Terinspirasi dari blog sebelumnya tentang kisah
cinta dunia maya, berawal dari facebook lalu ke handphone
lalu ke hati,
membuat saya ingin menulis tentang patah hati
atau broken heart.
Jadi erat kaitannya antara patah hati dan
cerita Sophie.
Seperti yang sudah saya tulis di blog sebelum ini,
Sophie harus menerima kenyataan bahwa
Sophian meningkari janji untuk bertemu muka.
Kejadian itu membuat kondisi kejiwaan Sophie
agak terguncang,
menangis 3 hari berturut-turut, ditambah lagi
tak nafsu makan dan minum.
Meskipun dia dikenal sebagai cewek yang ramah, rame,
banyak senyum,
namun patah hati menghilangkan itu selera humornya selama
kurang lebih satu minggu.
Sophie menjalani hari-hari terberatnya,
tanpa kabar dari Sophian, tanpa telfon, tanpa kata maaf
untuk kedua atau ketiga kalinya.
Handphone Sophie yang biasanya bisa 2 kali recharge dalam sehari
akhir-akhir ini menjadi hemat, karena tak ada lagi yang biasa
menelfon 5 kali.
Sirna sudah semua harapan Sophie untuk bertemu dan melihat
langsung wajah tampan Sophian.
Keterpurukan itu membuat wajah Sophie pucat,
dan kantong matanya semakin hitam.
Setiap malam dia tak bisa tidur nyenyak, yang terbayang
hanyalah wajah Sophian,
serta masih tak habis pikir....
komunikasi intim yang selama ini jadi pembangkit semangat
ternyata berbalik jadi penghancur semangat paling dahsyat.
Dengan bodohnya Sophie masih berharap,
ini semua hanya mimpi buruk,
Sophian mungkin hanya bercanda, atau hanya butuh waktu
sebentar untuk merenung.
Tiga hari berlalu, satu minggu...
sepuluh hari....dua minggu, tetap tak ada kabar
dari pria itu.
Meskipun demikian, Sophie masih bergelut dengan dirinya sendiri,
rasa marah, tidak terima, cemburu, rindu semua bercampur
menjadi satu dihatinya.
Dia merasa ini sama sekali tak adil baginya,
1,5 tahun menanti saat yang tepat untuk bertemu pria idamannya
malah hancur semuanya hanya dalam waktu dua minggu
sebelum hari H yang direncanakan.
Orang tua dan sahabat Sophie bergantian menelfonnya,
memberi perhatian agar dia tidak merasa kesepian, dan
ditinggalkan.
Dalam isak tangis, Sophie perlahan-lahan mencoba untuk
ikhlas...
bagaimanapun juga ini sudah terjadi.
Sophie berjuang dengan sakit hati, Sophian di Jakarta mungkin
sedang beraktivitas seperti biasanya.
Saya juga punya kisah tentang patah hati,
kisah ini terjadi belasan tahun yang lalu, saat masih
pakai seragam putih-biru.
Di sekolah, saya punya beberapa teman cewek dan cowok,
ada beberapa teman yang antipati bergaul dengan cowok-cowok
katanya mereka suka main kasar, bicara seenaknya.
Ah, saya tak sepenuhnya percaya akan hal itu,
maka dari itu..
saya mempunyai beberapa teman cowok yang cukup akrab.
Kami biasanya les matematika bersama, jalan-jalan naik sepeda,
dan mereka sering main ke rumah sekedar
untuk ngobrol dan mengerjakan PR ( alibi ).
Sebut saja namanya Sojie,
satu kelas, satu kelompok les, satu gereja, dan
sepermainan.
Sojie itu tinggi, kurus, agak berjerawat, rambut rapi dibelah
pinggir kanan, hidungnya mancung uhm...punya penyakit asma.
Awal mulanya Sojie dan saya secara tak sengaja
masuk dalam satu group les matematika,
disitulah kami mulai dekat.
Saya dan Selvi ( teman sekelas dan les juga ) cepat akrab dengan
siapa saja termasuk pada Sojie dan kelompoknya.
Alhasil Sojie mulai sering ngajak ngobrol tentang PR di sekolah,
tentang ulangan, ataupun gosip yang beredar.
Kedekatan kami berlanjut, saat Sojie mulai sering telfon ke rumah
dari jam 9 sampai tengah malam,
padahal keesokan harinya kami masih bertemu di sekolah,
tapi selalu ada saja yang bisa kami jadikan
bahan pembicaraan.
Waktu itu sih hanya ayah saya yang punya handphone,
jadi saya terpaksa mendominasi telfon rumah deh.
