Formulir berupa selembar kertas itu tersedia dalam
jumlah yang sangat banyak.
Tiap kali ada yang ingin mengisinya,
lembaran kertas itu selalu siap sedia.
Hebat juga nih, dalam selembar kertas saja
langsung bisa diketahui identitas lengkap
dari seseorang dan bahkan orang tuanya.
Jadi, formulir yang banyak berisikan titik-titik itu
harus diisi dengan jawaban yang sebenar-benarnya.
Kolom demi kolom yang harus diisi,
menguak satu demi satu data pribadi,
ah semoga sang pengelola formulir adalah
orang yang bertanggung jawab.
Yang kali ini sudah untuk kesekian kali saya mengambil
lembaran formulir,
beberapa bulan lalu...saya pernah melakukannya
namun batal, saya malas beranjak mengurusnya.
Entah mendapat inspirasi darimana,
di suatu siang saat hampir mulai jam siaran,
saya pergi ke kantor administrasi, meminta kembali
lembaran formulir yang baru.
Dengan cekatan saya isi satu demi satu,
sentuhan akhirnya adalah menempelkan foto
berukuran 3 × 4,
yang menurut saya sama sekali nggak keren.
Foto 3 × 4 tanpa make up, wajah cemberut sekaligus
berminyak karena kepanasan,
ya sudah bagaimanapun rupa saya dalam foto itu,
tetap saya tempelkan, karena merupakan
syarat wajib!
Formulir pun terisi penuh dengan jawaban dan dilengkapi
dengan foto,
sesegera mungkin saya serahkan kembali ke bagian administrasi,
that's it.
Saya harus menunggu formulir itu diproses
untuk melangkah ke next level.
Dari kecil,
saya tak tahu banyak hal dengan detail.
Orang-orang disekitar saya tak pernah memberi jawaban
yang memuaskan dahaga akan banyak hal.
Ibu selalu bilang...
ah udah nggak usah cerewet dan banyak tanya!
Mungkin beliau sudah lelah menjawab beraneka macam
pertanyaan yang tak habis-habisnya dari saya.
Sudah sangat lama saya bertanya-tanya,
mengapa saya harus beragam?
mengapa harus agama ini?
uhm...
mengapa tempat beribadahnya harus di tempat
yang sama dengan keluarga?
Ibu tak habis pikir, mengapa saya begitu jauh
dalam memikirkan sesuatu.
Saat umur 12 tahun,
saya dan beberapa teman tergabung dalam
sebuah kelompok pembelajaran tentang agama.
Sayang sekali dari situ saya juga belum terlalu
paham,
dan yang lebih penting, saya belum mendapat jawaban
dari pertanyaan yang bercokol dalam pikiran.
Bagaimana mungkin mau mengaku percaya,
kalau saya belum terlalu paham,
apa-apa saja yang diajarkan,
dan kegundahan dalam hati juga tak kunjung mendapat jawaban.
Ibu lah yang menghantarkan saya menuju tahapan itu,
maka...2 kali dalam seminggu saya bersedia mengikuti
pelajaran agama di gereja.
Selama pelajaran tersebut,
saya berusaha keras untuk memusatkan konsentrasi,
mencatat apa-apa saja yang dibicarakan oleh
pak pendeta.
Alhasil, catatan milik saya menjadi catatan yang paling
favorit selama satu periode pelajaran agama itu,
karena yang saya tulis lengkap, dan tulisannya saya enak
untuk dibaca.
Buku catatan boleh penuh,
tidak demikian dengan hati saya...
lagi-lagi saya mengikuti semua proses ini juga karena prosedur saja.
Saat pak pendeta bilang pelajaran agama telah usai,
saya merasa sangat sedih...dan dalam hati bertanya,
sudah...segini doank?
lalu bagaimana pertanyaan-pertanyaan intinya?
saya sangat tak terpuaskan,
pak pendeta hanya membahas sakramen-sakramen
yang memang wajib dilakukan oleh anggota gereja.
