Wednesday, January 29, 2014
Stop complaining
Musim panas di dataran tinggi,
memang sangat luar biasa.
Luar biasa panasnya,
sampai saya jadi malas untuk keluar rumah.
Tidur di kasur pun terasa panas,
keringat mengucur dengan derasnya.
Kalau tidur di lantai...
pasti besoknya langsung sakit,
iihh serba salah deh!
Walaupun Salatiga terkenal dengan hawa sejuknya,
tapi nggak banget saat musim panas tiba.
Matahari bersinar terang,
sampai jam 5 sore.
Ampun panasnya, luar biasa,
bikin bete!
Sehabis mandi pagi sebelum berangkat beraktivitas,
adalah saat yang berat bagi saya...
Bagaimana tidak..
keringat terus mengucur dan saya tetap harus berjuang pula
mengoleskan beberapa jenis cream untuk wajah.
Itu adalah keharusan,
kalau nggak pakai cream, wajah saya tidak bisa terkena sinar
matahari siang,
sedangkan tetap pakai cream di saat wajah berkeringat
juga nggak enak.
Saya bingung harus gimana,
alhasil tetap saja saya pakai semua cream
dengan menggerutu setiap menit...
apa harus sih sepanas ini?!
Mandi 4 kali dalam satu hari,
saya rasa nggak cukup.
Setiap malam selalu ingin mandi,
atau berendam di bath up yang
ada potongan es batunya.
Saya susah payah menahan diri untuk nggak minum dingin,
minuman pakai es atau yang didinginkan di kulkas.
Belum lagi musim kemarau...
membuat telapak kaki saya pecah-pecah
bahkan rasanya perih.
Harus pakai lotion khusus telapak kaki,
untuk menyembuhannya.
Musim hujan juga nggak kalah merepotkannya
dengan musim kemarau.
Jelas,
jemuran baju susah kering, bisa 2 sampai 4 hari.
Apalagi celana jeans, jacket, selimut, handuk,
sulit kering dan mengeluarkan bau tak sedap.
Secara yang saya miliki adalah motor,
jadi setiap kali musim hujan
selalu kena guyuran hujan yang
membuat kesehatan menurun.
Saya bukan tipe orang yang suka pakai
jas hujan, ribet ah...
belum lagi kalau nyangkut di ban motor
malah bikin celaka.
Ditambah lagi,
saya alergi terhadap air hujan,
begitu kena air hujan pasti langsung
gatal-gatal.
Selain tubuh,
wajah saya juga alergi terhadap air hujan,
kebetulan akhir-akhir ini Salatiga masih sering hujan,
jadi wajah saya sering memerah dan gatal :(
Musim hujan bikin kebiasaan diet jadi nggak beraturan,
udara yang dingin banget gitu
bikin saya sering blingsatan nyari camilan.
Apapun jenis camilannya,
kalau musim dingin gini rasanya tetap enak.
Dan lagi,
kalau musim hujan...
lubang-lubang di jalan raya tergenang oleh air,
mesti waspada atau akan terjebak.
Jalanan becek, berlumut, licin,
bikin kepleset.
Beribu bahkan berjuta alasan yang bisa
membuat saya mengeluh.
Yang paling klasik adalah tentang cuaca,
dengan anggapan kalau saya mengeluh,
keadaan bisa berubah.
Musim kemarau sebenarnya nggak segitu buruknya,
jemuran pasti kering,
entah itu handuk, selimut, jaket,
dijemur beberapa jam saja sudah kering.
Saya suka mencuci motor saat musim kemarau,
motor bersih dan nggak terkena lumpur.
Begitu juga sebaliknya,
musim hujan itu mengeluarkan hawa dingin...
yang membuat tidur lebih nyenyak.
Diatas semua itu,
bagaimana mungkin saya bisa mengatur cuaca.
Kapan musim hujan berhenti atau mulai,
demikian juga dengan musim panas.
Kalau dipikir-pikir lagi memang konyol,
siapakah saya sampai bisa mengatur
iklim.
Mungkin anda pernah mengeluh tentang hal yang sama?
karena manusia memiliki kecenderungan untuk
mengeluh daripada berbuat sesuatu.
Bukan hanya cuaca saja,
bisa juga tentang kehidupan keluarga, orang tua, pasangan,
mertua, sepupu, anak, menantu,
bisa juga masalah pekerjaan, kuliah, sekolah, makanan, minuman.
Semua hal dari yang kecil sampai besar,
penting sampai nggak penting,
ada saja yang bisa dijadikan alasan atau sebab untuk mengeluh.
"ah parkir di supermarket ini kok nggak nyaman sih"
"huft hujan melulu, merusak kebiasaan diet"
"walah, teman kerja saya kok datang telat terus sih"
"orang tua kok sukanya ngelarang"
"mertua kok cerewet banget ya sukanya ngatur"
"ih kok si itu pakai baju merah, kan nggak cocok"
"ah pingin beli baju tapi kok nggak punya uang"
"hhmmm atasan saya kok galak banget sih"
dan masih banyak lagi contoh keluhan-keluhan
yang biasanya atau malah seringkali anda dan saya
ucapkan,
secara sadar maupun tidak.
Bisa saja mengeluh tapi tidak sadar,
karena sudah kebiasaan sehari-hari...
lama kelamaan akan menjadi gaya hidup.
Saya sendiri juga sering mengeluh,
tentang ini itu...yang sebenarnya nggak akan ada gunanya.
Mengeluh hanya akan membuat suasana semakin buruk,
suasana hati, suasana kerja, suasana dimana pun berada.
Semakin banyak hal yang dikeluhkan,
semakin membuat kadar malas bertambah besar.
Mengeluh dirasa jauh lebih mudah, lebih nyaman,
karena hanya mengeluh...melemparkan
kata-kata negatif,
tanpa melakukan apapun.
Berharap, semua keadaan, semua perilaku dan kata-kata orang lain
sesuai dengan kemauan diri sendiri.
Mana ada yang seperti itu?!
Nggak cocok, nggak suka,
nggak sependapat, nggak sepaham, nggak sepemikiran,
dan masih banyak nggak yang lain.
Hhhmmmm...
Menuliskan hal ini,
sekaligus mengajak saya untuk merenung,
dan berpikir dengan tenang.
Selama hidup,
sudah berapa ratus ribu kalimat yang saya lontarkan
untuk mengeluh.
Yang pada ujung-ujungnya takkan ada penyelesaian
dengan mengeluh,
justru sebaliknya...
masalah makin bertambah, keadaan tak berubah,
dan saya pun marah-marah.
Ada sedikit hal yang kurang pas menurut saya pribadi,
suadah berujar ini itu...
melelahkan sebenarnya, tapi masih saja dilanjutkan.
Merubah kebiasaan hidup yang seperti ini,
butuh usaha ekstra.
Menjalani hidup sehat,
bukan hanya lebih bijak memilah makanan dan minuman
apa saja yang boleh masuk ke dalam tubuh,
namun mengelola emosi juga tak kalah penting.
Sudah sering digembar-gemborkan baik di media cetak, maupun
media elektronik...
bahwa kemungkinan terbesar terserang penyakit
itu dimulai dari pikiran pribadi.
Semakin banyak hal-hal negatif yang dipikirkan,
semakin besar juga peluang terserang penyakit
entah itu diabetes, kolestrol, asam urat, darah tinggi, dan lain-lainnya.
Karena kebiasaan mengeluh yang sudah dilestarikan,
maka tak berlebihan
bila mengeluh itu juga termasuk kecanduan.
Nggak cuma kecanduan narkoba, minuman keras,
tapi juga kecanduan mengeluh.
Seperti,
kalau nggak ngopi nggak semangat,
kalau nggak mengeluh kurang enak.
Mengeluh juga bisa mengikat,
dan saya dengan mudahnya terikat.
Payah bukan?!
Terbebas dari beberapa hal seperti makanan, minuman,
memang bagus....
lebih bagus lagi jika bisa terbebas dari kebiasaan mengeluh.
Yang namanya hidup,
takkan pernah lepas dari masalah, halangan, ketidakcocokan.
Berbagi suka dan duka bersama keluarga, pesangan dan teman
itu sangat wajar,
namun bukan masalahnya yang menjadi pembahasan utama,
namun lebih kepada mencari solusi.
Toh nggak akan ada gunanya juga,
apabila masalah terus dibahas,
sudah terjadi ya bagaimana lagi selain mencari jalan tengahnya.
Sungguh tak mudah,
bukan berarti mustahil untuk dilakukan.
Selama bertahun-tahun saya menjalani gaya hidup yang sama,
bisa ditarik kesimpulan..
bahwa mengeluh takkan menyelesaikan apapun.
Tak ada kata terlambat,
saya dan anda bisa mulai dari detik ini juga...
untuk berhenti mengeluh, dan menggantinya
dengan melakukan suatu hal yang berguna.
Masih jelas dalam ingatan saya satu kalimat bijak dari
Mr.Software Engineer...
"kita hanya bisa merubah apa yang bisa kita ubah"
yaitu diri sendiri.
Orang-orang terdekat pun takkan bisa dirubah,
apalagi keadaan.
Saya rasa kita semua sepakat,
bahwa hidup ini hanya sekali, dan lebih baik diisi dengan hal yang berguna.
Saya memutuskan untuk berhenti jadi pecundang,
yang terikat dengan kebiasaan mengeluh.
Dan saya berharap tidak sendirian...
apa anda akan bersama dengan saya?
Tuesday, January 28, 2014
Cerita tentang cita-cita
Dulu,
belum ada facebook, jadi kalau ingin tahu lebih lagi
tentang aktivitas, makanan dan minuman kesukaan,
dan lain sebagainya....
buku diary lah tempat menuangkan semuanya.
Sebuah buku special, kenapa saya sebut special..
karena bukunya beda dengan buku pelajaran,
lebih berwarna, dan bahan kertasnya lebih bagus.