Nggak cukup sampai disitu,
Sojie hampir setiap hari main ke rumah,
bersama teman-teman cowok yang lain, namun
kadang dia hanya datang sendiri.
Kami biasanya duduk di teras, ngobrol sambil lihat
kendaraan yang berlalu-lalang,
ditemani oleh suguhan dari ibu saya.
Bertemu di sekolah, main ke rumah tak membuat intensitas
telfon jadi berkurang,
setiap malam bisa dipastikan saya duduk di belakang
meja telfon sambil senyum-senyum sendiri
mendengar suaranya.
Beberapa orang terdekat kami seperti orang tua, guru, teman-teman,
sudah agak curiga...
ada apa diantara kami berdua.
Semakin hari, semakin besar harapan saya...
untuk bisa berpacaran dengan Sojie.
Sepulang dari les matematika,
saya makan malam lalu mengerjakan tugas sambil
menunggu telfon dari Sojie.
Eh tugas belum selesai, telfon sudah berdering,
asyik!
Reaksi kedua orang tua saya biasa saja,
alias mereka tak nampak keberatan kalau Sojie main ke rumah
atau telfon hingga tengah malam.
Karena kami beribadah dalam satu gereja yang sama,
pernah suatu kali diadakan retreat untuk pemuda remaja.
Kami berada di dalam bis yang sama,
tapi tak duduk bersebelahan.
Malam harinya, Sojie dan beberapa teman cowok sengaja menyusup
ke dalam kamar saya bersama group cewek,
kami main kartu, bercerita, dan ketiduran sampai pagi.
Keesokan harinya, atau lebih tepatnya saat subuh Sojie dan
para cowok mengendap-endap meninggalkan
kompleks kamar cewek.
Lambat laun saya tak bisa menahan rasa berbunga-bunga yang muncul,
setiap kali sedang berdekatan dengan Sojie.
Saat-saat yang kami lalui selama ini,
baik berdua maupun dengan teman-teman menjadi sangat berarti.
Wajar donk kalau saya menaruh harapan lebih pada Sojie.
Kemudian...saya sendiri yang menambah porsi harapan itu,
semakin bertambah besar tanpa back up plan.
Untuk apa plan A, plan B, plan C
apalagi plan D,
saya hanya punya dan mempercayai plan A.
Plan A adalah saya akan semakin dekat dengan Sojie,
dan tinggal menunggu waktu yang pas
untuk menjadi pacarnya.
Lagipula apa yang selama ini dia lakukan
sudah termasuk hal yang luar biasa,
dan tidak dilakukannya pada setiap cewek di kelas kami.
Setiap pagi saya semangat pergi ke sekolah,
tak lupa merapikan baju seragam yang dipakai,
uhm...dilengkapi dengan tas sekolah yang warnanya serasi dengan
rok seragam.
Setiap kali ada kesempatan, saya curi-curi pandang ke arah Sojie,
dan dia selalu tersenyum manis saat mata kami
beradu pandang...
Oh indahnya....
Menurut saya kala itu, Sojie punya nilai lebih
dibandingkan dengam anak cowok yang lainnya.
Dia tidak merokok, tidak mengumpat ( paling tidak di depan saya ),
rajin beribadah, dan wajahnya cukup tampan.
Masalah kepandaian tak menjadi hal penting bagi saya
disaat itu,
ehm...Sojie hanya pandai di beberapa mata pelajaran ilmu pasti,
untuk sosial...saya lebih pandai :)
Saat pulang sekolah,
saya naik becak, Sojie naik sepeda, kami berjalan beriringan
sambil membahas, nanti dia akan main ke rumah
jam berapa dan banyak hal lainnya.
Apa masih kurang indikatornya?!
sudah sebegitu dekatnya, tak ada alasan lain
untuk membuat plan B.
Hati saya teguh pada plan A menunggu Sojie menyatakan
rasa sukanya,
mungkin dia masih malu, belum siap, atau ingin
memastikan perasaannya.
Caturwulan demi caturwulan kami lalui bersama,
sampai tiba saatnya kenaikan kelas.
Sikap Sojie tidak berubah sedikitpun,
kami tetap dekat satu sama lain.
Hingga di suatu malam,
di tengah percakapan kami di telfon...
dia bercerita tentang sesuatu dari masa lalunya.
Adalah seorang gadis bernama Stophira yang mencuri hatinya
sejak kelas 6 SD.
Dulu mereka bertetangga, namun setelah beberapa tahun
Stophira diajak pindah rumah oleh kedua orang tuanya.
Saya mendengarkan curahan hati Sojie dengan penuh seksama,
sambil terus memberi semangat untuk move on.
