Thursday, May 22, 2014

Pergi begitu saja

Belum pernah kau katakan rindu,
rindu yang timbul dari hati,
kemudian diucapkan lewat kata-kata,
entah...apa kau sengaja ataukah terlalu malu?


Sejak pertama bertemu,
tatapan matamu nampak sendu,
ternyata kau menyimpan kepahitan masa lalu,
hingga kau dibuatnya menjadi seorang pemalu.


Dengan segala keterbatasan kalimat yang diucapkan
kau mengajak aku berteman,
berteman hanya sekedar kenal dan berteman,
terkadang kau tak menyapa bahkan disaat kita berhadapan.


Kau datang dan pergi begitu saja,
kadang ada, kadang menghilang entah kemana,
kau memilih bersembunyi di belakang luka,
yang semestinya bisa dihadapi dengan hati terbuka.


Tak pernah disangka-sangka,
tiba-tiba kau bilang bahwa kau sedang jatuh cinta,
dan menginginkanku lebih dari segalanya,
benarkah begitu? atau hanya rasa penasaran belaka?


Pada saat itu, aku bingung harus bagaimana,
ingin mencoba menerima cinta,
namun tak bisa..
rasa takut dihatiku lebih besar dari semuanya.


Bagaimana bisa, disaat yang sama,
kau menawarkan cinta,
disaat itu juga kau masih bersama pacar lama,
hey, apa kau sedang bercanda?!


Waktu berlalu,
sudah sangat lama kita tak bertemu,
dengan ragu-ragu aku menghubungimu,
dan dari situlah aku menciptakan masalah baru.


Berharap sudah tak ada sisa-sisa rasa penasaran dari masa lalu,
kita bisa memulai pertemanan dengan awal yang baru,
namun ternyata sangat susah untuk seperti itu,
kita yaitu, aku dan kamu memulai cerita baru.


Semula aku datang hanya untuk menyapa,
mengajak bercanda dan berbagi cerita,
semua mengalir begitu adanya,
hingga kau raih tanganku dan menggenggamnya.


Tahukah kau bahwa saat itu aku serasa di alam mimpi,
sulit membedakan mana kenyataan dan ilusi,
seketika itu juga ada yang berbisik dalam hati,
bagaimanakah kelanjutannya nanti?


Dibalik kesan hampa,
ternyata kau suka bercerita,
memberitahukan mana yang kau suka dan tidak suka,
sembari meminta pelukan manja.


Aku tahu bahwa aku sangat menginginkanmu,
kamu juga seolah-olah menginginkan diriku,
namun tak ada yang tahu,
karena kau tak pernah berkata padaku.


Gaya bicaramu beda,
tingkah laku mu tak sama,
entah kau anggap aku ini apa,
kekasih atau hanya teman istimewa?


Sebetulnya sudah ku nanti sejak lama,
sebuah kalimat yang bisa membuat bahagia,
entah itu cinta, sayang, atau sekedar suka,
tapi kau tak pernah sekalipun mengucapkannya.


Kita hanya berjalan tanpa tujuan,
kalau hanya gairah, itu takkan lama bertahan,
maka disinilah titik yang melelahkan,
sehingga aku hanya pergi saja, tanpa berpamitan.









Wednesday, May 14, 2014

Nenek

Beberapa kali ibu pernah bercerita,
bahwa saat beliau seumuran dengan saya sekarang,
anaknya sudah masuk Taman kanak-kanak,
dan anaknya itu tak lain tak bukan adalah saya sendiri.
Mungkin maksud ibu,
agar saya tertarik untuk segera menikah,
dan memiliki anak seperti apa yang sudah dilaluinya.
Ah, ternyata cara itu belum berhasil,
kalimat itu hanya saya nikmati sebagai cerita indah
tentang masa lalu,
dan sama sekali belum mempengaruhi saya
untuk terburu-buru melaksanakan pernikahan.
Saya sendiri masih berusaha keras meyakinkan diri sendiri,
kapan akan menikah,
jadi jangan tanya kapan pada orang yang sudah berpasangan,
belum tentu mereka sudah merindukan pernikahan.
Ditambah lagi,
akhir-akhir ini saya membeli, membaca, merenungi
buku-buku tentang pernikahan.
Walaupun saya belum pernah melakukan ini sebelumnya,
namun...nampaknya pernikahan adalah tahap baru dalam
kehidupan,
seperti waktu dulu...
dari SMU lalu masuk kuliah,
dari single lalu masuk dalam pernikahan.
Paling tidak,
saya tak buta arah, harus banyak tahu, banyak belajar,
agar masalah-masalahnya bisa diminimalisir,
ternyata...
pengetahuan bukan hanya untuk anak sekolahan,
karyawan kantoran,
namun juga sangat penting untuk menjalani
kehidupan pernikahan.
Ayah dan ibu menikah pada usia muda,
disaat ayah belum mendapat pekerjaan tetap,
jadi tidak ada kepastian juga untuk gaji bulanan,
kadang ayah mendapatkannya, kadang juga pulang
dengan tangan kosong.
Saya masih sering terheran-heran,
apa yang membuat ibu percaya untuk menikahi
seorang laki-laki yang
gaji bulanan saja masih dipertanyakan.
Kalau saya bertanya pada ibu seperti itu,
jawabannya adalah karena cinta dan percaya bahwa
beliau tidak salah memilih pendamping hidup, keren!
Satu bulan sebelum resepsi pernikahan,
ayah dan ibu harus menjalani masa pingitan
tidak bisa bertemu dan bertatap muka.
Ibu tak boleh keluar rumah selama satu bulan,
kalau ada keperluan untuk membeli sesuatu,
adik-adiknya lah yang akan keluar rumah dan
membelikan untuknya.
Ayah masih lebih bebas,
beliau boleh keluar kemanapun
asal bukan ke rumah ibu,
buktinya...
selama masa pingitan ayah rajin mengirim surat lewat
kantor pos, yang sebagian suratnya berisi nasehat untuk ibu
supaya sabar dan ikhlas dalam menjalani masa pingitan.
Tak disangka,
dibalik watak keras, tubuh yang tinggi besar,
ayah juga bisa mempunyai inisiatif yang romantis
Karena belum mempunyai pekerjaan tetap,
maka setelah resepsi pernikahan,
ayah mengajak ibu tinggal di rumah nenek.







