Sunday, March 2, 2014

Haikal

Adalah Haikal, pria 30 tahun yang masih berkutat dengan urusan skripsi,
tak kunjung usai, entah karena kebijakan kampus
yang mempersulit atau karena rasa malas.
Haikal yang awalnya pindah jurusan, agar mudah lulus,
namun ternyata rencananya tak semulus yang diduga.
Jurusan management yang terkenal mudah,
tak juga membuat dia mewujudkan keinginan orang tuanya
untuk cepat meraih gelar wisuda.
Malah ayahnya sudah berencana untuk membiayai kuliah S2
untuknya.
ah apa daya untuk lulus S1 saja sangat sulit.
Padahal semua mata kuliah yang harus diambil sudah dibereskannya,
tinggal proses skripsi untuk selangkah lagi menuju
masa depan.
Meskipun dia pasif di kelas, dan nilai ujiannya selalu pas-pasan
namun dia beruntung bisa sampai pada tahap skripsi.
Orang tua, saudara, dan teman-teman sangat mendukungnya
untuk segera lulus kuliah,
agar dia bisa menikmati proses yang lain,
tidak berkutat seputar dunia kampus, susahnya skripsi,
dan ribetnya mengatur jadwal dengan pembimbing.
Dia tinggal di sebuah rumah kost yang berada di tengah kota Salatiga,
bersama 22 anak kost lainnya.
Lokasi rumah kost itu cukup luas,
dilengkapi dengan tempat parkir memadai untuk motor dan mobil.
Pemilik kost hanya satu bulan sekali datang kesana
untuk mengumpulkan uang sewa kamar.
Jadi, anak-anak kost bebas mau pulang dan pergi jam berapa saja,
gerbang depannya dibiarkan terbuka 24 jam,
dan bapak penjaga hanya ada sampai jam 7 malam.
Kebebasan tak hanya didapatkan oleh anak kost,
tapi juga para tamu,
yang bisa datang jam berapa pun, bahkan banyak juga
yang menginap disana.
Tak ada yang melarang, karena pemilik kost dan bapak penjaga
tak mengawasi gerak-gerik anak kost dan teman-teman
maupun pacarnya.
RT setempat yang sempat menegur juga tak berdaya
mengawasi tingkah laku para penghuni kost tersebut.
Intinya, rumah kost itu terkenal dengan
fasilitas kebebasannya.







Haikal lahir dari sebuah keluarga yang mampu
dari segi finansial.
Ayah dan ibunya sama-sama mempunyai usaha sendiri,
namun sayang...
ketika dia kelas 4 sekolah dasar,
orang tuanya memutuskan untuk bercerai.
Sang ayah pindah ke Australia, mencari nafkah
dan memilih untuk menetap disana.
Jadi tinggalah Haikal, ibunya dan adik perempuan yang bernama Hanisah
mereka menetap di Surabaya.
Ibunya sebagai ibu rumah tangga sekaligus seseorang yang
memberi nafkah untuk Haikal dan adiknya.
Meskipun ayahnya tak pernah lupa untuk mengirim uang,
tapi ibu Haikal tetap giat bekerja setiap hari,
demi kelangsungan hidup mereka bertiga.
Haikal tetap melanjutkan hidup sebagaimana mestinya,
bersekolah seperti anak-anak yang lain.
Sejak kuliah di Salatiga,
dia harus tinggal terpisah dengan ibu dan Hanisah.
Pertama kali, dia memilih jurusan sastra inggris,
dengan modal sudah sering berkomunikasi dengan ayahnya
menggunakan bahasa inggris.
Hari-hari perkuliahan dilalui dengan malas-malasan,
sering membolos, tak mengerjakan tugas,
dan akhirnya mendapatkan nilai E untuk beberapa mata kuliah.
Haikal tak bisa bangun pagi,
seperti apapun usahanya lebih sering gagal,
dan berakhir dengan membolos.
Kalaupun dia bisa datang kuliah pagi, itu berarti
dia belum tidur sejak malam.
Para dosen hafal dengan Haikal, karena satu-satunya mahasiswa yang
tak pernah hadir saat kuliah pagi.
Daftar hadir dan nilainya berantakan,
sama berantakan dengan gaya hidupnya.
Dia menyerah dengan jurusan sastra inggris, dan berencana pindah
ke management,
yang menurut kabar berita, jurusan tersebut jauh lebih mudah.
Tanpa berpikir panjang Haikal langsung melirik jurusan tersebut,
mengurus proses kepindahannya,
dan dia siap untuk mulai hidup barunya.
Hidup sendiri di Salatiga tak membuatnya kesepian,
karena ada Henny gadis manis asal Sumba yang dipacarinya,
dan tentu saja ada teman-teman kost yang tinggal seatap
di rumah kost.
Ah tentu saja rumah kost itu mirip sarang penyamun,
tak terawat, jorok dan anak-anak kostnya kebanyakan
adalah mahasiswa fosil.
Kamar Haikal tak jauh beda,
lantainya jarang disapu, baju kotor berserakan,
warna spreinya sudah kumal, dan baunya tidak sedap.
Asbak di meja laptop itu ada dua dan dua-duanya juga
penuh dengan abu rokok yang tak dibuang,
lemarinya selalu terbuka karena barangnya terlalu penuh.
Kamar Haikal penuh dengan alat-alat elektronik,
pemanas air untuk membuat kopi, dua buah laptop untuk main game
dan nonton film, satu TV layar datar, satu tape berukuran besar.
Semua fasilitas itu didapat dengan mudah,
Haikal cukup minta pada ayahnya, dan kiriman uang pun
datang.
Ayahnya berharap, semua fasilitas itu diberikan demi kebaikan Haikal,
dan tentu saja agar dia punya semangat lebih untuk
menyelesaikan kuliahnya.
Ternyata fasilitas-fasilitas itu,
seakan menjadi batu sandungan bagi Haikal.






