Thursday, February 6, 2014

Addiction



Siapa sih yang nggak suka maen game?!
Begitu banyak permainan tradisional maupun modern,
yang bisa menghibur kita.
Sebenarnya, permainan ada untuk menghibur dan
menambah wawasan, mengasah otak.
Teknologi menyediakan beraneka macam permainan,
untuk yang cowok ada game strategi, perang, olahraga
yang cewek ada game tentang salon, butik, mengasuh hewan kesayangan,
dan masih banyak lagi.
Dari jaman saya kecil,
sudah ada nitendo, dan banyak teman yang betah
berlama-lama untuk main.
Saya pernah kenal dengan seseorang yang
sangat suka bermain game di computer dan laptop.
Sebut saja Joko,
mahasiswa sastra Inggris asal Solo yang
kuliah di Salatiga.
Joko bisa berlama-lama hanya duduk di depan computer
sambil sesekali ke kamar mandi.
Hampir setiap hari dia tidak berada di kost,
tapi di warnet langganannya.
Makan, minum, mengerjakan tugas kuliah,
semua dilakukan sambil main game.
Pernah suatu ketika, Joko kehabisan uang,
habis sama sekali...bahkan 500 rupiah pun tak ada.
Dia berusaha menelfon orang tuanya untuk
minta sejumlah uang,
sayang sekali orang tuanya malah memarahinya
dan dia tak mendapat uang sepeser pun.
Joko tak kehabisan akal,
dia pinjam uang dari teman satu kost, beberapa
teman kampus, namun tak satu pun
membuahkan hasil.
Joko tak bisa makan, apalagi untuk pergi
ke warnet langganan.
Entah siapa yang memberinya inspirasi,
Joko memutuskan untuk pulang ke Solo dengan berjalan kaki.
Perjalanan itu memakan waktu 2 malam, 3 hari,
dia numpang tidur di depan toko pada malam hari,
dan meminta air minum dari rumah ke rumah.
Setibanya di Solo,
dia hanya bisa tidur selama seharian penuh tidak makan dan minum.
Dengan kejadian itu,
Joko benar-benar jera untuk main game,
dan meninggalkan kebiasaan buruknya itu.
Tak pernah terpikirkan sebelumnya olehnya,
orang tua dan teman-teman sampai hati tak memberinya uang,
perjalanan ke Solo dengan berjalan kaki,
membuatnya mundur dari dunia game.
Awalnya Joko memang tidak suka main game,
begitu sekali mencoba langsung ketagihan,
ada yang kurang kalau belum main game,
hambar...seperti sayur tanpa garam.







Waktu duduk di kelas 2 SLTP,
saya dan beberapa teman cewek pernah mencoba
menghisap rokok.
Alasannya biar keren!
Saat itu, adalah hari yang ditunggu-tunggu oleh para murid,
karena guru-guru rapat jadi kami boleh pulang pagi.
Me and the gank, nggak pulang melainkan nongkrong di
kantin sekolah,
tiba-tiba tercetus ide untuk merokok.
Rokok itu didapat dari salah seorang teman sekelas,
namanya Hermawan a.k.a Wawan.
Dengan bangganya kami para cewek-cewek galau ini,
menghisap sebatang rokok bergilir untuk 7 orang.
Untung saja, saya merokok hanya untuk terlihat keren saja,
tidak pernah ingin coba lagi.
Sampai sekarang saya masih tak habis pikir,
bagaimana merokok itu ada suatu hal yang keren,
dan mengagumkan.
Banyak cowok yang merasa sebagai pria sejati dan pemberani
kalau bisa merokok.
Benar-benar berbanding terbalik dengan pemikiran saya,
ukuran pria sejati dan pemberani
sama sekali tidak ditentukan dengan merokok.
Sewaktu kuliah,
saya dekat dengan seseorang yang tidak bisa
hidup tanpa rokok,
sebut saja namanya Ardo.
Kemanapun dia pergi, hampir bisa dipastikan
selalu membawa rokok dan pemantiknya.
Di kamar, sedang nongkrong, sedang nonton,
apapun aktivitasnya, rokok wajib menemaninya...
bahkan hingga ke toilet pun dia menghisap rokok.
Pernah suatu kali kami satu kelas,
dan dia menghilang selama 20 menit,
hanya untuk merokok.
Dia bilang,
takkan bisa hidup tanpa merokok.
Sebentar saja tidak menghisap rokok,
kepalanya pusing, lidahnya pahit, dan
merasa gelisah kalau tidak menghisap rokok.
Yang jelas Ardo tak bisa lama-lama berada di tempat seperti
toko buku, supermarket, dan lainnya,
pokoknya tempat dimana dia tidak bisa merokok.
Payah!
Ardo menganggap dirinya tidak baik-baik saja
tanpa rokok.
Tak heran, wajahnya kuyu,
bibirnya hitam dan giginya kuning, pikiran tidak fokus,
pandangan mata kosong.






