Saturday, November 16, 2013

rumah burung dara di sinar pattimura

saturday, November 16, 2013



Salatiga hati beriman....
Kota yang berada ditengah-tengah Surakarta dan Semarang ini,
memang bukan kota asalku,
jadi tinggal dikost adalah pilihan utama.
Seingatku selama kurang lebih 10 tahun tinggal disini,
totalnya 5 kali berpindah tempat kost.
Hidup ngekost bukanlah hal baru,
karena sejak SMU aku sudah indekost juga di Malang.
Ngekot mempunyai seni tersendiri,
dengan teman-teman juga pemilik kost.
Kapan-kapan aku akan bahas secara kebih detail
tentang hal ini;)




Btw, kost yang terakhir aku tinggali,
terletak di jalan tentara pelajar no:11.
Sebuah rumah milik pensiunan dosen ekonomi.
Kurang lebih 22 anak kost yg ada didalamnya,
membawa kunci kamar, kunci gerbang 1 dan 2.
Maklum, untuk masuk ke rumah kost itu,
ada 2 gerbang yang harus dilewati.
Gerbang pertama yaitu pagar yang dicat warna hijau tosca,
Gerbang kedua pembatas antara halaman dan tempat parkir anak kost.
Tapi bukan gerbang pintu cinta, haha!
Karena bapak kost lebih memilih untuk
sering berada dirumah anaknya diKudus,
maka hanya ada ibu kost dan satu pembantu yang sudah 12 tahun mengabdi dirumah itu.
Namanya mbak Sri, berusia 45 tahun.
Ibu kost sendiri namanya Iztiqomah,
tapi sering dipanggil bu Luhur ( berasal dari nama suami).
Ibu kost berusia kurang lebih berusia 65 tahun,
rambutnya dibiarkan putih alami tanpa sentuhan pewarna sedikitpun.
Dia tak mau memboroskan uangnya untuk membeli semir rambut tiap bulan.
Kegiatannya dari hari ke hari yaitu turut membantu mengurus kost,
dia sering membantu mencucikan baju-baju anak kost,
menyeterika,
bahkan air minum yang kami minum sehari-hari itu,
hasil jerih payah ibu kost.
Merebusnya tiap malam,
aku membayangkan, bila aku jadi dia.... di hari tua,
takkan mau melakukan hal yang bisa membahayakan diri sendiri.
Cukup pesan air mineral yg dijual dipasaran, jauh lebih mudah dan yang jelas.
Jelas, dia berpikir bahwa merebus sendiri jauh lebih hemat.
Diusia yang sudah 65 tahun dia tak perlu susah payah mengangkat berember-ember air panas tiap malam.
Tapi itu akan tetap menjadi pilihannya,
karena dia tak mau membayar lebih untuk membeli air mineral,
atau untuk sms mas penjual aqua.
Bedanya sangat tipis bukan, antara hemat dan pelit ;)
Selama 6 bulan aku tinggal dirumah kost itu, mungkin hanya 2 atau 3 kali bertemu bapak kost.
Sebenarnya bapak kost lebih asyik orangnya,
tak suka mencampuri urusan pribadi anak-anak kost,
tak pernah menggeledah kamar per kamar, tidak seperti yang dilakukan oleh ibu.
setiap kali aku pulang kost agak larut ( menurutnya )
ibu kost selalu memberondong aku
dengan pertanyaan-pertanyaan seperti...
"kok jam segini baru pulang mbak?"
"darimana aja mbak?"
"kok seharian nggak kelihatan, baru pulang malam ini?"
ok, mungkin itu sebagai rasa perhatiannya dia untuk kami anak-anak kost.
Tapi kalau hampir tiap hari selalu dicerca pertanyaan yang sama,
aku berpikir...
perhatian dan mau tahu urusan orang lain,
itu juga sangat tipis bedanya.
huft!
Belum lagi kalau kami pergi beraktivitas,
dia sering menggeledah kamar kami satu per satu,
dengan dalih, meneliti apa ada listrik yang belum dimatikan.
Yang lebih parah, dia sering membaca slip gaji anak kost,
dan membicarakannya dengan mbak Sri.
Ibu kost juga sering menggeledah lemari pakaian kami,
dan itu juga menjadi topik rumpiannya,
siapa yang rapi, siapa yang berantakan.
Siapa yang punya banyak camilan,
and kamar mana yang nampaknya anak orang kaya.
Want to know banget sih...