Hampir semua anak perempuan memiliki satu atau lebih diary,
untuk diisi temannya secara bergiliran.
Ada juga sedikit anak pria yang punya diary,
dengan fungsi yang sama juga.
Sebenarnya konsep itu bagus meskipun sudah dirasa kuno
atau ketinggalan jaman,
tak perlu online dan bisa diisi dengan format apa saja,
sesuai dengan selera pemiliknya.
Saya juga termasuk penggemar buku diary,
sudah pernah diisi oleh teman-teman juga,
namun sekarang sudah hilang bersama buku-buku masa kecil lainnya.
Di buku diary,
biasanya kita isi dengan nama lengkap, nick name a.k.a nama
panggilan, warna, makanan, minuman favorit,
cita-cita, kata mutiara.
Bagi saya pribadi yang cenderung sulit dijawab adalah,
cita-cita dan kata mutiara.
Saya tak pernah merasa kesulitan
mengisi pertanyaan lain selain kedua hal itu.
Pertama kali dapat giliran mengisi diary salah satu teman,
saya bertanya pada ibu..
"mam...cita-cita itu apa?"
"cita-cita itu ya kamu pingin jadi apa"
begitu jawab ibu saya.
Hhmmm pingin jadi apa ya enaknya?
saya membolak-balik halaman sebelumnya,
sebagian besar teman cewek menuliskan
cita-citanya adalah dokter, that's it!
Saya pikir menjadi dokter bukanlah hal buruk,
yang penting kolom cita-cita tidak kosong.
Dan waktu itu saya pikir sekolah dokter cuma satu bagian,
dokter umum dan selanjutnya bisa pilih sendiri tanpa
sekolah lagi...
mau memilih jadi dokter anak, dokter hewan, dokter gigi,
pokoknya dokter.
Entahlah kelak mau jadi dokter apa,
pikiran saya nggak nyampai di cita-cita...
besok ada yang kebih gawat, yaitu...
pelajaran matematika!
Waktu SD dulu saya sering iseng mengganti cita-cita,
kadang dokter...kadang pengusaha.
Padahal saya juga tak tahu persis,
pengusaha itu apa, ngapain aja.
Bagi saya pengusaha itu,
sehari-hari kerja memakai pakaian resmi,
kerjanya di kantor yang ber-AC, dan kegiatan utamanya
adalah meeting.
Sepertinya,
bercita-cita sebagai pengusaha juga bukan hal buruk deh,
bolehlah saya coba.
Kegiatan tulis-menulis diary secara bergiliran pun,
berhenti dengan sendirinya....
saat menginjak SLTP tak perlu lagi
repot memikirkan tentang cita-cita.
Masa-masa SLTP,
saya habiskan dengan les, les, dan les.
Les fisika, bahasa inggris, matematika, computer,
yang mana dari hari senin sampai sabtu sudah ada
jadwalnya masing-masing, bikin pusing :(
Tentu saja, saya tak punya inisiatif untuk ikut
les pelajaran,
yang di sekolah sudah bikin mati bosan, ngapain
harus ditambah lagi porsinya?!
Namun, saya tak bisa menyuarakan pilihan,
ibu sudah mengatur semuanya,
hari, jam, tempat dan gurunya,
saya tinggal mengikutinya.
Kalau masa SLTP,
saya lebih pingin punya pacar daripada
jadi juara kelas.
Cupu ah kalau pingin jadi anak pintar,
lebih keren punya pacar deh!
Mungkin, karena beberapa teman saya sudah ada yang punya pacar,
dan mereka sering bercerita...
betapa enaknya punya pacar...
Saya masih ingat,
betapa besarnya harapan saya untuk punya pacar,
agar seperti teman cewek yang lain.
Maka punya pacar adalah cita-cita saya waktu SLTP.
Lanjut ke SMU,
apa ya cita-cita saya?
Hhhmmmm...bahkan yang pernah
saya tuliskan di dalam diary teman-teman,
untuk jadi dokter dan pengusaha pun sudah terlupakan.
Mungkin trend mengisi diary yang sudah punah,
jadi pikiran tentang cita-cita juga ikut musnah.
Masa SMU,
saya lewati dengan berbagai macam kenakalan
yang sudah saya tuliskan di blog sebelumnya.
Yang jelas, trend ikut les pelajaran belum usai...
saya masih saja diikutkan
les matematika, fisika, bahasa inggris, computer,
melelahkan, membosankan.
Yang jelas saya tak pernah mimpi untuk jadi
pelajar teladan atau menyabet ranking kelas.
Setiap hari berangkat ke sekolah,
tak ada semangat untuk belajar,
yang ada semangat untuk berkumpul
bersama teman-teman dan buat kegaduhan.
Nah waktu SMU ini saya sudah punya pacar,
dan merasa sangat keren,
bisa dibilang saya hanya haus akan pengakuan, dan
ikut-ikutan teman yang lain.
Biarpun nilai raport saya nggak jelek,
dan jelas saya suka hal-hal yang berbau bahasa,
juga ilmu sosial,
namun belum ada ide kira-kira apa cita-cita saya.
Intinya saya pemalas,
malas baca buku, malas sekolah,
malas ikut les,
ah anehnya para guru les saya kok nggak pernah
malas mengajar.
Sebel sendiri rasanya kalau ketemu guru les,
kok niat amat sih mengajar hampir tiap sore,
kan seharian sudah kerja, masih ditambah sore sampai malam.
Lama-kelamaan,
saya nggak suka dengan kehadiran guru les,
dan beranggapan bahwa mereka mengusik
kegiatan bersenang-senang.
Dalam hati
saya berjanji nggak akan mau jadi guru les,
repot harus mondar-mandir dari rumah ke rumah,
belum lagi kalau rumah murid ada anjingnya,
wow seram!
Menurut saya,
honor dan resikonya tetap tidak sebanding.
Melangkah lagi di era perkuliahan,
tetap saja belum ada keputusan,
tentang apakah cita-cita saya.
Kuliah ya saya jalani seperti biasa,
dan jauh lebih menyenangkan.
Karena jauh dari orang tua yang memaksa
untuk ikut les tambahan,
bebas mau pergi dengan siapa dan sampai jam berapa.
Kebebasan tersebut saya salah gunakan,
dan berakibat kurang bagus untuk diri sendiri.
Gaya hidup saya menjadi tidak sehat,
makan sembarangan, sering begadang tanpa sebab,
nilai kuliah amburadul,
seamburadul keuangan saya.
Dan kebiasaan malas belum saya tinggalkan,
malas kuliah, malas belajar, malas berusaha
dapat nilai bagus, malas dan malas.
Namun masih belum malas untuk hidup,
saya pikir hidup hanya sekali,
dan harus digunakan untuk bersenang-senang,
lupakan kata belajarbdan bekerja.
Hampir setiap hari yang ada di pikiran saya
adalah...
hari ini mau ngapain dengan teman, pergi kemana,
jalan-jalan kemana,
masa bodoh dengan kuliah!
Suatu hari lah saya pasti akan berubah,
suatu hari kan nggak sekarang,
hari esok...masih ada esoknya lagi,
dan akan selalu ada hari esok.
Janji pada diri sendiri pun selalu saya ingkari,
hari esok tinggalah kenangan,
bila saya tak memulai.
Saya mulai dari hal-hal kecil,
stop begadang, nggak lagi makan sembarangan,
rajin baca buku,
semangat dalam menjalankan aktivitas,
dan memperbanyak ibadah.
Hasilnya???
Saya belum terkenal seperti artis, atau
penyanyi ibukota.
Tapi saya tahu,
bahwa setiap manusia dilahirkan untuk
menjadi berguna bagi sesamanya.
Dengan tingkat kemalasan yang parah seperti saya,
masih untung diberi kesempatan hidup lebih lama
untuk memperbaiki diri.
Bagaimana tidak...
manusia kan ciptaan Tuhan yang paling mulia,
diberi akal budi luar biasa,
itulah yang membedakannya dengan hewan dan tumbuhan.
Kalau saya tak segera sadar,
dan kembali ke jalan yang benar,
waktu juga yang akan mengejar dan menghentikan
harapan kosong saya.
Berawal diajak oleh seorang teman,
saya menjadi tukang catat a.k.a sekretaris
di sebuah radio komunitas.
Seiring berjalannya waktu,
saya pun ikut tes suara dan latihan kepenyiaraan,
maka jadilah seorang penyiar radio.
Lagi-lagi seorang teman yang lain,
menawari saya untuk memberi pelajaran tambahan
yang pada akhirnya masih saya jalani
sampai sekarang.
Padahal dulu,
saya benci setengah mati ama guru les,
eh sekarang saya jadi guru les.
Menjilat ludah sendiri,
itulah kalimat yang tepat.
Sebelumnya saya tak pernah mengira,
akan jadi penyiar radio dan guru les private,
hanya dengan satu hal...
berhenti jadi pemalas!
Apa saja aktivitas yang kita jalani,
sebaiknya dilakukan dengan segenap hati.
Sehingga apa yang kita alami,
yang kita nikmati juga nggak setengah-setengah.
Asalkan perjuangan kita juga maksimal,
yakin bahwa tak ada yang sia-sia.
Hidup terlalu singkat untuk dihabiskan dengan
pengakuan keren, cantik, seksi, kaya, terkenal,
punya ini itu.
Bunda Teresa bukan orang kaya,
tapi hampir semua orang tahu siapa dan bagimana
kiprah beliau.
Hal yang dilakukan juga sangat sederhana,
menolong orang lain dengan segenap hati,
memberi makan, mengobati luka,
menyisir rambut.
Banyak pejabat, guru, pengusaha, dokter,
penyiar radio,
profesinya sama, tapi hasil kerjanya beda.
Tentu,
karena hampir bisa dipastikan yang dikerjakan
dengan segenap hati akan berbeda.