Setelah dua tahun menjalani kehidupan berumah tangga,
ibu akhirnya mengandung,
dan melahirkan saya 9 bulan kemudian,tepatnya
tanggal 12 november jam 2 siang menjelang sore.
Jadi,
sedari lahir saya tinggal bersama ayah, ibu,
kakek, nenek dan satu kakak sepupu.
Entah karena harga rumah yang belum terjangkau,
atau memang enggan meninggalkan kenyamanan,
ayah tak kunjung membeli rumah sendiri untuk mengajak
keluarga kecilnya pindah.
Saat saya lahir,
kakek sudah pensiun, pekerjaan sehari-harinya adalah
membantu nenek yang menjalankan sebuah usaha cathering makanan.
Dulu,
kakek adalah pedagang beras,
bahkan beliau mempunyai sebuah gudang,
kira-kira sebesar rumah dengan 4 kamar khusus untuk
menyimpan beras.
Meskipun pada akhirnya, gudang tersebut terpaksa harus dijual
untuk membayar hutang dari paman saya,
namun saya masih bisa sesekali menengok gudang bersejarah tersebut.
Seperti anak kecil kebanyakan,
saya suka bermain, suka mencari tahu tentang sesuatu,
meskipun caraku untuk mencari tahu dianggap sebagai kenakalan
oleh orang yang lebih dewasa.
Contohnya...
saya suka memakai sepatu hak tinggi milik nenek,
berjalan mengelilingi rumah,
seolah-olah saya adalah ibu manager yang mondar-mandir untuk
memantau keadaan kantor sekaligus aktivitas anak buah saya.
Uhm,
foundation wajah milik nenek juga salah satu hal,
yang sangat mengusik rasa penasaran saya,
botolnya terbuat dari kaca, lalu warnanya hijau muda,
dan cairan didalamnya berwarna cokelat muda,
mirip warna cappucinno.
Saat iseng,
saya sering masuk ke kamar nenek, duduk di hadapan
meja riasnya, dan mulai mencari-cari,
apa yang dapat dimainkan,
setelah mengamati benda-benda yang ada,
mata saya tertuju pada botol foundation itu,
saya buka botolnya, kemudian secara perlahan saya mencium aromanya,
dan mengeluarkan isinya,
karena takut ketahuan, foundation yang sudah berada di telapak tangan,
saya oleskan pada sarung bantal milik nenek,
selesai perkara!
Setiap kali bermain-main dengan foundation,
setiap kali itu juga ibu memarahi,
bahkan mencubit lengan saya sampai berwarna kebiruan,
tapi saya tak pernah jera, kawan!
botol foundation itu tetap mengundang rasa penasaran.
Hampir setiap hari ibu sibuk membantu nenek,
untuk membuat pesanan makanan, kue, dan lain
sebagainya.
Meskipun ibu tidak bekerja diluar rumah, namun beliau tetap sibuk
setiap harinya.
Saya juga sibuk,
sibuk bermain bersama kakak sepupu yang usianya 10 tahun
lebih tua,
dia sering mengajak bermain masak-masakan di halaman rumah,
dengan batu bata, daun mangga, pasir, dan air untuk melembutkan
adonan tersebut.
Suatu kali seusai bermain adonan pasir,
saya dan kakak masuk ke dalam rumah,
kemudian nenek menyuguhkan sepiring buah
semangka merah yang sudah dipotong-potong,
dan bijinya sudah dibuang.
Spontan, saya mengulurkan tangan kanan untuk
mencicipi potongan semangka yang nampak
sangat menggiurkan itu,
dengan lincah nenek menangkis tangan saya,
dan membentak bahwa buah semangka itu untuk kakak
dan bukan untuk saya.
Hhmmmm, waktu itu saya belum terlalu paham,
mengapa semangka itu hanya untuk kakak?
dan saya tak boleh mengambilnya,
bahkan ketika kakak sudah menyodorkan
piring berisi semangka itu didepan mata.
Nenek langsung mengambil piring tersebut,
dan menyimpannya di tempat yang tidak bisa
saya raih.