Karena suara Sojie terdengar lebih berat dari biasanya,
dan tibalah di satu titik...
dia mengaku kalau masih berharap bisa bertemu kembali
dengan Stophira, si gadis tetangga.
Malam itu saya tidak seperti biasanya,
tak banyak bicara, jarang tertawa.
Sojie heran...mengapa tiba-tiba saya berubah drastis,
padahal beberapa menit sebelumnya
saya masih baik-baik saja.
Rupanya dia tak paham mengapa saya tiba-tiba
diam seribu bahasa.
Pikiran saya terlalu rumit untuk mengucapkan banyak kalimat,
tak lama kemudian..
saya akhiri pembicaraan dengan Sojie, buru-buru masuk kamar
dan menangis.
Selama ini saya kira,
Sojie menyukai saya...maka dari itu dia menghabiskan banyak
waktu bersama, dari pagi hingga malam hari.
Keesokan hari dan selanjutnya..saya menghindari Sojie,
tanpa alasan apapun.
Meskipun sempat dia beberapa kali datang ke rumah dan menelfon,
tapi saya paksa orang rumah untuk berbohong...
mau tak mau saya harus menjauhinya.
Masih enggan untuk percaya kalau selama ini Sojie
menyimpan rapat rasa sukanya pada gadis tetangga,
lalu untuk apa dia mendekati saya?!
kalau hanya sebagai teman, apa harus sampai sebegitunya?!
semakin keras saya berpikir, semakin tak
mendapat jawabannya.
Mungkin saya harus merelakan Sojie untuk mengejar
cinta masa kecilnya..pada Stophira si gadis tetangga.
Kembali mengingat cerita ini sebenarnya menguras
energi juga emosi saya.
Betapa konyolnya saya pada masa remaja,
bisa terpesona hanya karena hal-hal sepele.
Hhhmmm tidak kebetulan,
sampai saat ini saya sering menjadi tempat bercerita
baik tentang jatuh cinta maupun sebaliknya.
Saya kurang setuju pada sebuah syair lagu
yang berbunyi jatuh cinta berjuta rasanya...
menurut saya patah hatilah yang justru berjuta rasanya.
Coba tanya orang yang sedang berbunga-bunga...
pasti jawabannya...
ya gitu deh...ya dia baik, pekerja keras, perhatian,
ya moga-moga aja lancar.
Coba kalau orang patah hati?
seperti kehilangan separuh jiwa, sakit luar biasa dan
tak terkatakan, perihnya minta ampun lebih perih
daripada lecet akibat pakai sepatu baru,
pingin mukul dia, pingin buktikan kalau bisa baik-baik saja
tanpa dia, pingin datang ke rumahnya terus nampar pipinya,
sakit banget cuma pingin diam aja nggak ada yang gangguin,
dan masih banyak ekspresi kata orang yang sedang patah hati.
Menulis blog ini membuat saya meneliti kembali,
sebenarnya..patah hati itu apa sih?
patah hati itu sangat sederhana, keadaan yang tak sesuai
dengan keinginan kita.
Sudah itu saja intinya, namun karena pada kondisi yang
seperti itu...saya dan anda cenderung memperpanjang dan memperumit
karena ego kita terluka.
Mestinya saya ingin bersama Sojie, tapi kenyataannya
cinta saya bertepuk sebelah tangan,
hhmmm tidak sesuai dengan keinginan.
Saya bersyukur tak pernah berbuat hal bodoh saat sedang
patah hati,
sebotol bir dingin, menangis sekencang-kencangnya,
itu akan sangat membantu.
Untuk kalian yang sedang mengalami patah hati,
atau indikasinya mengarah kesana.
Tak perlu takut, tak perlu merasa sedemikian
kehilangan atau kesepian.
Bila terasa sakit itu wajar, ingatkan diri sendiri
bahwa sebenarnya....patah hati itu adalah
keadaan yang tidak sesuai dengan kemauan kita.
Bukankahselama hidup,
banyak sekali hal serupa??
dan memang tak semua sesuai dengan apa yang kita inginkan.
Semakin terpuruk kita akan suatu masalah,
semakin sakit hati kita, dan kehilangan dua hal yang sangat
berharga dalam hidup ini yaitu waktu dan semangat.
Jangan khawatir, saya dan anda tak sendirian dalam hal
patah hati...
itu sudah biasa.
Kali ini jadilah yang luar biasa, bangkit dari hal tersebut,
hapus air mata, dan tersenyumlah.
Jangan sampai seseorang atau suatu hal
bisa meruntuhkan api semangatmu ;)
No comments:
Post a Comment