Berhenti untuk mengatakan,
suatu hari nanti saya akan....
akan ini, akan itu,
akan bla bla bla...
Ganti dengan sekarang saya akan....
Kalimat itu juga yang sangat membantu saya
untuk tetap ingat,
bahwa setiap manusia diciptakan
pasti karena satu tujuan mulia.
Cita-cita saya yang tak pernah dituliskan
di buku diary teman..
penyiar radio, dan guru les private
ternyata baru saya sadari
di usia 25 tahun keatas.
Sekian cerita tentang cita-cita ala saya,
mungkin akan ada cerita selanjutnya... ;)
Berhenti jadi pemalas,
dan kita akan menemukan siapa diri kita yang sebenarnya.
Ganbatte!
Friday, January 24, 2014
Museum OHD Magelang
Saya termasuk orang yang suka bepergian,
untuk jalan-jalan,
baik berbelanja ataupun hanya nongkrong di cafe.
Untuk tujuan bepergian yang paling saya minati adalah mall,
dinginnya AC, toko-toko yang menjual barang-barang bagus
apalagi kalau ada discount.
Di Salatiga belum ada mall,
ada sih ramayana mall yang menurut saya
tidak mencerminkan mall tapi toserba.
Bagi masyarakat Salatiga dan sekitarnya,
kalau mau ke mall mau tak mau harus keluar kota,
mungkin karena itu juga mall selalu dirindukan.
Di dalam mall semuanya ada,
foodcourt, cafe, supermarket, tempat bermain anak,
tempat pijat refleksi, salon, butik, bioskop, optik, pijat releksi
dan masih banyak lagi.
Para pemilik usaha bersaing memajang barang terbaik dan terbaru
untuk menarik minat konsumen.
Dengan banyaknya pilihan yang tersedia di mall,
saya selalu suka pergi kesana,
entah hanya untuk melihat-lihat saja atau membeli sesuatu.
Meskipun kadang,
suasana di mall penuh sesak dengan pengunjung, banyak asap rokok,
dan udara di sekitar jadi pengap.
Mall yang berada di sekitar Solo, Semarang
adalah yang paling dekat dari Salatiga,
Biasanya,
saya dan Mr.Software Engineer paling suka
nonton bioskop di mall.
Tempatnya bersih, demikian juga toiletnya,
maka tak berlebihan,
bila saya bilang, toilet bioskop adalah toilet yang paling bersih
yang berada di mall.
Ternyata mall bukanlah satu-satunya tempat menarik
untuk dikunjungi.
Secara saya jarang banget pergi museum,
tepatnya baru sekali seumur hidup,
jadi jarang terpikirkan ingin jalan-jalan ke museum.
Nah yang kali ini,
adalah kali kedua saya pergi ke museum,
bersama Amanda.
Museum yang terpilih kali ini adalah Museum Oei Hong Djien
a.k.a OHD di Magelang,
letaknya tak begitu jauh dari Salatiga.
Hanya saja,
jalanan yang harus dilalui sangat berliku dan tidak rata.
Sampai di museum itu,
rasanya saya sudah tak sabar ingin tahu apa aja
yang ada di dalamnya.
Dari luar nampak bukan seperti museum,
seperti rumah bergaya modern.
Jujur saja,
kesan saya tentang museum itu
membosankan dan menakutkan, udaranya pengap,
dan lantainya sangat berdebu.
Dua museum yang saya kunjungi kebetulan
adalah milik swasta, bukan pemerintah.
Jadi dari segi perawatan, mungkin lebih bagus,
sehingga nampak lebih menarik juga.
Sebelum masuk ke museum,
kami berdua membeli tiket terlebih dahulu,
per orangnya 50 ribu rupiah,
untuk pelajar 25 ribu rupiah.
Sangat terjangkau, bagi pelajar maupun umum.
Juga selain itu, pergi ke museum
sangat berguna untuk menambah pengetahuan,
apalagi bagi anda penikmat seni lukis, seni patung,
harus menyempatkan untuk datang kesini.
Museum OHD tempatnya luas,
jadi bebas bergerak kemana saja,
mau mengamati lukisan atau patung.
Begitu masuk ke dalamnya,
saya langsung bisa melihat lukisan-lukisan yang digantung,
dengan berbagai macam ukuran.
Pengunjung museum memang tak sebanyak
pengunjung mall,
saat saya dan Amanda kesana hanya ada 2 orang asing
yang terlihat asyik mengambil foto dari lukisan.
Tentu saja ada satu guide yang memandu kami,
menjelaskan sedikit dari sejarah lukisan-lukisan yang ada.
Mas guide cukup bersungguh-sungguh menerangkan
satu per satu bagian,
bila ada yang belum jelas, boleh mengajukan pertanyaan,
dan sebisa mungkin akan dijawab.
Perihal mengenai lukisan dan patung memang
sangat baru dan asing,
maka dari itu pengetahuan saya sangat minim.
Banyak yang belum saya ketahui,
bagaimana sejarah suatu lukisan, siapa pelukisnya,
demikian juga dengan seni patung.
Karena museum OHD ini milik perseorangan,
maka koleksi seni yang ada adalah koleksinya,
tidak untuk dijual, hanya dipamerkan secara bergantian.
Konon katanya pemilik museum ini memiliki
sekitar 2500 karya seni, wow!
Meskipun belum terlalu paham,
saya coba amati satu per satu lukisannya,
dan tetap terkagum-kagum dengan cara para seniman untuk
menuangkan ide, isi hati, pemikiran,
kemudian mencampur warna,
dan disajikan dalam sebuah karya lukisan.
Beberapa tema lukisan yang ada seperti
politik, spiritualnlife, kehidupan sehari-hari,
public figure, dan lainnya.
Bagi saya,
ini pertama kalinya dalam hidup masuk ke dalam
museum seni lukis dan patung.
Saya mengakui kehebatan tangan-tangan pelukis
dalam menyajikan sebuah karya.
Apalagi saya ini paling nggak bisa menggambar,
nilai di sekolah selalu pas-pasan untuk pelajaran ini.
Kebetulan saat menikmati lukisan,
bapak pemilik museum juga ada disana,
jadi saya sudah bertemu dengan kolektor seninya
langsung.
Ini adalah salah satu koleksi patung yang ada di museum OHD,
menggambarkan seorang wanita yang bajunya tak habis ditelanjangi.
Sebenarnya,
dalam seni tak ada salah dan benar,
semua masalah selera.
Tulisan juga termasuk seni,
ada beberapa penulis yang karyanya saya suka,
ada juga yang saya tidak suka.
Kembali pada masalah selera,
bukan berarti penulis yang karyanya tidak saya sukai itu
karyanya jelek lho.
Seperti juga makanan kesukaan,
warna kesukaan,
itu semua masalah selera masing-masing.
Seni takkan ada habisnya dibahas,
maka dari itu galilah bakat yang ada dalam diri,
siapa tahu bisa melahirkan karya seni juga.
Foto diatas adalah suasana museum kedua dari museum OHD,
lokasinya dekat dengan museum yang pertama,
namun disini tempatnya jauh lebih nyaman.
Bangunan museum lebih modern, dan dibangun berdekatan
dengan rumah sang pemilik museum.
Masih dengan lukisan dan patung,
yang ditata rapi, juga dilengkapi oleh
lampu sorot.
Masuk ke museum dua ini gratis,
jadi hanya sekali bayar untuk semua.
Karena saya belum begitu mengerti tentang seni lukis dan patung,
saya hanya mengamatinya saja.
Dengan tetap terkagum-kagum,
bagaimana orang bisa membuat karya yang dikagumi
banyak orang dan laku dijual hingga milyaran rupiah.
Yang saya tangkap adalah,
para seniman ini tidak setengah hati untuk berkarya,
sekali menekuni suatu hal,
maju terus sampai membuahkan hasil.
Mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati,
pasti akan menghasilkan sesuatu yang berharga.
Thursday, January 23, 2014
Pengalaman jadi anak kost
Kalau boleh saya bilang,
Salatiga ini adalah kota bisnis.
Bagaimana tidak, beraneka macam bisnis bertumbuh subur disini,
seperti usaha kost, tempat makan, jasa laundry, jasa pengetikan,
dan masih banyak lagi.
Memang kotanya nggak sebesar Semarang, dan Solo,
namun banyak orang berbondong-bondong mencoba peruntungannya disini.
Bila anda pernah atau akan berkunjung kesini, coba amati...
sebagian besar rumah digunakan sebagai tempat usaha.
Salah satu yang bertumbuh sangat subur adalah rumah kost,
dengan berbagai macam harga dan fasilitas.
Seperti yang pernah saya ceritakan,
sebelum memutuskan untuk mengontrak rumah,
status saya adalah anak kost.
Sejak dulu,
hidup di kost bukanlah hal baru,
yang membuatnya baru adalah tiap kali
pindah tempat kost.
Tempat baru dengan segala macam penyesuaian yang
baru juga.
Berikut ini pengalaman saya pribadi,
yang pernah jadi anak kost selama kurang lebih 8 tahun.
1.Hidup hemat belum tentu sehat.
Nasi kucing, nasi rames, mie instant rasanya sudah identik dengan
gaya hidup ala anak kost.
Kalau mau dibilang hemat sebenarnya nggak juga lho,
sekali beli nasi kucing plus lauk saja bisa sekitar 6500 rupiah,
kalau makan mie instant di warung plus teh hangat juga sama
sekitar 6500 rupiah.
Bagi saya pribadi,
hidup ala anak kost yang seperti itu adalah gaya hidup tidak sehat.
Saya yang sebelumnya tidak seberapa suka mie instant,
saat di kost, saya ikut terpengaruh teman lain,
dalam seminggu mungkin bisa 3 atau 4 kali makan mie instant.
Bukannya bermaksud untuk menyalahkan teman, karena itu adalah keputusan pribadi,
namun iming-iming bisa menghemat uang lalu uang lebihnya
bisa untuk keperluan lain adalah alasan terkuat saya
untuk rutin makan mie instant.