Aktivitas lainnya selain main game, merokok
yang disinyalir bisa bikin kecanduan adalah berjudi.
Sebetulnya main kartu bukan termasuk judi,
nah..
bisa masuk dalam kategori judi karena ditambah dengan
bertaruh menggunakan uang.
Kebetulan salah satu teman saya punya hobi
main judi.
Kadang judi dengan main kartu, kadang juga judi bola
alias bertaruh menggunakan uang
dengan memprediksi tim mana yang akan menang.
Salah satu teman saya ada yang hobi main judi,
dia suka mempertaruhkan uang kiriman orang tua
untuk memasang tim sepakbola mana yang menang.
Pernah suatu hari,
dia menelfon lalu mengajak saya jalan-jalan keluar kota.
Barang-barang elektronik sampai kebutuhan sehari-hari
dia beli sekaligus dalam waktu sehari.
Saya heran dengan caranya belanja,
yaitu menghabiskan belasan juta dalam waktu sehari.
Seakan-akan dia tak mau menyisihkan
untuk kesokan harinya.
Ternyata uang tersebut adalah hasil dari menang judi bola,
ooohhhh pantas saja dia membelanjakannya
tanpa rasa khawatir sedikitpun.
Namanya berjudi,
kalau beruntung ya dapat banyak uang,
kalau kurang beruntung bisa-bisa buntung.
Pengalaman teman saya dalam dunia perjudian
sudah lama,
entah judi bola, judi kartu sudah pernah dicoba.
Pernah juga,
dia kehabisan uang, sampai-sampai uang 10 ribu saja
tidak punya.
Ya begitulah berjudi,
apabila menang, mau beli apa saja bisa.
Namun, bila sedang kurang beruntung seperti teman saya
itu yang sering keluar masuk pegadaian untuk
menggadai beberapa barangnya.
Dengan pengalaman jatuh bangun tersebut,
dia masih saja belum jera.
Menurutnya judi sudah melekat dalam dirinya,
dan mustahil untuk berubah.
Mengenaskan karena uang yang digunakan untuk berjudi
adalah hasil kiriman orang tua.
Hhhmmm...yang seharusnya untuk bayar kuliah,
bayar kost, bayar yang lainnya
malah disalahgunakan untuk berjudi.
Mempertaruhkan semua uangnya,
demi uang yang lebih besar dan tentunya dengan resiko yang
mematikan.









