungan bapak?
Para tetangganya mungkin saja
sudah menebak-nebak, bertanya-tanya,
namun mereka juga bertahan dengan prasangkanya
masing-masing.
Ada empat kursi kayu di teras itu,
juga beberapa tumbuhan hiasan di sekitarnya.
Tumbuhan hiasan itu ada yang berwarna orange, ada yang berwarna
hijau,
ibu menata teras kecil itu sedemikian rupa agar tampak menarik.
Persis di depannya ada sebuah meja kayu,
yang diatasnya ada toples kecil berisi permen,
juga beberapa tabloid khusus wanita.
Sayup-sayup terdengar suara berat dari bapak,
dan bau asap rokok yang mengelilinginya.
Ah iya bapak,
bapak yang tak bisa dipastikan kapan akan datang,
kapan mau pulang.
Pernah datang jam 9 pagi,
sampai jam 5 sore baru pulang.
Pernah juga jam 2 siang baru datang,
sampai jam 7 malam lalu akhirnya pulang,
setiap kali pulang, tangan bapak melambai pada ibu..
Tukang ojek yang mengantar dan menjemputnya selalu sama,
memakai jaket kulit yang sudah lusuh,
berwarna hitam,
senada dengan warna helm yang dipakainya.
Setiap kali datang menjemput,
tukang ojek itu berhenti di depan pagar ibu,
sembari sibuk mengetik sms, entah akan dikirim untuk siapa...
Terkadang tukang ojek itu harus menunggu lama,
sampai 20 menit pun pernah,
namun keesokan harinya
bapak tetap datang dengan tukang ojek yang sama,
sungguh setia mengantar dan menunggu langganannya.
Sepertinya tukang ojek itu sudah dipercaya oleh bapak,
untuk mengantar dan menjemputnya.
Entah kenapa,
bapak tak pernah mengendarai motor atau mobil
untuk berkunjung ke rumah ibu.
Biarlah itu hanya mereka bertiga yang
tahu persis jawabannya.
Bapak cenderung pemalu,
tidak seperti ibu yang sangat ramah pada para tetangganya,
bapak pendiam, dan terburu-buru masuk
apabila ada orang yang melihat kehadirannya.
Sesekali bapak pernah menyapa, dan berbincang,
namun malah terkesan berbasa-basi yang mudah
dimengerti.
Saat salah satu anak ibu datang berkunjung dan menginap,
bapak tidak datang sesering biasanya,
kalaupun datang, hanya ngobrol di teras saja,
tidak masuk ke dalam rumah.
Pernah di hari sabtu sore,
saat salah satu sedang berada di rumah,
setelah mandi ibu memakai baju baru dan berdandan cantik,
lipstiknya merah menyala,
belahan dadanya agak terlihat dari balik pakaiannya,
ternyata...
tak lama kemudian,
tukang ojek yang membawa penumpangnya berhenti
persis di depan rumah.
Ibu rupanya ingin menyambut tamunya dengan istimewa...
Beberapa kali,
saat mengantar kepergian bapakndari teras rumahnya,
ibu terlihat memakai kimono mandi transparan,
warna tepiannya merah muda,
warna tengahnya putih bermotif bunga mawar,
tampaknya kimono itu sudah usang dimakan waktu,
warnanya memudar, dan semakin menampakkan
warna kulit ibu.
Ibu mengantarkan kepergian bapak,
dengan penuh kasih memandangnya sampai
tukang ojek tak lagi nampak dari pandangannya.
Sedangkan menurut pengakuan dari salah satu anaknya,
bapak itu bukan ayahnya...
Dari ucapannya,
anaknya juga tak terlalu suka, tak terlalu mau tahu
identitas bapak yang sebenarnya.
Akhir-akhir ini bapak tetap sering datang,
dengan waktu yang tak bisa dipastikan,
kalau dia belum sempat datang,
maka bapak akan menelfon ibu untuk sekedar
bertanya kabar dan keadaan.
Entah apa yang membuat bapak tidak pindah,
tinggal bersama dengan ibu..
hanya mereka bertiga yang tahu..
oh sungguh..
hanya bapak, ibu, dan tukang ojek yang tahu benar
apa yang sedang mereka lakukan.
Semoga memang tukang ojek itu
bisa menjaga rahasia ini dengan nyawanya.
No comments:
Post a Comment