Sebagian besar waktu Haikal dihabiskan bersama Henny,
hingga pada suatu hari...
salah satu paman Henny yang juga tinggal di Salatiga
memarahi Haikal habis-habisan
karena Henny jarang pulang ke kost, dan menginap di kostnya.
Haikal memang lebih berkonsentrasi pada Henny dan dunia game
yang sudah dijalaninya bertahun-tahun.
Hampir setiap malam dia bersama teman-teman kost yang lain
sengaja begadang untuk bermain game.
Bahkan tidak jarang mereka tidak tidur sampai pagi,
dan langsung kuliah,
karena takut bangun kesiangan.
Meskipun hanya game di laptop dan seolah-olah tidak nyata,
namun Haikal sangat bersungguh-sungguh menekuninya.
Dia lebih suka bermain game daripada mengerjakan skripsi,
katanya game lebih menghibur, seru, asyik,
kalau skripsi hanya membuat kepalanya pusing.
Haikal sengaja melupakan apa yang seharusnya menjadi tanggung jawabnya,
untuk menyelesaikan kuliah.
Beberapa kali orang tuanya menanyakan secara terpisah, dan Haikal hanya
menjawab ala kadarnya,
ada halangan ini itu,
yang padahal halangannya adalah rasa malasnya sendiri.
Dia cenderung mencela kebijakan kampus yang mempersulit
mahasiswa angkatan tua,
lalu mencela pembimbingnya juga yang jarang punya waktu
untuk dirinya.
Semua itu hanya alasan yang terlalu dibesar-besarkan,
memang kebijakan kampus menyulitkan, memang dosen pembimbing
jarang ada waktu...
diatas semua itu,
Haikal malas berusaha untuk menghadapi
kesulitan-kesulitan tersebut.
Setiap hari dilalui begitu saja,
main game hingga pagi hari, bangun jam 2 siang,
sarapan, ngobrol bersama teman kost, mandi sore jam 6,
makan malam, lalu kembali duduk manis di depan laptop
untuk bermain game.
Entah daya tarik apa yang begitu dahsyat dari game online,
hingga membuatnya kecanduan.