Bahkan pernah, perut saya sakit luar biasa, buang air besar nggak lancar,
gara-gara terlalu sering makan mie instant.
Saat uang di dompet tinggal beberapa belas ribu rupiah,
dan kiriman uang dari orang tua belum kunjung datang,
rasanya mie instant adalah penyelamat untuk keadaan ini.
Lagi nggak ada duit, makan mie instant bareng teman-teman,
uh rasanya selangit!
Saya masih ingat, ada salah satu teman kost namanya Nico,
yang nggak bisa hidup tanpa mie instant,
bayangkan 2 sampai 3 bungkus sekali makan, dan dalam satu hari
bisa 3 kali.
Sudah sempat saya menasehatinya, untuk berhemat juga ada cara lain yang lebih sehat,
daripada berkelanjutan makan mie instant, namun dia tak menghiraukannya,
karena memang dia sudah sampai pada taraf kecanduan mie instant.
ooohhhh man.
2. Peraturan yang dibuat sengaja untuk dilanggar.
Namanya juga anak kost,
berbagai suku, ras, agama campur menjadi satu tinggal dalam
satu atap, berbagi satu dapur, dan toilet,
pasti butuh proses adaptasi yang cukup lama.
Setelah saya amati dan renungkan,
beberapa kali tinggal di rumah kost yang berbeda pasti
ada peraturan yang berbeda karena pengelola kost yang
berbeda juga.
Mulai dari jam malam, kunci pintu gerbang, lalu tarif tambahan untuk
alat elektronik, dan lain sebagainya.
Sebanyak apapun pengelola kost membuat peraturan,
sebanyak itu pula saya melanggarnya.
Hampir semua kost di Salatiga,
ada peraturan ketat mengenai batas pulang malam.
Entah takut terjadi hal buruk pada anak kost,
atau dari pihak pengelola sudah ngantuk dan capek
jadi nggak bersedia menunggu lebih lama, hahaha!
Yang jelas,
setiap pindah rumah kost rasanya kurang afdol kalau nggak
melanggar peraturan yang dibuat,
apalagi kalau pengelola kostnya cerewet, pelit,
mau tahu aja,
wah hasrat saya untuk melanggar peraturan semakin besar
dan tak terkendali.
Sebenarnya peraturan tentang jam malam,
jaga kebersihan kamar dan kamar mandi adalah yang paling dasar
dari setiap tempat kost.
Jadi daripada saya melanggar hukum,
lebih baik saya melanggar peraturan kost yang tidak diberi materai
ataupun ada kuasa hukumnya ;)
Melanggar jam pulang malam adalah hal terindah kawan-kawan,
biasanya saya sengaja berlama-lama ngobrol, nongkrong,
bercanda, agar lewat jam malam, dan pintu gerbang maupun pintu
masuk kost sudah tertutup rapat.
Saat itu mau tak mau saya harus membangunkan pengelola kost,
dan dia juga suka tak suka harus bangun,
karena saya pulang bersama anak-anak kost yang lain,
alias kami sudah kompak mau pulang malam, kena kau!
Diomeli itu sudah biasa,
saya hanya iya iya saja, berikutnya pasti melanggar lagi.
Pernah juga saya tinggal di rumah kost yang masing-masing diberi
kunci pintu gerbang sendiri,
tapi tiap kali pulang malam ibu kost juga ikut bangun untuk bukain pintu,
nah..apa gunanya bawa kunci coba?!
Bukan maksud saya untuk merepotkan namun,
dia sendiri yang berinisiatif.
3. Ibu kost oh ibu kost
Tinggal beberapa kali di rumah kost yang berbeda,
memberi pengalaman kepada saya untuk berkenalan
dengan berbagai macam tipe ibu kost.
Ada yang pelitnya keterlaluan,
sampai kalau saya keluar kamar dan lupa mematikan lampu,
dia buru-buru masuk kamar menggunakan kunci cadangan
dan mematikan lampu kamar saya,
walah kalau menurut saya itu lancang.
Setiap bulan saya sudah membayar beberapa ratus ribu
untuk uang sewa sekaligus uang listrik dan air,
kenapa harus sebegitunya ya.
Hhmmmmm selanjutnya ada janda kesepian eh ibu kost
kesepian.
Kegiatannya mengamati aktivitas dan gerak-gerik anak kost,
pergi kemana, naik apa, dengan siapa,
pacarnya yang mana, kerja dimana, kuliah jurusan apa,
gajinya berapa, anaknya siapa, nilainya berapa,
aaarrgghhhh!
Dibaca aja sudah menyebalkan, apalagi saya pernah mengalami
punya ibu kost yang rasa ingin tahunya sangat besar
akan kehidupan pribadi anak-anak kost.
Maka saya juga nggak kalah iseng,
saya sering berbohong kalau ditanya,
saya habis pergi kemana, dengan siapa,
ngapain aja...
secara orang tua saya saja tak sedetail itu kalau
bertanya.
Tentu saja nggak bisa menghindar dari ibu kost,
apalagi kalau dia memang tinggal di dekat rumah kostnya,
hanya bisa bertingkah laku lebih bijak alias
mengatur waktu agar tak terlalu sering bertemu,
atau pasang mimik wajah mengantuk agar tak terlalu lama
diajak ngobrol.
Tetap berlaku sopan,
namun saya usahakan tak terlalu sering bertatap muka,
alasannya ya cuma satu, saya tak suka dia tahu
terlalu banyak tentang kehidupan pribadi saya.
3. Uang
Topik yang satu ini memang bisa untuk segala usia,
apalagi kalau bukan uang.
Yang pernah hidup di kost,
kemungkinan besar pernah juga mengalami kegalauan
seperti yang saya alami.
Kebutuhan dan keinginan yang tidak sesuai dengan
jumlah kiriman.
Alamak, mengatur uang kiriman uang orang tua untuk
bertahan hidup sampai sebulan penuh memang butuh usaha ekstra.
Ditambah lagi kalau ada pengeluaran tambahan,
seperti beli obat saat sedang sakit, atau beli buku.
Yang bikin lebih sulit adalah berbagai macam keinginan,
beli baju, tas, asesoris, dan beratus keinginan lainnya.
Dulu,
salah satu teman kost saya ada yang sampai hati berbohong
pada orang tuanya untuk mengirim uang lebih banyak,
yang mana digunakan untuk foya-foya membeli alat elektronik seperti
mesin pemanas air minum, dvd player dan sebagainya.
Yang lebih menyedihkan,
orang tuanya sampai rela berhutang demi mewujudkan keinginan
sang anak.
Saya pun nggak lebih baik dari dia,
perah juga berbohong karena uang sudah mepet,
tapi bukan dalam jumlah besar,dan orang tua saya
tak perlu berhutang untuk itu.
Ini hanya pembelaan saja,
namanya bohong tetaplah bohong,
nggak pandang jumlah atau porsi.
Pengalaman jadi anak kost,
membuat saya sadar betapa banyaknya uang yang harus dikeluarkan
setiap bulan,
untunglah sekarang saya sudah bertobat :)
4.Kost adalah tempat yang nyaman.
Seringkali harapan orang tua,
dengan anaknya ngekost diluar kota bisa hidup mandiri.
Latihan cuci baju sendiri, masak, menyetrika,
mengatur uang, dan hal lainnya.
Namun dari pengalaman saya nih,
kost adalah tempat yang nyaman,
jauh dari pengawasan orang tua.
Mau tidur siang berapa jam, mau begadang sampai pagi,
mau nggak mandi, nggak gosok gigi, nggak cuci muka,
semuanya bisa, dan nggak diomeli orang tua.
Jadi bagi para pemalas,
waspadalah saat anda hidup di kost...
karena tidak ada yang mengatur dan menasehati,
bisa menjalani gaya hidup apapun sesuai dengan keinginan.
Saya kenal begadang sejak di bangku SMU,
diperpanjang saat kuliah juga,
begadang ala saya pribadi belum tentu belajar, mengerjakan tugas kuliah
begadang bisa ngobrol dengan teman sampai subuh,
atau nonton film seri.
Menyenangkan tapi nggak berguna,
saya menyesal juga mengingat banyak waktu yang terbuang
untuk hal-hal yang tidak penting,
Tidak semua anak kost jadi pemalas,
ada beberapa yang rajin namun jumlahnya lebih sedikit.
Ah kost memang zona nyaman
bagi para pemalas.
5.Pengalihan
Bagaimana pun juga lingkungan sekitar itu memberi pengaruh baik atau
buruk pada kehidupan kita.
Memang tidak sepenuhnya berpengaruh, kalau kita tegas mengambil langkah.
Maka dari itu, memilih rumah kost nggak semudah yang dipikirkan,
harus ada bobot,bibit, bebetnya juga,
karena itu bakalan jadi rumah kedua.
Selama ini banyak cerita suka dan duka dari hidup ngekost,
mulai dari ibu kost juga teman kost yang resek,
airnya mampet,
listrik mati seharian,
atap kamar bocor,
dan masih banyak msalah lainnya.
Bertemu dan hidup bersama banyak teman baru memang asyik,
bisa bertukar cerita, berbagi makanan,
pergi bersama, nonton film bareng dalam satu kamar.
Dulu,
saya sering nonton film seri, sampai bolos kuliah.
Sungguh kebiasaan yang buruk,
tapi rindu juga saat-saat itu.
Hidup di kost memberi pengalaman yang luar biasa,
terutama tentang bagaimana cara bertahan hidup.
Walaupun uang kiriman belum kunjung datang,
harus tetap semangat dan beraktivitas seperti biasa.
Meskipun ibu kost resek, dia tetap pemilik kost,
kalau terlalu bandel bisa jadi saya yang diusir dari rumahnya.
Coba kalau saya belum pernah merasakan jadi anak kost
mungkin sekarang masih belum mandiri,
dan bisa sekuat ini bertahan hidup.