Kejadian mengenai semangka itu secara tidak langsung
saya ingat sampai sekarang,
dan jujur saja...
membawa rasa pahit yang bisa saja berdampak tidak baik
untuk masa depan saya.
Bermula dari hal itu,
setiap kali nenek dan kakek mempunyai makanan,
saya tak berani mengambilnya ataupun mencoba memintanya...
ada rasa takut ditolak dan tentu saja...
masih sakit hati sekaligus terheran-heran akibat
beberapa potong semangka merah tanpa biji.
Walaupun di hari-hari berikutnya,
mereka sering menawarkan makanan hanya untuk
sekedar berbasa-basi.
tapi secara otomatis saya menolaknya,
seperti sudah ada rasa penolakan dari dalam.
Nenek orangnya suka bergosip,
hampir setiap hari ada temannya menelfon ke rumah,
kemudian mereka membicarakan tentang kekurangan atau musibah
yang menimpa orang lain.
Tanpa bermaksud untuk mendengarkan,
tapi...suara nenek volumenya sangat keras dan bernada tinggi,
sehingga saya pun tak bisa mendengarkan suara TV,
jadi tak heran,
apapun yang dibicarakan, terdengar oleh siapa saja
yang ada di dalam rumah.
Kegemarannya untuk bergosip,
tidak hanya lewat telfon,
setiap kali selesai ibadah di gereja nenek selalu
pulang terlambat,
karena menyempatkan untuk membahas mengenai keluarga,
kehidupan percintaan, bahkan kehidupan seksual orang lain.
Selain gemar membicarakan kehidupan pribadi orang lain,
ada satu lagi kegemarannya, yaitu berdandan,
bahkan dulu nenek pernah ikut lomba merias wajah
tanpa melihat kaca, dan meraih juara 3.
Sampai usia lanjut nenek masih suka berdandan,
bahkan sampai di tahun ini,
menginjak umurnya yang ke 90 tahun,
tangannya masih lincah mengoleskan foundation,
menyapukan bedak, lipstik, dan pemerah pipi.
Sewaktu kecil,
saat saya akan pentas di acara 17 agustusan, nenek selalu
menawarkan diri untuk meriasi wajah,
namun saya tak pernah mau.
Dulu,
saya tak bisa menjelaskan mengapa tak pernah mau
setiap kali nenek dan kakek menawarkan makanan atau
bantuan.
Berbeda dengan kini, setelah dewasa...
kurang lebih saya tahu bahwa
ada kepahitan di dalam hati
yang membuat saya sangat menjaga jarak dengan mereka,
terutama nenek.
Cucu kesayangannya adalah kakak sepupu saya,
anak dari kakak tertua ayah,
nenek menganggapnya seperti anaknya sendiri,
apapun akan diberikan untuknya,
hhmmm menerima perlakuan yang dibedakan sejak kecil
itu sangat sesuatu.
Kira-kira saat saya duduk di kelas 4 SD,
hampir setiap hari nenek bertengkar dengan kakek,
berteriak, melotot, dan membanting barang-barang,
tak jarang juga nenek menangis.
Itu semua,
karena nenek menangkap basah
perselingkuhan kakek dengan seorang wanita muda,
yang dilakukan di hotel.
Saya tak betah berada di rumah,
kalau mereka bertengkar suasananya panas, penuh teriakan,
penuh kalimat-kalimat menjatuhkan, saling menuduh dan menyalahkan,
tapi anehnya...
dalam lubuk hati, saya merasa senang,
sepertinya kakek turut membalaskan luka hati
saya yang terpendam sejak kecil.
Bertahun-tahun setelah itu,
keadaan masih sama, nenek masih mengungkit-ungkit
masalah yang sama,
meskipun kakek sudah tak pernah pergi ke hotel lagi.
Oh ya,
salah satu hal lagi yang tidak wajar dari nenek adalah,
dia tak pernah tersenyum,
sekalipun ada lelucon yang menyentuh rasa humornya,
dia hanya tersenyum tipis, bukan tertawa terbahak-bahak,
bahkan di ysianya yang sudah 90 tahun,
nenek masih sangat jarang tersenyum.
Entahlah,
mungkin nenek juga menyimpan kepahitan yang
sangat dalam,
sampai-sampai perilaku dan kata-katanya
mengeluarkan dan mengakibatkan kepahitan juga.
Menerima perlakuan yang seperti itu,
dari hari demi hari,
bulan demi bulan,
tahun demi tahun...
menjadikan saya tak pernah mau dekat dengan nenek,
walaupun kami tinggal satu atap,
dan sialnya atap itu adalah miliknya bukan milik ayah.
Syukurlah sejak SMU,
saya sudah pergi dari situ, tinggal diluar kota
untuk menuntut ilmu,
ya paling tidak saya tak harus bertemu dengannya,
beradu pendapat, rebutan channel TV,
saya sering bertanya dalam hati,
apa nenek saya adalah titisan dari nenek lampir?
yang suka mengintimidasi, mengancam anak kecil.