Shit!
tindakan-tindakan ibu kost memang bukan tindakan kriminal,
tapi sangat menyebalkan.
Mungkin karena aku sering mengeluh lewat telfon pada ibu ku dirumah,
beliau menyarankan untuk kontrak rumah.
Awalnya aku sangat galau,
what? kontrak rumah? pasti mahal, lalu harus cari kemana?
aku tinggal dengan siapa?
Ibu terus mendukungku dan menasehati agar tak terlalu khawatir,
dan lebih baik segera mencari jalan keluar untuk
pindah dari rumah kost bu Luhur.
Daripada aku sudah merasa tidak nyaman,
namun tetap menaksakan untuk tinggal.



Bukan kebetulan juga,
salah satu teman diradio yang sebelumnya kontrak, sekarang dia sudah memiliki rumah sendiri.
Dia akan menikah dan sudah tinggal dirumah baru.
Kontrakan yang lama kosong,
dia menawarkan agar aku melanjutkan masa kontrak tersebut.
Sebenarnya, aku sudah sering berkunjung kesitu,
karena keponakannya adalah murid les ku,
paling tidak seminggu dua kali aku berkunjung kesana.
Jadi aku sudah tak asing dengan lingkungan sekitarnya.
Letaknya kurang lebih 1 kilometer dari ramayana mall.
Diperumahan ini hanya ada 20 rumah kecil,
suasananya tenang, dan masih sejuk karena terletak didekat sawah.
Mewah a.k.a mepet sawah.



Perbincangan dengan tante pemilik rumah kontrak ini hanya 2 kali saja,
perjumpaan pertama untuk berkenalan,
menyerahkan fotocopy kartu identitas,
perjumpaan kedua untuk pembayaran.
Done!
Resmi sudah aku menempati rumah kontrak,
rumah kecil dengan 2 kamar, satu kamar mandi,
berisi bak mandiyang cukup besar dan toilet jongkok.
Satu ruang serbaguna, yang semestinya menjadi ruang tamu,
Tapi aku gunakan untuk apa saja,
untuk ruang tamu, ruang belajar, ruang makan.
Aku tinggal sendiri dirumah ini,
satu kamar khusus untu barang-barang seperti baju, buku, tas, alat-alat makan, satu kamar lagi untuk kamar tidurku.
Per kamarnya berukuran 2 × 3meter.
Kecil memang,
tapi sudah sangat cukup untuk ditinggali sendirian.



Pernah sekali orang tuaku berkunjung ke rumah kontrak,
mereka menginap di hotel,
lalu ingin melihat kondisi diperumahan tempat aku mengontrak.
Ibu ku berkomentar rumah ini seperti rumahnya burung dara.
how come?????
rumah ini memang unik, tidak memiliki halaman, dan untuk masuk ke pintu utama, harus menaiki 3 biji anak tangga yang tebal-tebal.
Rumah ini seperti rumah panggung,
berada diatas, dan berukuran kecil
Maka dari itu ibuku menamainya rumah burung dara.



Hhhmmm....
harga kontrak per tahun untuk rumah ini cukup murah.
5 juta pertahun,
sedangkan tiap bulan harus membayar iuran sampah dan keamanan seharga 25 ribu rupiah.
Untuk biaya listrik dan air, hanya 50ribu rupiah.
Wajar banget, karena tak ada lemari es, televisi, dispancer, hairdryer.
Air hanya aku gunakan untuk mandi,
gosok gigi, mencuci baju dan motor.
Sangat hemat dibandingkan dengan membayar kost yang perbulannya mencapai 500 ribu rupiah.
Ada satu hal yang tak bisa dibetikan oleh tempat kost, yaitu privasi.
Selama 9 tahun aku berganti-ganti tempat kost,
tak pernah kumiliki privasi yang seperti diberikan oleh kontrakan.
Meskipun hanya rumah kecil, tak ada sofa, tak ada shower dan toilet duduk.
tapi aku menikmati kesendirianku,
Dengan suasananya yang tenang bisa membaca, menulis, belajar, dan bersyukur tentang banyak hal.
Maka disinilah aku tinggal,
diperumahan sinar pattimura,
dengan satu fasilitas mewah, yang disebut privasi :)




No comments:

Post a Comment