Saya merasa beruntung pernah mengalami bagaimana
asam garam hidup ngekost,
bisa mengambil hal baik dari hal tersebut.
Untuk para anak kost, yang sudah kerja atau masih kuliah,
nikmatilah masa-masa itu,
dan pergunakan waktu dengan bijak.
Karena masa kini adalah hadiah terindah,
dan kebiasaan setiap harinya mempengaruhi hari esok.
Semangat!
Sunday, January 19, 2014
Secuplik kisah dari masa sekolah
Siapa sih yang nggak kenal dengan kata sekolah?
sebagian besar dari anda dan saya,
pasti sudah akrab dengan kata sekolah,
dari usia dini.
Sekolah yang notabene tempat menuntut ilmu,
salah satu tahapan untuk meraih cita-cita,
tempat terjadinya proses belajar mengajar,
dan masih banyak lagi.
Akhir-akhir ini, sekolah yang ada lebih detail untuk memberi
visi misi pada orang tua maupun murid,
dan tentu saja semakin bervariasi dari segi harga, mutu pendidikan,
karakter pengajar, fasilitas di sekolah
dan lain-lain.
Dari kecil,
saya ditempatkan di sekolah katolik,
TK, SLTP, SMU.
Baru pada jenjang kuliah,
saya bisa mencicipi universitas kristen.
Bisa dibilang,
sekolah-sekolah saya termasuk yang terbaik
pada masa itu.
Entah karena SPP nya yang mahal,
atau kualitas para pengajarnya.
Yang jelas,
saya bukanlah anak yang punya prestasi akademis,
kebanyakan nilai raport saya pas-pasan,
sekalipun ada beberapa bidang yang menonjol,
itu bisa dihitung dengan 5 jari.
Semua urutan jenjang sekolah....
hampir bisa dipastikan ada pelajaran olahraga.
Sebenarnya ini mudah,
karena tak diharuskan banyak baca atau menghafal,
hanya setor muka dan badan saja.
Kata kasarnya,
keliahatan aktif bergerak sudah cukup.
Namun,
saya tidak menyukai pelajaran olahraga sejak SD sampai SMU.
Waktu SD pelajaran olahraga saya didominasi oleh kasti,
dari kelas 1 sampai kelas 6,
kasti melulu.
Entah dari pihak pengajar yang kurang kreatif,
atau sudah terlalu sibuk untuk memikirkan mengajar
cabang olahraga lain.
Sesekali kami diajarkan voli, lompat jauh,
ping pong a.k.a tennis meja, tapi kesempatan itu sangat jarang.
Biasanya pelajaran olahraga, hanya ada seminggu sekali,
selama 2 jam,
dan selama itu juga saya menderita.
Masa olahraga di SLTP,
penuh dengan ketegangan terlebih saat tahun ketiga.
Guru olahraga saya waktu itu namanya pak Bambang.
Nah, mendekati ujian praktek beliau kurang memberi dukungan,
kurang memberi semangat,
yang ada tiap kali pelajaran olahraga, saya merasa diintimidasi oleh
perkatannya yang menekankan,
kalau ujian praktek nggak lulus berarti juga
nggak bisa lulus SLTP.
Gimana nggak cemas tuh,
secara saya nggak minat, nggak aktif, nggak menonjol
di mata pelajaran yang satu ini.
Gawat kalau sampai saya tak lulus SLTP
hanya karena nilai ujian praktek yang tak memenuhi syarat.
Sungguh seperti mimpi buruk menjadi kenyataan,
menantikan masa-masa itu.
Hari H ujian praktek,
saya sangat tertekan, keringat dingin, lalu mual.
Bukan maksud mau mengkambing hitamkan guru olahraga saya,
tapi karena kalimat intimidasinya
yang membuat saya merasa kalah sebelum berjuang.
Huuuffttt, setelah dilalui ternyata tak seburuk itu,
saya masih bjsa hidup sesudah ujian praktek,
walaupun badan pegal-pegal, dan dibuat senyum rasanya
otot seluruh tubuh ikut ketarik.
And thanks God,
saya lulus.
Berlanjut ke bangku SMU,
masih saja tidak berubah, saya tidak menyukai
pelajaran olahraga.
Di sisi lain, memang banyak hal menyenangkan,
bebas ngobrol dengan teman, yah paling tidak lebih bebas
dibandingkan saat pelajaran yang lain,
juga kegiatan outdoor nggak melulu di dalam kelas.
Masih segar dalam ingatan saya,
saat itu ada penilaian wajib per trimester
di mana kami harus lari keliling sekolah dan sekitarnya.
Saya dan beberapa teman memutuskan untuk naik becak,
dan cari tebengan orang lewat,
apalagi guru olahraga juga tak turut serta berkeliling.
Yuhuuuuuuuuuu lebih senangnya lagi,
ternyata hampir seisi kelas melakukan hal yang sama.
Entah kenapa,
semenjak kecil saya hanya tertarik olahraga renang saja,
yang lainnya tidak.
Ditambah lagi daya tahan tubuh yang tak sekuat teman lain,
biasanya kalau terkena panas matahari agak lama,
langsung mimisan.
Eittss, bukan berarti saya tidak energik,
haha!
Saya punya beberapa teman satu kelas waktu SMU
yang sangat rajin, taat peraturan, nggak pernah bikin marah guru,
nggak pernah bolos tanpa ijin, pokoknya patuh banget deh.
Namun bukannya sombong,
nilai saya yang dicap sebagai anak bandel ini selalu lebih tinggi
dari mereka.
Padahal, mereka selalu terlihat baca buku, rajin mengerjakan tugas,
saya sering terlihat telat, bolos, dan ke toilet berulang kali.
Entah karena faktor keberuntungan atau apa,
sehingga saya masih termasuk ke dalam golongan anak pintar,
walaupun jarang berada di posisi 5 besar.
Dulu,
saya belum suka membaca apalagi menghafal,
tapi herannya pelajaran yang membutuhkan daya hafal tingkat tinggi
selalu bisa saya atasi.
Seperti PPKN, tata negara, geografi, sosiologi, sejarah,
di raport tak pernah dapat nilai merah.
Tiap kali pulang sekolah,
saya lebih suka kongkow, ngobrol, nonton TV kalau terpaksa
ya tidur siang,
belajar adalah pilihan terakhir, atau bahkan takkan jadi pilihan.
Saya akan terlihat belajar apabila ibu sudah mengomel,
tolong garis bawahi kata terlihat,
terlihat kan yang nampak, belum tentu sama dengan yang sesungguhnya.
Terlihat belajar serius padahal saya main hp,
atau baca majalah.
Waktu itu saya merasa membaca adalah kegiatan yang paling membosankan,
nggak asyik, buang waktu,
masa muda kan cuma sekali seumur hidup,
masak harus dihabiskan berkutat dengan buku yang notabene benda mati.
Alhasil, dengan pemikiran bodoh tersebut,
saya menjalani masa sekolah dengan sangat santai,
yang penting bertemu teman-teman setiap hari.
Tak heran para guru sering menuduh saya kalau kami sekelas
bolos rame-rame, atau pulang lebih awal tanpa ijin.
Sebagian besar guru sudah pernah saya buat marah bahkan sampai menangis,
ada rasa kepuasan tersendiri saat melihat guru berhasil
dibuat marah dan menangis, kena kau!
sungguh bukan hal yang bisa dibanggakan.
Hhmmm saya kira bertindak seperti itu merupakan sebuah kebanggaan tersendiri,
ternyata sangat memalukan.
Kalau ada mata pelajaran yang gurunya tidak saya sukai,
tinggal saja berdiam diri di toilet, bersama beberapa anak cewek lainnya,
sambil ngerumpi.
Atau kalau tidak, kami bisa pergi lewat pintu samping,
jalan-jalan keliling kota sebentar lalu kembali lagi.
Guru saya pasti mencari,
namun saya cuek saja.
Bangga banget nih bisa berbuat nakal, dan dikenal sebagai pemberani.
Oh ya ngomong-ngomong,
pelajaran favorit saya adalah bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Agama
dan Sosiologi,
nilai di raport dari SD hingga SMU tak pernah dapat 7,
selalu lebih dari itu.
Untuk urusan ilmu pasti,
saya hanya suka fisika.
Pelajaran matematika dan kimia adalah hari kiamat untuk saya,
tak ada minat, tak ada semangat.
Walaupun beberapa macam les saya ikuti,
tetap saja tak berhasil membangun minat saya di dunia ilmu pasti.
Ah saya tak pernah punya cita-cita pasti,
ingin jadi apa di kemudian hari.
Fokusnya, masa muda dihabiskan dengan cara yang semenarik mungkin,
hingga tak terlupakan sampai masa tua.
Jelas,
bukan sebuah pemikiran yang patut dicontoh.
Dengan tingkat kemalasan dan kebandelan,
saya merasa sangat beruntung bisa lulus.
Melanggar peraturan sekolah dan guru,
adalah kebiasaan lama yang sulit untuk dihilangkan.
Bagi saya bolos itu keren, bandel di usia muda itu perlu
diacungi jempol,
yang alim, taat peraturan, rajin belajar itu cupu.
Intinya,
saya tak mau membuat masa muda yang hanya sekali ini
terlupakan dan terlewatkan begitu saja.
Harus dibuat luar biasa, menghebohkan, seru, unik,
dan ke depannya ada yang bisa saya ceritakan tentang
masa-masa di sekolah.
Ditambah lagi,
orang tua saya tak pernah memarahi apabila ada
surat panggilan yang berisi undangan datang ke sekolah,
bukan karena prestasi, tapi karena saya sudah terlalu bandel
dan membuat ulah.
Ayah dan ibu hanya bisa maklum,
karena sewaktu sekolah dulu ayah juga sangat nakal,
jadi kalau keturunannya nakal
itu sangat bisa dimaklumi.