Semakin saya bertumbuh dewasa,
kepekaan yang ada di dalam hati juga semakin berkembang.
Sedikit demi sedikit,
saya sadar penuh dan berani mengambil kesimpulan,
bahwa nenek mengasihi cucu-cucunya,
terlebih lagi kakak sepupu saya.
Menerima dengan ikhlas,
sebuah kenyataan yang mana,
saya mendapatkan porsi kasih sayang yang lebih sedikit,
itu sangat menyakitkan,
dan butuh waktu lama untuk berdamai dengan diri sendiri
yang merasa terintimidasi, serta tak dikasihi.
Sembari menuliskan cerita ini,
sembari saya mengingat-ingat, apa saja yang turut
membentuk karakter yang saya miliki
hingga kini.
Kalau melihat,
seorang wanita tua, yang usianya 90 tahun,
badannya pendek, kulitnya sudah mengeriput di seluruh bagian,
langkah kakinya sudah tak selincah sewaktu muda dulu,
rasanya sedih juga.
Disaat saya mencoba untuk menerima dan mengampuni
perlakuannya di masa lalu,
disaat itu juga saya diuji,
dengan kebawelannya, kecerewetannya,
tanya ini, tanya itu, yang mana saya merasa
pertanyaan yang dilontarkan itu bersifat mengintimidasi.
Untunglah,
saya tak terlalu sering pulang ke rumah,
dengan begitu,
saya tak terlalu sering bertemu muka dengan wanita
yang telah membesarkan ayah.
Kini,
saya selalu ingat membelikannya satu atau dua potong
cake cokelat,
itu merupakan makanan kesukaannya.
Mungkin ada dari anda yang pernah atau sedang
mengalami hal yang sama,
dibedakan, disisihkan, diperlakukan tak adil,
dan lain sebagainya.
Kabar buruknya adalah,
hal itu memang sangat bisa membawa dampak buruk
bagi masa depan,
karena kepahitan yang dialami itu mengakar kuat,
dab bertumbuh pesat.
Namun...kabar baiknya adalah,
pribadi yang mengalami bisa menyembuhkan
diri masing-masing,
Menyembuhkan, atau melakukan sendiri
proses penyembuhan luka batin,
bisa dengan berbagai macam cara,
salah duanya adalah dengan,
mendekatkan diri pada Sang Pencipta, dan mau mengampuni.
Saya kira,
tak ada yang setuju bahwa kedua hal tersebut
bisa dilakukan dengan mudah,
tapi bukan berarti mustahil untuk dilakukan.
Kalau saya dan anda,
melangkah pada satu tujuan yaitu menyembuhkan
luka batin tersebut,
dan berkeinginan kuat untuk sembuh,
saya rasa alam pun pasti turut membantu.
Luka tersebut bila dibiarkan akan menggerogoti
sukacita dan semangat,
sangat disayangkan,
karena manusia pada hakekatnya diciptakan,
dan diperlengkapi dengan akal budi
untuk tujuan yang baik juga mulia.
Melakukan tujuan baik, menjadi berguna bagi sesama,
takkan bisa dilakukan dengan maksimal,
tanpa menyembuhkan luka batin terlebih dahulu.
Yang bisa mendeteksi,
luka tersebut sudah sembuh total atau masih setengah kering,
adalah pribadi masing-masing
yang mengalaminya.
Bila saya dan anda sudah berhasil
memulihkan keadaan diri sendiri,
itulah saat yang tepat untuk berbagi banyak hal baik
pada sesama.
Karena  sudah terbebas,
maka kita juga bisa membebaskan.
Hidup cuma sekali,
persediaan nyawa kita juga cuma satu,
mari bahu membahu menjadikan hidup kita,
dan hidup sesama menjadi lebih baik lagi,
saya bisa, dan saya yakin anda juga :)