Sementara itu, ayah dan ibu Haikal masih terus berharap
pada anak sulungnya,
untuk sesegera mungkin menyelesaikan skripsi.
Dan Haikal pun tetap menjalani aktivitas sehari-harinya,
ogah-ogahan mengurus skripsinya dan semakin
tekun bermain game.
Kadang dia berharap ini semua hanya mimpi buruk di malam hari,
begitu bangun tidur semuanya akan baik-baik saja,
dan skripsinya tiba-tiba selesai.
Tahun demi tahun berlalu,
Henny mendahuluinya menjadi sarjana dan memilih
untuk merantau ke Jakarta.
Haikal yang merasa sendirian, kesepian dan ditinggalkan
menjadi suka minum minuman keras bersama
teman-teman kostnya.
Dalam satu minggu mereka bisa dua sampai tiga kali mabuk bersama,
entah itu minuman mahal atau hanya minuman oplosan.
Bahkan seringkali Haikal pergi ke kampus dengan aroma
minuman keras yang sangat kuat nelekat di tubuhnya,
matanya merah karena belum tidur, rambut acak-acakan,
dan bicaranya ngawur akibat pengaruh minuman keras.
Dia tenggelam dalam kegalauan hati dan pikirannya,
minuman keras dan game adalah hal yang dirasa
bisa membuatnya lebih baik.
Ibunya tak pernah putus asa untuk memberinya nasehat,
namun Haikal tak menghiraukannya,
dia tetap menjalani apa yang dirasa baik untuknya.
Dia hanya perduli pada rencana mabuk bersama teman kost, dan memastikan
koneksi interner agar bisa lancar dalam bermain game.
Hidupnya pun semakin kacau, jam begadangnya semakin tak karuan,
jam 6 pagi baru tidur hingga jam 6 sore baru bangun.
Meskipun kemungkinan besar dia tahu resiko di kemudian hari yang harus
ditanggungnya,
Haikal berdiri teguh pada pendiriannya.
Setiap kali dia mabuk, dia merasa kesepian yang amat sangat
dalam merasuki jiwanya,
dia mencari seseorang untuk teman ngobrol,
untuk menyimak kepedihan di hatinya.
Haikal suka dengan musik beraliran keras, yang liriknya banyak hujatan,
sumpah serapah terhadap Tuhan, agama, peraturan masyarakat,
dan kekecewaan terhadap seseorang.
Dia merasa musik seperti itulah yang dibilang keren,
macho banget pokoknya.
Banyak kekecewaan yang dia pendam, terutama pada kedua orang tuanya,
dan hal-hal lain yang mempersulit hidupnya.
Haikal melangkah setiap hari dengan gontai,
tak tahu arah...
apa rencananya hari ini? besok? minggu depan?
yang ada di kepalanya hanyalah
bermain game dan mabuk.
Haikal yang sudah berusia 30 tahun, tak tahu harus dibawa kemana
hidupnya..
entah melanjutkan skripsi atau akan terus bermain game.
Dia khawatir akan banyak hal,
bagaimana bisa membahagiakan orang tuanya,
hanya khawatir saja dan tidak melakukan apa-apa.
Haikal tak suka beraktivitas diluar,
jalan-jalan, pergi ke suatu tempat,
dia tak suka berada di bawah sinar matahari,
hhmmm yang dia suka diam di kamar dan bermain
dengan apapun yang ada di dalamnya.
Haikal sangat ingin dipahami oleh seseorang,
bahwa dia terluka, rapuh, butuh dukungan, perhatian,
pelukan, dan kehangatan.
Disamping itu dia tak pernah berbuat satu hal baru,
hidupnya sangat membosankan.
Dia selalu berharap dimengerti oleh orang lain,
namun dia sendiri tak pernah melakukannya terlebih dulu.
Haikal pernah bilang,
dia sudah muak dengan urusan kuliah, skripsi,
dan hal-hal semacam itu,
dia ingin mulai bekerja dan menghasilkan uang sendiri.
Itu juga dimulai dari kegalauan dari pikiran dan hatinya,
dia ingin mencoba bekerja dengan penghasilan tinggi.
Haikal tak pernah bersungguh-sungguh dalam menekuni
suatu hal,
ketika dia sudah bosan....dia akan meninggalkannya begitu saja.
Begitu juga dengan masalah cinta,
keseriusannya pada Henny tak bisa dibuktikan,
juga pada wanita lain...
dia hanya butuh perhatian dan kehangatan,
selebihnya...Haikal akan asyik dengan dunianya sendiri.
Haikal bukanlah tokoh imajinasi, dia ada, dan mungkin
masih hidup dengan cara lamanya,
dia masih akan merindukan sosok yang bisa memberinya dukungan,
padahal yang dibutuhkan hanyalah
kemauan kuat yang lahir dari dalam dirinya.
Saya sudahi dulu sedikit cerita tentangnya...
tentang Haikal si pria yang kurang baik untuk menjadi pilihan
sebagai teman kencan.



No comments:

Post a Comment