Alamak, bagaimana tidak kenakalan saya
semakin membabi buta karena merasa seperti direstui.
Padahal masa sekolah adalah masa keemasan,
untuk menggali bakat dan minat masing-masing.
Sayang sekali,
baik jaman saya sekolah maupun sekarang,
banyak yang tak tahu betul betapa beruntungnya
bisa sekolah.
Kalaupun menyesal, sudah terlambat dan tak ada gunanya,
terdengar klise ya...
penyesalan selalu datang belakangan.
Coba dulu, saya rajin belajar, nggak buang duit orang tua
dengan hanya berhura-hura saja.
Sungguh memprihatinkan.
Pernah juga ingin kembali ke masa lalu,
tak mengecewakan orang tua, mengendalikan diri agar tak terlalu bandel,
tapi apa daya sudah tak bisa.
Toh, masa muda bisa dilalui dengan melakukan hal baik,
tanpa harus cupu.
Banyak macam keasyikan tanpa harus menyakiti hati orang tua maupun guru,
juga teman-teman.
Sekarang,
tak ada lagi yang harus bertanggung jawab selain diri sendiri.
Membayar kemalasan di masa lalu,
sekarang saya lebih giat untuk belajar.
Boro-boro punya impian mau jadi apa,
budang yang saya sukai seperti bahasa Inggris saja
gagal untuk ditekuni.
Terlalu lama menyesal takkan ada gunanya,
mau memikirkan kenakalan masa lalu sampai beruban pun,
takkan ada yang berubah.
Tak ada lagi yang bisa dirubah dari masa lalu,
yang bisa saya perbaiki ya masa kini.
Masa di mana saya masih diberi kesempatan untuk belajar,
dan menjadi berguna.
Yang terjadi sekarang adalah sebaliknya,
saya sangat prihatin apabila melihat anak-anak SMU bolos,
kebut-kebutan, merokok di tempat umum,
bahkan mabuk-mabukan.
Menurut saya dulu,
itu keren, pemberani,
kalau sekarang saya hanya bisa mengelus dada.
Dulu saya juga seperti itu,
untuk ukuran anak cewek, kenakalan saya agak tidak wajar,
saya terlalu pemberani dulu.
Syukurlah,
saya sudah kembali pada jalan yang benar,
jalan yang saya tekuni sekarang,
untuk berguna bagi sesama.
Masa sekolah itu terlalu singkat dilalui dengan hura-hura,
justru itu masa-masa di mana bisa menyerap ilmu sebanyak mungkin.
Sekolah pada jaman sekarang jauh lebih beragam,
fasilitasnya lebih baik, baju seragamnya juga modis-modis,
buku tulisnya pun jauh lebih bervariasi.
Rugi besar kalau tidak memanfaatkan masa sekolah
dengan sebaik mungkin,
mengisinya dengan hal positif, apalagi kalau berprestasi.
Saya sudah tak mau lagi membatasi pikiran dengan,
bagaimana jika?!
bagaimana jika sudah belajar giat, berusaha keras,
namun tetap saja tak menghasilkan apa-apa?!
Pikiran semacam itu,
hanya akan membuat anda dan saya malas, tak berkreasi,
padahal kita semua sudah diberi akal budi yang luar biasa.
Kembali lagi,
hidup ini hanya sekali,
tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri,
dan menjadi berguna.
Coba bertanya dalam hati masing-masing,
lebih baik mana...
menjadi berguna atau menghabiskan hidup dengan sia-sia?
Apapun bidang yang anda dan saya tekuni,
apapun profesinya, apapun latar belakangnya,
jalani dengan sebaik mungkin,
berikan yang terbaik dari hal-hal luar biasa yang sudah ada
di dalam diri kita.
Selamat menjadi berguna :)
Tuesday, January 14, 2014
Tipe pengemudi motor
1. Multitasking driver
Secara saya termasuk dari ratusan ribu orang yang mengemudikan
motor setiap hari di Salatiga, daripada terus mengomel tentang banyak pengemudi
yang ngawur, saya coba pilah-pilah beberapa tipa pengemudi.
Yang menduduki urutan pertama adalah multitasking driver.
Pengemudi tipe ini, melakukan dua atau tiga hal bersamaan,
mengemudi sambil telfon atau sms atau bbm dan biasanya sambil
merokok juga.
Pemandangan ini setiap hari saya jumpai,
bukan akrobat, bukan sirkus tapi dilakukan oleh sebagian besar pengemudi motor
belakangan ini.
Padahal melakukan hal ini resiko untuk diri sendiri juga orang lain
cukup besar.
Seolah tak mau tahu, tetap saja setiap hari ada benih baru yang melakukan
hal yang sama.
Ya ampun....tinggal menepi saja dan kita bisa beristirahat sejenak, sambil melanjutkan keperluan untuk telfon atau membalas sms.
Keperluan masing-masing orang memang berbeda,
tapi keperluan di jalan raya adalah sama, yaitu sampai
ke tempat tujuan dengan selamat.
Mana ada yang mau kecelakaan, atau diserempet dan menyerempet,
badan sendiri perih, dan masih harus bersitegang dengan orang lain.
Buang waktu,
semula kalau lebih hati-hati pasti busa sampai di tempat yang dituju, dengan selamat,
malah harus mundur waktunya, ditambah keselamatan diri
yang terancam.
Media elektronik, media cetak sudah cukup sering menyiarkan tentang
betapa besar bahayanya kalau bersms atau berbicara di telfon
sambil mengemudi,
tapi tiap hari selalu ada saja tuh orang yang melakukan hal serupa.
Bila memang terburu-buru ya kebih baik fokus dulu
sampai di tempat tujuan baru mengeluarkan handphone dan
terserah mau ngapain aja.
Yang penting,
tak ada larangan menggunakan ponsel pribadi, asal digunakan di tempat
yang tepat.
Apapun itu menggunakan ponsel sambil berkendara pasti akan
memecah konsentrasi kita semua.
Apalagi kalau percakapannya panas, bertengkar atau debat,
makin nggak konsen deh.
Saya juga tipe orang yang bisa multitasking,
nonton film sambil nyemil, sambil smsan,
ada lagi...
nyuci baju sambil ngerumpi ama teman kost,
multitasking bukan suatu hal yang buruk,
asal tidak dilakukan di jalan raya.
2. Pengemudi di bawah umur.
Entah ini tanggung jawab siapa,
sang anak atau orang tuanya.
Di Salatiga banyak bermunculan pengemudi di bawah umur.
Kaki mereka saja belum cukup panjang untuk
menapak ketika motor berhenti.
Jadi kemungkinan besar para pengemudi di bawah umur ini
bakalan mengalami kendala besar saat jalanan padat atau mau parkir.
Saya masih ingat, pertama kali bisa naik motor
waktu duduk di bangku SMU.
Sedangkan kalau bawa motor sendiri baru 3 tahun belakangan.
Anak sekarang mungkin baru duduk di bangku SD sudah bawa
motor sendiri.
Kebut-kebutan dan yang lebih parah lagi mereka
juga sudah menghisap rokok, layaknya orang dewasa.
Saya nggak habis pikir, mengapa orang tua memberikan ijin,
kalau alasannya agar mandiri...
masih banyak cara mandiri lainnya selain
naik motor pada usia dini.
Tingkat bahayanya jangan ditanya lagi,
apalagi sering dari mereka belum punya SIM,
dan nggak memakai helm.
Mungkin pergaulannya juga yang mendukung,
kalau nggak naik motor dianggap cupu.
Naik angkutan umum, naik sepeda, apalagi diantar orang tua,
malunya bisa berlipat kali ganda.
Lama-kelamaan, banyak yang lupa sebenarnya apa guna dasar dari
sepeda motor.
Guna dasarnya ya alat transportasi untuk memudahkan,
tentu saja apabila digunakan oleh orang yang berkompeten
menggunakannya.
Dilihat dari kondisi fisik, belum tumbuh sempurna,
dari kondisi emisional, pastinya umur segitu naik motor
seringkali hanya demi nggak dikatain cupu,
dan terlihat lebih keren.
Kenapa saya sangat yakin akan hal ini,
tentu saja karena pengalaman pribadi.
Sejak SLTP banyak teman saya yang sudah bisa mengendarai motor,
bahkan bawa motor sendiri untuk berangkat sekolah.
Saya sempat down karena tidak bawa motor,
dan belum dapat ijin dari ayah.
Penerimaan dari teman-teman juga berbeda,
mereka lebih memilih mengajak hang out yang sesama punya motor,
daripada mengajak yang belum punya motor.
Sakit hati, dan bikin nggak semangat belajar,
apa daya usaha merayu ayah pagi, siang, malam tak membuahkan hasil
seperti yang saya inginkan.
Setiap kali melihat teman saya naik motor, rasanya ingin menjerit dalam
hati...
kenapa saya belum diijinkan untuk mengendarai motor,
sedangkan teman-teman yang seusia sudah diijinkan.
Tanda tanya dalam hati itu terus ada selama 3 tahun duduk di bangku SLTP,
tiap hari selalu bertanya...
kapan diijinkan belajar naik motor?
kapan dibelikan motor sendiri?
rasanya malu karena saya berangkat dan pulang
masih naik becak langganan.
Tapi kalau sekarang,
ah ternyata naik motor tak sebegitu hebatnya,
dan naik becak tak segitu memalukannya.
Mungkin kegalauan macam itulah yang banyak dialami
pengemudi motor di bawah usia,
mau naik motor bukan karena butuh tapi karena
malu, gengsi terhadap teman yang lain.
Nggak heran,
Salatiga makin penuh sesak dengan kendaraan bermotor roda dua,
serumah tapi punya alat transportasi masing-masing,
gimana bumi nggak makin panas?!
3. The galauers.
Lagi musimnya banyak istilah galau,
lagu galau, hubungan percintaan galau, status galau,
tujuan hidup galau,
ada juga pengemudi galau.