Wednesday, May 7, 2014

Sama dan saling cinta

Hari ini sepertinya adalah waktu yang pas
untuk bepergian,
cerah dan sekaligus hari libur...
saya dan Mr.PM memutuskan untuk
mencoba pergi ke Semarang.
Perjalanan ke Semarang hanya memakan waktu
kurang lebih satu jam dari Salatiga,
karena saya menggunakan sepeda motor, jadi bisa
melaju lebih cepat dan menerobos kemacetan.
Saya bersama Mr.PM tetap bersemangat melanjutkan
perjalanan,
walaupun hari itu panas matahari begitu menyengat
diatas kepala.
Sepanjang perjalanan saya mengamati sisi kanan dan kiri,
banyak kendaraan besar yang menjadi rekan seperjalanan,
bus kota, sampai truk pengangkut barang yang ukuran besarnya
melebihi rumah kontrakan,
yang asap knalpotnya sangat memicu timbulnya
polusi udara.
Sesampainya di Semarang, saya membuka kaca helm
yang selama perjalanan tadi terpaksa ditutup
untuk meminimalisir asap yang masuk,
ah...saya suka aroma yang keluar dari kota ini,
perpaduan antara panas menyengat, aspal, dan
bau pusat-pusat perbelanjaan,
saya menyebutnya dengan aroma kota besar.
Tujuan pertama kami adalah paragon mall,
yang memakan waktu 30 menit dari pinggir sampai
ke tengah kota,
semestinya bisa lebih cepat namun karena...
hari itu adalah tanggal 4 mei 2014 masih digelar
perayaan besar-besaran dalam rangka ulang tahun
kota Semarang sehingga jalanan menjadi macet.
Jadi kami harus bersabar dan lebih berhati-hati untuk mengemudi,
hingga sampai di tempat tujuan.
Setelah beres dengan urusan parkir,
saya dan Mr.PM bergandengan tangan memasuki mall 5 lantai
tersebut,
ah angin panas khas kota Semarang menyambut kami berdua,
semilir namun udara yang berhembus panas seperti
hembusan asap dari nasi putih yang baru matang.
Begitu masuk,
yang saya lihat hanyalah lautan manusia yang sibuk berbelanja,
dengan teman, pasangan, keluarga,
dan memang saya akui minggu ini mall lebih ramai dibandingkan
hari-hari biasa.
Mungkin,
ini karena efek ulang tahun kota Semarang, atau karena
masih tanggal muda dan akhir pekan,
dirasa waktu yang pas untuk pergi berbelanja,
dan makan mewah :)
Tanpa berpikir panjang,
saya dan Mr.PM langsung naik ekskalator ke lantai 4,
dan mengurus keperluan untuk
tiket nonton bioskop elektrik,
yang bisa dipesan lewat handphone, sangat memudahkan,
namun harus melakukan registrasi terlebih dahulu.
Ah, tempat nonton bioskop ini memberi kenyamanan lebih,
lantainya beralaskan karpet lembut warna cokelat,
begitu masuk area ini...bau harum pewangi ruangan sangat
semerbak, dan dijuga suhu pendingin ruangan
yang membuat betah berlama-lama berada disini.
Belum selesai mengurus registrasi ulang,
dari kejauhan....ada seseorang yang sangat ku kenal...
datang dengan senyum yang mengembang....






Dan pemilik senyuman itu adalah Tobby,
saya sudah mengenalnya 6 tahun terakhir,
kami dekat layaknya kakak perempuan dan adiknya.
Dia menyambut saya dan Mr.PM dengan sangat
antusias,
seolah-olah kedatangan saya sudah lama dinanti-nantikan.
Hari itu Tobby memakai kaos berwarna hitam, dihiasi
gambar tengkorang di bagian depan,
lalu memakai celana warna hijau toska,
dengan rambut berwarna-warni dia melangkah penuh
percaya diri,
walaupun secara terang-terangan ada beberapa orang
yang melempar pandangan ke arahnya.
Saya sudah tak heran dengan gaya berpakaian dan gaya rambutnya,
karena memang..
Tobby suka bereksperimen dengan kedua hal diatas,
ditambah lagi dengan tinggi dan berat badan ideal,
dia semakin sedap dipandang bagi para wanita maupun pria.
Sebagai anak terakhir dari 5 bersaudara,
bisa dibilang Tobby sangat mandiri,
dia bekerja di salah satu koperasi di Semarang.
Tugas kesehariannya adalah
berkeliling dari pintu ke pintu untuk menawarkan produk
seperti tabungan, pinjaman
dengan sepeda motor milik kantor.
Panas dan hujan, dia terobos demi meraih sesuatu yang lebih,
karena dengan gaya hidip yang konsumerisme,
Tobby mau tak mau harus bekerja keras,
demi memuaskan dirinya sendiri,
dan juga membantu keluarganya.
Sejak kuliah,
prestasi Tobby memang diakui bagus,
dia lulus tepat waktu dengan nilai yang bagus.
Tak butuh waktu lama untuk mencari kerja,
maka...sejak diterima kerja di Semarang,
dia memilih untuk meninggalkan kota kecil seperti Salatiga,
dan mencoba peruntungan di kota yang lebih besar.
Dengan etos kerja yang dimilikinya,
Tobby bisa bertahan hidup,
walaupun sempat berpindah-pindah tempat kerja.
Keadaan mall paragon yang penuh sesak,
seakan mengharuskan kami mencari tempat untuk dudik dan berbincang.
Sembari menunggu jam makan siang,
kami bertiga menikmati minuman dingin di sebuah kedai kecil,
di lantai dasar mall paragon,
kami duduk dan menikmati pemandangan sekitar,
toko-toko yang dipadati orang-orang memilih barang,
entah pada akhirnya dibeli atau tidak,
yang jelas hari itu mall sangat penuh kecuali toko buku.
Akhirnya, Tobby mengusulkan untuk pergi ke mall lainnya,
siapa tahu tak sepadat ini,
dan bisa berjalan-jalan.
Sekali lagi kami harus menghadapi panasnya sinar matahari
siang itu,
dari mall paragon menuju mall citraland hanya membutuhkan
waktu 20 menit,
karena kami naik motor jadi bisa melewati gang-gang tikus yang dipenuhi
oleh rumah penduduk.
Akhirnya,
sampailah kami di tempat yang dituju...