Gejolak dihati bertambah besar,
dan posisi saya terhimpit oleh
keinginan orang tua dan proses dari gereja.
Ibu sudah mempersiapkan gaun baru untuk saya,
berwarna putih dan modelnya sangat anggun,
yang dibuat oleh satu penjahit ternama di kala itu.
Kembali lagi saya dibuat galau,
kenapa harus gaun?
memangnya saya ingin pakai gaun?
atau ibu ingin saya terlihat cantik di hari itu?
Ya tentu saja,
hari dimana saya akan maju di altar dengan
didampingi kedua orang tua untuk
mendapat sedikit cipratan air ajaib dari pak pendeta.
Pertanyaan yang membuat gundah gulana itu
saya simpan...
sembari berharap suatu hari akan terjawab.
Menurut saya kegundahan yang telah lama terpendam itu,
bukanlah kegundahan biasa yang bisa reda hanya
dengan melamun sepanjang hari seperti
orang terpesona.
Hal-hal dasar yang saya pertanyakan tersebut
adalah hal dasar yang sangat penting,
bagaimana mungkin kita akan mempercayai sesuatu,
tanpa mengetahuinya dengan detail?
Mungkin waktu kecil, saya dan anda tidak berdaya
untuk mencari tahu tentang banyak hal,
dengan berjalannya waktu...
umur bertambah, cara berpikir juga berubah.
Yang banyak membantu saya,
adalah kegemaran membaca,
dari situ saya banyak mengetahui dengan detail
hal yang selama ini mengakibatkan kegundahan.
Percaya akan sesuatu,
misalnya percaya akan seseorang untuk menjadi
kekasih atau bahkan suami atau istri...
Tentu saja saya dan anda akan berusaha mencari tahu
tentang seseorang itu,
apa makanan kesukannya, hobbynya, impiannya,
pekerjaannya, dan kebiasaan yang lain.
Memang manusia selalu berubah,
tapi paling tidak kita harus mengenal dengan baik
pada siapa kita percaya.
Dulu wajah saya bermasalah,
banyak flek hitam, bintik merah pokoknya
kurang sedap dipandang.
Itu karena salah saya sendiri,
dari remaja sampai kuliah saya malas memakai
tabir surya dan dengan cueknya
berada di bawah panas matahari untuk waktu yang lama.
Hasilnya flek hitam banyak menghiasai pipi,
dan disaat saya sadar untuk memakai cream tabir surya,
flek itu sudah terlalu bandel dan tak bisa dihilangkan.
Beberapa merk terkenal, harga mahal,
tetap saja belum berhasil.
Sampai pada saat ada satu klinik kecantikan yang
cukup terkenal di beberapa kota besar,
dan saya pun berminat untuk mencobanya.
Awalnya saya
sempat ragu, apakah obat dari klinik ini berhasil
menghilangkan noda fkek hitam.
Awalnya wajah saya difoto, lalu ditunjukkan titik-titik
hitamnya, komedo di sekitar hidung,
dan juga dijelaskan,
apa sih yang menyebabkan flek hitam,
lalu cara mengobatinya.
Penjelasan dokter dari klinik itu cukup jelas,
sehingga saya percaya untuk mencobanya,
walaupun harus membayar mahal.
Buktinya flek hitam mulai memudar
kemudian hilang dari wajah saya,
wah...produk bagus nih,
layak untuk direkomendasikan :)
Percaya pada seseorang atau pada produk tertentu
memang perlu bukti,
dan saya tak boleh malas untuk mencari, mengamati,
mempelajari semuanya itu.
Apalagi yang saya yakini dalam hati,
membimbing dan menerangi saya dalam
kegelapan.
Wah itu namanya pencarian seumur hidup,
memang takkan berhenti selagi masih hidup.
Seperti cerita saya tentang klinik kecantikan tadi,
saya percaya...memakai obatnya, turut bergabung dalam keanggotaan,
dan berangsur-angsur wajah menjadi lebih baik.