Lho, kenapa kok galau?!
haha!
Satu-satunya jawaban yang paling rasional
adalah kurang bisa mengatur pikiran dan hati.
Namanya hidup pasti ada masalah,
mulai dari masalah kecil sampai besar,
masalah simple maupun rumit seperti benang ruwet.
Saya sering banget menjumpai pengemudi galau di Salatiga,
tatapan mata kosong, lampu sign menyala berlawanan dengan
arah tujuan, dan akhirnya kaget banget setelah diklakson.
Setiap orang pasti punya sesuatu untuk dipikirkan,
mulai dari hal sederhana...mau makan dimana ya?
sampai...
mau dibawa kemana hidup ini?
saya dan anda pasti pernah bertanya-tanya tentang hal serupa.
Namun sayang seribu sayang,
banyak orang yangmelamun di jalan raya,
pikiran tak fokus, tatapan mata kosong,
melayang-layang entah kemana.
Cuek, tak peduli lingkungan sekitar,
dan terus larut dalam kegalauan.
Masalah keluarga, masalah dengan pasangan, masalah keuangan,
itu bumbu dari kehidupan,
namun bumbu itu jangan diolah ketika sambil mengemudi.
Bahaya besar sedang menanti anda wahai para galauers,
kalau memang sudah tidak kuat...
berhentilah sejenak, cari tempat untuk tarik nafas, menenangkan diri,
melamun sejenak, atau bagaimana cara anda
mengatasi galau di dalam hati.
4. Tak tahu dan tak mau tahu.
Semua foto yang saya cantumkan pada tulisan kali ini,
adalah comotan dari internet.
Saya termasuk tipe pengemudi yang selalu waspada dan serius,
tentu saya tidak ingin membahayakan nyawa sendiri maupun
orang lain.
Dari hasil riset yang saya baca,
kecelakaan kendaraan bermotor roda dua sangat mendominasi 2 tahun
terakhir ini.
Yang mana sebagian besar disebabkan oleh kelalaian kita para
pengguna jalan.
Sekali lagi pihak berwajib menetapkan peraturan bukan karena iseng,
semua ada tujuannya,
agar anda selamat berkendara sampai tujuan, dan kondisi jalan raya pun tertib.
Aturan simple seperti memakai helm,
berhenti di belakang batas jalan, lalu berhenti saat lampu merah,
pasang lampu sign ketika anda akan bersiap untuk belok,
dan tentu saja jalan di jalur yang tepat.
Setahu saya aturan dasar seperti itu sudah diajarkan sejak
di Sekolah Dasar,
halo....ini banyak orang lupa atau memang sengaja tak menghiraukan
aturan dasar tersebut.
Yang penting cepat sampai tempat tujuan,
nggak peduli dengan aturan yang ada,
itu sama sekali bukan cara bijak kawan.
Sama saja anda egois,
tidak memikirkan pengemudi lain,
jalanan kan milik umum bukan milik anda seorang.
Kalau memang tak mau terbury-buru,
cobalah melakukan persiapan lebih awal.
Bagi yang suka kebut-kebutan,
bila memang berbakat sebaiknya bakat ngebut itu
disalurkan pada tempat yang semestinya.
Jalan raya bukan tempat uji coba,
seberapa cepat motor anda bisa melaju,
dan seberapa lincah anda mengemudikan motor,
Cobalah untuk lebih tenang,
jangan hanya memikirkan diri sendiri,
karena jalan raya adalah medan bagi semua penggunanya,
baik kendaraan bermotor maupun tidak.
Betul bila ada ungkapan bijak berkata...
bagaimana cara kita mengemudi,
begitu pula cara kita memperlakukan sesama.
Bagaimana anda bisa bilang menjunjung tinggi etika dan moral,
sementara itu masih tidak peka dengan etika berlalu-lintas.
Tidak perlu ingat orang lain, yang mungkin pernah
melanggar peraturan lalu lintas di depan mata anda....
cukup instropeksi diri, dan mari saya dan anda lebih waspada lagi
berlalu-lintas,
serta bahu-membahu menjadikan jalan raya sebagai tempat
yang lebih bersahabat.
Monday, January 13, 2014
Cerita tentang jalan-jalan (yang tertunda)
Yuk jalan-jalan lagi,
nggak jauh dari Salatiga ada beberapa tempat untuk
rekreasi, ini salah satunya.
Nama tempat yang kali ini saya kunjungi bersama Amanda
adalah kampoeng rawa.
Kalau naik mobil pribadi sekitar 30 menitan dari Salatiga.
Tempat makan sekaligus pemancingan,
dan ada taman bermain.
Spot untuk foto juga banyak yang bagus,
harga makanannya standart,
nggak terlalu murah, tapi juga nggak terlalu mahal.
Saya kesana pada hari minggu sore,
lumayan ramai pengunjung yang ber-rekreasi bersama
keluarga.
Tempatnya unik, karena untuk menuju ke tempat makan,
kita harus naik perahu karet yang didorong oleh petugas.
Yes, rumah makannya terapung diatas air,
konsepnya sangat bagus dan unik.
Kami berdua tak memesan menu makan besar,
hanya seporsi tahu goreng isi sayuran,
dan seporsi pisang goreng.
Duduk di tempat makan memberi sensasi tersendiri,
karena di atas air dan dekat dengan tiang peyangga
perahu karet,
maka kursi kami sering bergoyang sendiri.
Semilir angin sore itu seolah mendukung para pengunjung
untuk menikmati suasana yang ada.
Makin meriah lagi ditambah lagu-lagu dangdut koplo
yang diputar berulang-ulang.
Foto ini diambil oleh Amanda,
kami berdua sedang di kapal karet menuju tempat makan di seberang sana.
Sayang sekali, jaraknya dekat jadi naik kapalnya cuma sebentar saja,
ingin rasanya berkeliling lebih lama lagi.
Konsep rumah makan apung ini,
bisa dibilang bukan hal baru.
Beberapa rumah makan sengaja membangun tempat yang terapung,
untuk mendongkrak niat pengunjung.
Namun banyak juga yang tidak merawat dengan baik,
akibatnya banyak lumut sehingga menimbulkan
aroma amis yang menyengat.
Bukan hanya lumut pemicu bau amis,
tapi juga bau ikan mati yang tidak segera dibereskan,
semua bercampur jadi satu,
menghasilkan aroma tak sedap, dan mengurangi nafsu makan.
Juga, kalau rumah makan apung begini, pasti ada tempat untuk lesehan,
yang kebanyakan karpetnya kotor.
Memang ribet untuk menjaga kebersihan rumah makan,
apalagi yang selalu ramai dari siang sampai malam.
Nah kalau sudah begitu,
pemilik usaha seringkali lupa menjaga kebersihan.
Beberapa kali saya makan di tempat lesehan,
selalu berakhir dengan gatal-gatal di sekujur kaki.
Di kampoeng rawa, kami memilih untuk duduk di kursi
sebagai antisipasi pertama terhadap gatal-gatal.
Ini dia perahu karet yang saya maksudkan,
mirip sampan tapi ada atapnya.
Konsep ini yang baru pertama kali saya jumpai,
naik kapal dulu baru bisa sampai di tempat makannya.
Sedangkan sebelum kita masuk area tempat makan,
ada taman bermain dan banyak kios-kios kecil
menjual makanan dan oleh-oleh.
Mungkin karena saya datangnya agak kesorean,
jadi beberapa tokonya sudah tutup.
Rata-rata pengunjung sangat memanfaatkan tempat ini
untuk berfoto ria.
Bahkan kalau mau wisata gratis juga bisa,
asal nggak pesan makanan.
Ok,
untuk rasa makanannya enak.
Pisang gorengnya renyah, pisangnya manis.
Tahu isi sayurnya juga mak nyus,
sayurnya berasa gurih, tahu empuk.
Yah seperti biasa,
namanya tempat rekreasi, banyak smoker bertebaran.
Nggak mungkin juga mau menegur orang segini banyak,
bisa berabe ntar.
Sangat disayangkan,
kolam pancingnya bertebaran putung rokok,
bungkus snack dan permen, tisiu
entah sampah yang terbang kena angin atau orang sengaja
buang sembarangan.
Untuk apa ribet cari tempat sampah, udah buang plung aja
di tempat terdekat.
Menurut pengamatan kami berdua,
tempat itu masih dalam perluasan lebih lanjut,
mungkin akan ditambah beberapa wahana air dan permainan.
Ada beberapa kapal baru yang masih ditutup terpal,
dan mungkin beberapa bulan lagi baru beroperasi.
Kalau anda dari Salatiga,
cukup ikuti jalan arah ke Semarang.
Sampai terminal Bawen belok kiri,
ikuti jalan lalu ada jalur ring roda belok ke kiri,
lurus aja dan kampoeng rawa ada di kiri jalan.
Jangan khawatir tersesat,
karena di sekitar situ banyak papan petunjuknya.
Tempat yang cocok juga kalau pingin maen bareng teman,
bosan ke mall, bosan ke pantai,
bisa dicoba sesuatu yang beda.
Big thanks to Amanda yang mengajak saya ke sini dan
mengambil foto-fotonya.
Jalan-jalan nggak perlu jauh, nggak mesti keluar banyak uang kan,
yang penting...
kita melihat dan menikmati suasana baru.
Apalagi dengan orang yang anda kasihi bisa pasangan,
keluarga, sahabat, tetangga.
Kebanyakan tempat wisata yang digabung dengan rumah makan
seperti ini...
belum ada ruang khusus untuk para smoker,
saya agak miris melihat anak kecil ada di sekitaran para perokok yang
seringkali ayah mereka sendiri.
Juga kurang memperhatikan kebersihan toilet,
dan kebersihan wahana bermain.
Padahal kalau sudah dibangun begitj rupa,
tak ada salahnya untuk menarik tiket masuk,
untuk biaya perawatan tempat.