Mall ciputra jauh lebih besar dibandingkan dengan
mall paragon,
namun disini tak memiliki pendingin ruangan yang cukup memadai,
udara di dalam mall terasa panas.
Secara tak sengaja kami juga bertemu Robby dan keluarganya,
sedang berdiri di suatu sudut pusat perbelanjaan ini.
Bisa dibilang,
Robby adalah teman terdekat Tobby selama
2 tahun terakhir ini.
Berbeda dengan Tobby,
Robby memiliki postur tubuh yang lebih pendek, lebih gemuk,
dan warna kulitnya lebih gelap.
Caranya berbicara sangat lemah gemulai,
rambutnya berwarna merah keunguan,
matanya memakai kotak lensa berwarna biru muda.
Robby bekerja di sebuah toko besi,
yang mana pekerjaannya adalah
berkeliling dari pintu ke pintu untuk mendapatkan
proyek.
Robby asli dari Semarang, namun dia memilih tinggal
bersama Tobby di sebuah rumah kost,
di perumahan Semarang Indah.
Dulu,
saat pertama kali Tobby mengenalkan Robby pada saya,
keduanya tidak malu-malu,
mereka tak segan menunjukkan keakraban di depan saya.
Seperti Tobby,
demikian Robby juga memberi perhatian kepada saya
layaknya kepada saudara perempuannya.
Dimana ada Tobby disitu juga ada Robby,
hampir di setiap kesempatan mereka habiskan berdua,
bahkan kedua keluarga masing-masing juga
sudah bertemu dan berkenalan.
Saya melihat Robby begitu perhatian pada Tobby,
apa yang menjadi keperluan dan keinginan
Tobby selaku diutamakan.
Tak heran,
kebersamaan mereka sering dipandang aneh oleh beberapa orang.
Dua pria tampan, berpakaian rapi,
kemana-mana selalu bersama,
yang satu pendiam,
yang satu lagi lebih cerewet, ceria, dan melambai.
Saat berhadapan dengan mereka berdua,
saya tahu mereka punya ikatan yang
tanpa bertanya pun saya tahu jawabannya.
Mungkin alasan kuat mengapa mereka nyaman
bersahabat dengan saya,
adalah...saya tak pernah bertanya,
namun memberikan kebebasan pada mereka yang menceritakannya.
Dari situ,
Tobby lebih banyak bercerita sekaligus minta nasehat,
tentang keluarga, pekerjaan dan Robby.
Tentu saja nama yang saya pakai adalah nama samaran,
tapi tidak dengan kisahnya...
kisahnya nyata, dan mungkin ada dari anda yang mengalaminya juga.
Saya menganggap ini bukan hal yang menakutkan
dan perlu dihindari,
selama tak memberi pengaruh buruk bagi diri kita sendiri.
Kisah seperti Tobby dan Robby,
adalah satu dari berjuta kisah yang ada di dunia,
kisah tentang cinta, untuk siapapun yang menjalaninya,
cinta tak pandang bulu,
justru manusialah yang membedakannya.
Walaupun sebenarnya dari dulu banyak
yang bertanya,
siapa Tobby bagi Robby atau sebaliknya.
Mereka juga sama seperti kita,
manusia dengan 2 tangan, 2 kaki, 2 mata.
Saya berpikir,
cinta itu seperti keyakinan dalam hati,
dan itu hanya pribadi bersangkutan yang memahami.
Saya dan anda akan sangat sulit untuk bisa mengerti,
atau bahkan tak bisa sama sekali,
karena tempatnya di dalam hati.
Setiap pribadi memiliki
keyakinan,
yang menjadi dasar perbuatan juga perkatannya.
Sama atau beda,
namanya tetap cinta,
suka atau tidak mereka tetap memilih untuk bersama.
Saya yakin tak ada yang suka bila
harus meyakini sesuatu dengan terpaksa,
semoga kita memilih keyakinan tersebut dengan sadar,
apapun pilihannya...
pilih dengan bahagia, agar dunia tetap penuh dengan cinta.