Pernah saya singgung di blog sebelumnya bahwa
iman saya adalah iman turunan,
orang tua saya beragama itu,
ya anaknya pasti diarahkan pada keyakinan yang sama juga.
Sewaktu jecil,
saya hanya bisa menerima mentah-mentah apa saja
yang disodorkan,
sampai pada masa saya menjadi seorang kutu buku cantik.
Banyak hal yang saya lahap dari buku-buku,
pengetahuan tentang keyakinan,
mengapa harus meyakini sesuatu,
bagaimana kalau kita sudah meyakininya.
Saya yakin,
anda semua tahu bahwa di Indonesia ada beberapa
agama yang resmi di badan pemerintahan.
Saya menjadi pemeluk salah satu agama tersebut,
ya pada awalnya karena disuruh irang tua,
masak nggak beribadah?
masak nggak punya agama?
masak tak percaya adanya Tuhan?
ya ampun itu dosa.
Hhmmm agama yang saya yakini sejak kecil,
tidak berubah sampai sekarang.
Yang membuatnya berbeda adalah,
cara menjalani hidup sesuai dengan yang kita yakini.
Kalau dulu masih dipilihkan oleh orang tua,
kali ini...
saya memilihnya sendiri dengan kesadaran penuh.
Karena saya telah membuktikan, mempelajari,
merenungkan, menyimpulkan...
bahwa satu itu yang saya yakini.
Mantap dengan pilihan tersebut
karena saya tak sembarangan memilih,
dan sudah melalui pertimbangan yang masak.
Hal ini penting,
karena apa yang saya yakini,
dan bagaimana saya meyakininya
itulah yang menentukan bagaimana
masa depan saya.
Jadi,
kalau anda sedang galau dalam memilih sesuatu yang penting
apapun itu..pasangan hidup, keyakinan,
orientasi seksual,
pertimbangkan dengan matang,
karena itu akan memberi pengaruh besar bagi diri anda ke depannya.
Foto yang ada di blog ini,
adalah akte baptis yang diberikan oleh gereja,
ya namanya gereja adalah satu lembaga yang isinya juga
manusia,
banyak kekeliruan, banyak kesalahan,
maka dari itu yang saya yakini bukan ajaran gerejanya,
namun ajaran Tuhan yang maha besar.
Kebetulan tempat saya tumbuh dan berkembang
yaitu di gereja yang tertulis di akte tersebut,
maka saya mantapkan pilihan yang saya yakini
dengan di baptis.
Semoga apa yang saya yakini bisa membawa dampak baik untuk
orang-orang yang ada di sekitar,
seperti yang saya bilang tadi,
bagaimana cara kita meyakini sesuatu juga penting.
Kalau sudah memilih keyakinan, so what??
mau memaksa orang lain agar memiliki keyakinan yang sama?
nggak mungkinlah..
Justru saat saya sudah memilih satu jeyakinan,
saya berusaha tidak setengah hati,
tidak hangat-hangat tahi ayam...
masih hangat masih semangat,
kalau sudah lama, jenuh, lalu tak yakin lagi.
Mari kita sama-sama menilik kembali dalam hati,
jikalau sudah memilih satu keyakinan,
apa langkah selanjutnya?
langkah untuk diri sendiri dan sesama.
Bila ada yang belum menentukan pilihan,
tak ada kata terlambat untuk mencari tahu dengan
lebih detail pilihan mana saja yang akan ditelusuri
lebih lanjut.
Jangan pernah takut untuk memilih,
karena saya dan anda sudah lebih dulu dipilih untuk dilahirkan
ke dunia ini,
jadi memilihlah dengan dilengkapi pengetahuan.
Sah sudah apa yang saya yakini,
sah dalam hati, sah di lembaga yang memfasilitasinya.
Apapun yang nantinya kita pilih untuk diyakini,
bagaimana baik buruknya,
apa saja kekurangannya,
coba jujur pada diri sendiri..
disitu akan bertemu jawaban yang diinginkan.
Selamat memilih :)
No comments:
Post a Comment