Daripada nggak bayar tiket masuk,
namun lama kelamaan tempat wisata itu jadi semakin
tidak terawat, kotor, dan lama-kelamaan sepi pengunjung.
Semoga dari anda yang nyasar sampai blog saya ini,
adalah calon pemilik tempat eisata atah restaurant.
Dan sudah terbukti,
membeli dan membangun sesuatu itu tak semudah
merawatnya untuk bertahan dan berkembang.
Sunday, January 12, 2014
Drama seri memang keji
Ayo angkat tangan,
bagi yang masih ingat drama seri mandarin judulnya...
Meteor Garden.
Untuk generasi 90 an dan 2000 an awal,
pasti nggak asing ama foto di atas.
Termasuk saya sendiri
yang dulu sangat menggandrungi drama tersebut.
Tahun 2001 dan pertama kali kalau nggak salah
disiarkan di Indosiar jam 10 malam.
Wah, mau nggak mau
saya nunggu serian itu selesai baru tidur.
Besoknya untuk bahan cerita bareng teman cewek lainnya,
yang tak kalah gandrung dengan 4 cowok metroseksual itu.
Saya hampir tak pernah absent untuk nonton di malam hari,
walaupun paha dan tangan dikeroyok nyamuk.
Rela deh rela demi melihat aksi
4 cowok ganteng yang tenar dengan nama F4.
Tiap kali udah dengar lagu pembukanya,
saya berteriak histeris dari dalam kamar,
lalu buru-buru stand by di depan TV.
Meskipun udah nguap-nguap tetap bertahan,
demi membayar rasa penasaran akan kisah selanjutnya.
Honestly, saya terbius oleh kegantengan mereka,
badan proporsional, tinggi, kurus, pakai baju bagus,
rambut ditata sedemikian rupa, ditambah mobil mewah
semua itu membuat mereka tampil menawan.
Ohhhhhh my gosh,
pokoknya saya tergila-gila deh!
Dan saya nggak sendirian,
hampir semua cewek di sekolah juga menyukai hal yang sama,
dan tak pernah lupa untuk nonton serian itu tiap malam.
Rasanya dapat suntikan energi deh kalau udah
nonton mereka,
terserah kalau saya mau dibilang lebay tapi...
itulah yang saya rasakan.
Jaman itu drama meteor garden sangat nge-BOOM,
menciptakan lahan subur untuk para pengusaha.
Mereka pintar melihat peluang,
sehingga menjual sesuatu yang lain selain
drama serinya...
contohnya alat-alat tulis, snack, tempat hp, kaos, poster
majalah, tempat minum, sampai tirai pun ada gambar F4.
Bayangin aja betapa gilanya,
snack yang bergambar F4 laku keras,
padahal rasanya nggak enak.
Rasa nomer kesekian lah,
ide cerita drama juga nomer kesekian lah,
yang penting bisa berlama-lama melihat penampilan
cowok-cowok ganteng.
Foto di atas adalah salah satu bukti yang masih ada,
betapa saya sangat mengidolakan mereka.
Cara mereka ngobrol, berjalan, memandang semua tak luput
dari perhatian saya.
Menghafalkan dialog drama itu jauh lebih mudah dan jauh lebih cepat
daripada menghafalkan materi pelajaran.
Hampir setiap hari saat perjalanan pulang sekolah,
saya mampir di kios majalah,
kalau-kalau ada majalah yang memuat tentang mereka,
pasti saya beli.
Alhasil sebagian besar uang saku saya alokasikan untuk
kepuasan pribadi,
melihat berbagai pose ganteng mereka, dan tentu saja
nggak mau ketinggalan update berita seputar itu.
Alamak, memalukan memang...
bagaimana saya bisa sebegitunya.
Sekali lagi saya nggak sendirian,
secara penggemar mereka dulu seantero jagad wanita..
hampir semuanya mengagumi F4.
Seingat saya dulu,
satu majalah seharga 20 ribuan,
cukup mahal pada masa itu,
nggak peduli...yang ada di pikiran hanya,
saya harus memilikinya!
Kalau dipikir-pikir lagi memang mengerikan,
saya sepertinya sudah keluar batas wajar mengagumi artis,
hhmmm rasanya lebih pada terobsesi.
Naksir cowok pun pilih yang dandanannya mirip mereka,
kaos agak ketat, rambut dipotong zhaggy...hahaha!
Rambut selurus papan jadi ikutan nge-BOOM juga,
gara-gara pemeran wanitanya a.k.a San Chai,
memiliki rambut lurus dan digerai mirip curtain kamar.
Wah, otomatis teman-teman saya yang rambutnya keriting
langsung ngumpulin uang mati-matian demi ion rambut.
Bahkan!!!! yang rambutnya sudah lurus pun tetap berusaha mati-matian
untuk ion agar makin lurus...selurus papan,
pokoknya harus seperti San Chai deh.
Menggelikan memang,
saya sendiri sampai beli gel pelurus demi rambut selurus papan,
padahal rambut saya sudah lurus..sangat lurus.
Intinya, sebagian besar dari kami hanya terobsesi...
terbius mimpi indah yang disuguhkan oleh drama seri
sampai pada akhirnya nggak jadi diri sendiri.
#tepokjidat.
Aha! mungkin drama seri boy before flowers..
masih segar dalam ingatan anda dan saya,
drama ini launching tahun 2009 lalu.
Ceritanya sama persis dengan meteor garden,
yang dulu mandarin yang kali ini korea punya.
Ini bukti biusan mimpi indah meteor garden
masih belum usai.
Masyarakat masih haus akan drama seri dengan cerita serupa,
pemainnya pun 4 cowok ganteng, 1 cewek imut-imut.
Kali ini,
saya nggak seheboh dulu...nggak beli majalah maupun
pernak-pernik yang lain.
Cukup hanya nonton dvd nya saja, bareng anak kost cewek
yang lain.
Setiap hari pulang kuliah sampai sore,
kami ngumpul di satu kamar dan nonton bareng,
bahkan sampai ada yang nangis karena terbawa emosi.
Hhmmm memang untuk mengaduk emosi penonton drama,
serahkan pada Cina dan Korea deh,
mereka punya resep manjur.
Kalau ditarik garis lurus,
sebenarnya inti cerita simple, yang bikin lama itu alurnya
yang diputar-putar dan kalau nonton si TV, berderetan iklan lah
yang bikin makin lama dan makin geregetan.
Tentang cowok yang berasal dari keluarga kaya,
mencintai seorang cewek dari keluarga yang tidak kaya.
Ditambah penampilan keren cowok itu dan gank nya,
juga baju-baju modis yang bikin para penonton cewek
makin berteriak histeris.
Hahaha!
demam drama seri itu kalau untuk saya pribadi sudah berakhir,
nggak mau lagi saya hidup dengan terbius dunia mimpi indah ala
korean drama.
Tak bisa dipungkiri,
Korean drama memang meraup keuntungan besar dari
para penggemar fanatiknya.
Sampai sekarang ada ratusan judul yang sudah dilaunching
dan sebagian besar laris banget dipasaran.
Kalau untuk saya pribadi,
memang tak begitu suka drama korea.
Terlalu berbelit-belit, berputar-putar seperti benang ruwet,
sambil memainkan emosi kita.
Yang lebih bikin prihatin adalah,
dampak negatif dari kecanduan nonton drama sejenis Meteor Garden
dan Boys Before Flowers.
Buktinya, saya yang rambutnya sudah lurus
sampai beli gel pelurus rambut demi meniru pemeran wanita
dan berharap dapat cowok secakep F4.
Ya, apalagi harapannya kalau bukan seperti itu,
meniru penampilan dan berimajinasi
memiliki kisah hidup yang sama pula.
Dulu nih jamannya Meteor Garden,
cewek yang rambutnya nggak lurus diejek, dijadikan bahan guyonan,
yang ranbutnya lurus tergerai indah entah alami atau obat kimia salon...
akan lebih diterima dalam pergaulan.
Begitu juga sebaliknya,
kalau cowok rambutnya cepak ah nggak bakal dilirik,
yang laris manis itu yang pakai kaos atau kemeja ketat dengan
potongan ranbut zhaggy.
Otomatis bagi yang terseret arus,
pada merubah penampilannya mati-matian demi penerimaan
di lingkungan sosial.
Fiuh, tragis juga setelah saya bahas begini...
padahal kita diciptakan dengan bentuk yang bermacam-macam,
dan tiap pribadi punya keunikannya sendiri.
Nggak ada larangan untuk nonton drama seri,
yang tidak disarankan adalah...
terbuai mimpi indah sehingga kita teralihkan dari kenyataan.
Saya sempat menertawakan diri sendiri,
betapa konyolnya saya waktu itu...
ngapain pakai gel pelurus rambut segala, padahal rambut
sudah lurus.
Coba kalau tidak tercemar gel pelurus rambut yang berbahan dasar kimia,
plus uangnya bisa digunakan untuk yang lain.
Setiap pribadi punya peran yang harus dilakoni,
sebagai orang tua, anak, menantu, mertua, dengan berbagai macam
karakter dan profesi.
Tak perlu ragu dengan Sang Maha Agung yang menciptakan
anda dan saya begitu rupa.
Menjadi diri sendiri lebih damai, memberi kelegaan,
dan membuat kita lebih maksimal.
Silahkan bagi yang masih mau melanjutkan
nonton serian korea, mandarin, western,
yang penting anda tak terbuai mimpi indah
dan hal-hal manis khas drama yang diharapkan
terjadi sungguh di dunia nyata.
Serian hidup kita juga nggak kalah menarik lho,
coba kita ingat-ingat lagi
perjalanan dari masa kecil sampai sekarang.
Tentunya banyak hal baik, hal manis,
yang nggak kalah dari yang disuguhkan
para sutradara.
Love your life ;)
Subscribe to:
Posts (Atom)