Friday, May 2, 2014

Saya suka membaca

Suara sepeda motor honda grand astrea tahun 1900 an itu
sudah tak asing lagi di telinga...
begitu memasuki halaman rumah,
saya langsung bisa menebak....siapa pengemudinya dan
untuk apa dia datang kesini.
Pak Topo nama pengemudi motor tersebut,
yang setia setiap minggu mengantarkan majalah bobo,
dan mentari...saya
selalu menyambut kedatangannya dengan riang gembira.
Dua majalah baru sekaligus datang,
yay!
segera saya robek pembungkus plastiknya...
dibolak-balik halaman yang penuh dengan warna-warni,
menarik sekaligus membuat saya...
terkagum-kagum.
Apalagi kalau dua majalah tersebut sedang dilengkapi bonus,
entah itu pencil, penggaris, pembatas buku, atau mainan,
semakin tak sabar rasanya...
membuka plastik pembungkus,
dan mencari tahu apa saja yang ada di dalamnya.
Sebenarnya ide untuk berlangganan majalah,
datang dari ibu...
mungkin beliau mau anaknya dapat asupan pengetahuan
yang positif dan berguna.
Saya menyambut ide tersebut dengan semangat,
pasti menyenangkan berlangganan majalah,
bisa melihat gambar-gambar menarik lainnya,
selain di televisi.
Ah jadi aku bisa cerita dengan teman-teman yang lain,
tentang majalah-majalah yang aku punya...
menarik bukan?!
Uhm..tokoh-tokoh yang melekat di pikiran sampai sekarang,
yaitu para tokoh dari negeri dongeng,
ada okky, nirmala, ratu,
okky yang bajunya berwarna hijau rumput,
dia jahil, dan rasa penasarannya sangat tinggi,
seringkali dia melakukan kenakalan yang membuatnya
kakaknya jengkel.
Nirmala....adalah sosok putri cantik, memakai gaun panjang
berwarna pink, rambutnya kuning dan memakai bandana melingkar
di kepalanya,
dia digambarkan sebagai sosok yang baik hati, suka menolong,
dan mempunyai ilmu sihir yang digunakan
untuk menolong orang lain.
Ah, betapa menyenangkan ternyata aku masih ingat sebagian
kecil cerita tersebut.
Tokoh lain yang masih bisa saya ingat,
adalah bobo sekeluarga,
bapak, emak, bobo, coren, upik, dan mereka punya
satu bibi bernama bibi tutup pintu,
dulu cerita-cerita seperti itu sangat menarik untuk saya.
Belum lagi gambarnya yang full colour,
membuat betah berlama-lama membacanya.
Dalam satu majalah anak-anak,
sebenarnya tidak hanya cerita saja yang disuguhkan,
ada juga pengetahuan alam, sosial,
lalu teka-teki silang, dan lain sebagainya,
namun saya cenderung...
hanya tertarik membaca cergam a.k.a cerita bergambar,
dan melihat-lihat gambar-gambar menarik lainnya,
tanpa mau membaca keterangannya,
keterangan gambarnya disusun dalam kalimat
yang panjang,
saya terlalu malas untuk membacanya,
gambarnya saja sudah bisa dinikmati, buat apa susah payah
membaca keterangannya juga.