Sebagian besar wanita pasti suka belanja,
belanja apapun itu.
Belanja baju, tas, sepatu, buku, makanan,
peralatan rumah tangga,
dan masih banyak lagi.
Saya pernah kecanduan belanja baju,
setiap kali dapat kiriman dari orang tua
langsung habis di meja kasir butik.
Entah....
rasanya kalau dapat uang saya langsung punya hasrat untuk
menghabiskannya di butik.
Meskipun saya sedang tidak butuh beli baju baru,
tetap saja keinginan saya untuk belanja di butik
tak bisa ditahan lagi.
Kaos bergambar unik, cardigan aneka warna, kemeja,
dan masih banyak item lain yang bisa dibeli.
Biasanya setelah belanja di butik,
uang saya langsung habis...sekalipun masih ada sisa tapi
tinggal sedikit saja.
Uang kiriman yang seharusnya untuk sebulan, bisa bertahan
2 minggu saja.
Kalau uang kiriman sudah habis, namun tanggal pengiriman belum tiba,
saya mengeluarkan jurus tipuan.
Bilang pada orang tua kalau saya perlu uang tambahan,
untuk beli kebutuhan kuliah....padahal bohong!
Tentu saja...saya tak pernah merasa bersalah dengan hal itu,
yang penting bisa terus belanja di butik.
Tak heran, seringkali saya lupa
pernah beli baju apa saja bahkan kadang-kadang saya punya
2 baju yang sama model, maupun warnanya.
Sangat kurang bijak memang,
untunglah...sekarang saya tak lagi kecanduan untuk berbelanja.
Menurut KBBI,
kecanduan adalah terjangkit suatu kegemaran
hingga lupa hal-hal yang lain.
Main game sampai mengabaikan makan, mandi, istirahat,
belajar, bersosialisasi dengan lingkungan sekitar.
Merokok hingga tak mempedulikan kesehatan diri sendiri
dan menyerah sebelum berusaha untuk bebas dari rokok.
Berjudi sampai-sampai tak sadar kalau yang digunakan adalah
uang dari orang tua.
Belanja hingga lupa kalau sebelumnya sudah pernah
membeli barang dengan warna dan model yang sama pula.
Tanpa disadari saya dan anda mungkin sedang kecanduan
dengan beberapa hal.
Di blog sebelumnya saya sudah pernah membahas tentang kemerdekaan
dari hal-hal mengikat,
ternyata setelah merenung kembali
saya masih menemukan hal yang bisa mengikat.
Indikasi kecanduan adalah,
kita merasa ada yang kurang bila
tak melakukan hal tersebut.
Mulut pahit bila tidak merokok,
gelisah apabila tidak belanja baju,
merasa kurang keren kalau belum berjudi,
dan sebagainya.
Letak kekeliruan bukan berada pada aktivitasnya,
tapi kurang bijaknya sikap yang kita ambil.
Bukan perusahaan rokok yang mempengaruhi atau bahkan
memaksa saya dan anda untuk merokok.
Para pemilik butik tidak akan memberi sanksi apapun
kalau kita tudak berbelanja disana.
Semua kembali pada cara pikir
masing-masing pribadi.
Yang namanya kecanduan pasti mengikat,
dan kita sendiri yang mengikatkan diri
pada hal-hal itu.
Entah apapun itu, kalau sampai ada rasa ada yang kurang
tanpa sesuatu,
apalagi sampai merasa gelisah, tidak enak badan,
pingin marah-marah itu disebut kecanduan.
Merubah pola makan saja butuh usaha ekstra,
apalagi sampai merubah kegemaran atau kesukaan.
Memang tidak mudah,
tapi mau sampai kapan kita mengikatkan diri.
Saya sendiri tak mau terikat dengan apapun juga
terlebih lagi yang bisa membawa dampak negatif bagi
kesehatan badan dan pikiran.
Yang Maha Kuasa sudah menciptakan manusi
dengan akal budi yang begitu rupa,
saya yakin kecanduan itu bukan tidak bisa teratasi,
tergantung seberapa besar kemauan kita untuk berusaha.
Menyudahi kecanduan belanja baju
membutuhkan waktu yang cukup lama bagi saya.
Hasilnya, saya merasa baik-baik saja tuh!
Dalam satu tahun mungkin hanya 3 sampai 4 kali
saja saya beli baju,
itupun dalam jumlah dan harga yang wajar.
Tenanglah,
kita takkan tertekan, depresi, kesepian
atau bahkan mati.
Justru,
hidup akan terasa lebih hidup
kalau saya dan anda tidak kecanduan akan apapun.
Love your life :)



No comments:

Post a Comment