Itulah masa lalu dengan majalah anak-anak di masa kecil,
waktu berlalu...
dan saya beranjak dewasa..
Masa remaja adalah masa dimana kita sadar akan
kehadiran dan pesona dari lawan jenis,
alias umurnya untuk mengidolakan dan naksir.
Pada masa itu saya sedang mengidolakan satu vocal group barat, dan satu
vocal group asia.
Kemunculan mereka di televisi mutlak harus ditonton,
dan volume TV harus dimaksimalkan.
Hampir setiap pulang sekolah,
saya bersama teman mampir ke sebuah kios majalah,
untuk membeli majalah, koran yang membahas
tentang group idola.
Tak peduli berapa uang yang ada di saku seragam sekolah,
pokoknya saya harus beli segala sesuatu
yang berhubungan dengan mereka-mereka itu,
sekelompok pria bule dan asia yang tampannya super!
Tak perlu pikir panjang, kalau uang saku habis tinggal minta saja
ke ibu...
beres kan masalahnya.
Mulai dari majalah, koran, khusus saya beli,
hanya demi memuaskan mata,
cerita atau keterangan gambar tak penting,
yang penting gambarnya, posternya, dan bonus-bonus yang
ada dalam majalah itu.
Wah, tanpa saya sadari...begitu lulus SMU...
begitu banyak majalah dan koran yang menumpuk,
berdebu, bahkan ada beberapa gambarnya yang sudah rusak.
Waktu di bangku kuliah,
saya habiskan dengan mencoba berhura-hura,
berbelanja dan sering pergi keluar kota.
Sehingga kamar kost mirip gudang penyimpanan,
akibat dari...sering membeli barang yang tidak penting.
Sekitar tahun 2008 saya mulai lagi membeli buku dan membaca,
judul bukunya adalah chicken soup,
ada beberapa edisi dan aku cukup tertarik pada buku itu.
Pada cover depan buku selalu ditulis,
beberapa kisah yang membangkitkan semangat,
and bla bla bla,
jadi buku-buku chicken soup berisi tentang pengalaman
orang lain, bagaimana mereka hidup, menghadapi masalah,
bangkit dari keterpurukan,
dan ditambah dengan kalimat-kalimat motivasi yang
ada disana.
Lama-kelamaan jadi bosan dengan buku tersebut,
uhm..rasanya...
saya membutuhkan sesuatu yang lebih...
lebih dari sekedar pengalaman orang lain, lebih dari sekedar
kalimat-kalimat penghiburan.






Saya mulai melirik buku-buku lain....
misalnya saja tentang petualangan seseorang,
pergi ke suatu negara, suatu museum, suatu restoran,
ternyata yang seperti itu juga sangat menyenangkan
untuk dibaca.
Sejak dulu memang saya suka pelajaran
IPS dan geografi,
namun entah karena cara guru menerangkan tidak bagus,
atau saya yang terlalu malas untuk mencari tahu lebih,
yang jelas pengetahuan tentang pulau-pulau itu sangat minim.
Padahal sama-sama pulau Jawa,
namun saya tak mengerti dengan detail,
dan (dulu) malas untuk belajar,
masa bodoh dengan itu semua! yang penting saya tinggal
di suatu tempat yang nyaman, dan suatu hari nanti saya akan
tinggal di kota besar, yang ada banyak mall.
Tentang daerah dimana saya berasal, tinggal, ada apa saja disana,
apa ada peninggalan sejarah, apa hasil buahnya,
makanan lokal, tempat-tempat yang bisa dikunjungi,
saya tak tahu karena tak ada keinginan untuk mencari tahu.
Berbanding terbalik dengan keadaan sekarang....
yang mana...
Buku-buku motivasi, petualangan, novel percintaan,
pembunuhan, kisah nyata, sejarah politik,
rohani, saya lahap semuanya.
Menemukan kecintaan terhadap membaca itu seperti
bertemu seseorang yang tak disangka-sangka,
dari sifat yang malas mencari tahu, malas membaca dan tidak kritis,
saya menjadi begitu haus dengan pengetahuan.
Memang banyak hal yang bisa didapatkan dari sekolah,
tapi itu sangatlah dangkal,
seperti misalnya belajar tentang 5 gunung tertinggi di Indonesia,
terletak dimana saja? lalu seperti apa daerah yang terletak
di kaki gunungnya? lalu masih aktif atau sudah dinyatakan
non aktif? apa sudah pernah ada yang mencapai puncaknya?
saya merasa guru-guru juga tak sedemikian detail belajar dan
mencari tahu,
sialnya kita mendapat guru yang semacam itu.
Nah, menurut saya....
membaca adalah guru yang hebat,
memperkenalkan hal baru, menguak fakta,
dan merekam lewat tulisan hal atau moment yang pernah terjadi.
Membaca akan memperkenalkan hal baru tentang sesuatu,
kalau masih ingin tahu lebih, kita tinggal membeli buku
yang berkaitan dengan hal itu.
Menguak fakta tentang sesuatu,
yang mungkin informasinya kurang lengkap disampaikan
oleh reporter televisi atau media cetak,
bisa kita dapatkan versi lengkapnya pada buku.
Membaca tidak bisa dipaksa atau hanya ikut-ikutan trend belaka,
kemauan untuk membaca akan timbul dari dalam hati,
dan...
kalau memang ditakdirkan sebagai pembaca...kita akan selalu rindu
mendapat pengetahuan baru.
Orang yang suka membaca disebut pembaca,
tipe pembaca ada banyak,
kalau saya adalah tipe pembaca kritis, yang selalu
ingin tahu lebih tentang hal-hal yang membuat penasaran.
Dengan membaca kita bisa tahu lebih banyak,
dan tidak sekedar menebak-nebak, membahas, menulis,
sesuatu yang tidak benar,
pantas saja ada pepatah bilang...
bahwa buku ada jendela dunia.
Karena dengan membaca saya dibawa terbang jauh,
ditempat yang tak pernah terduga,
dan membawa kembali pulang pencerahan yang
menerangi hati dan jiwa.
Selamat membaca :)