Saya termasuk orang yang suka bepergian,
untuk jalan-jalan,
baik berbelanja ataupun hanya nongkrong di cafe.
Untuk tujuan bepergian yang paling saya minati adalah mall,
dinginnya AC, toko-toko yang menjual barang-barang bagus
apalagi kalau ada discount.
Di Salatiga belum ada mall,
ada sih ramayana mall yang menurut saya
tidak mencerminkan mall tapi toserba.
Bagi masyarakat Salatiga dan sekitarnya,
kalau mau ke mall mau tak mau harus keluar kota,
mungkin karena itu juga mall selalu dirindukan.
Di dalam mall semuanya ada,
foodcourt, cafe, supermarket, tempat bermain anak,
tempat pijat refleksi, salon, butik, bioskop, optik, pijat releksi
dan masih banyak lagi.
Para pemilik usaha bersaing memajang barang terbaik dan terbaru
untuk menarik minat konsumen.
Dengan banyaknya pilihan yang tersedia di mall,
saya selalu suka pergi kesana,
entah hanya untuk melihat-lihat saja atau membeli sesuatu.
Meskipun kadang,
suasana di mall penuh sesak dengan pengunjung, banyak asap rokok,
dan udara di sekitar jadi pengap.
Mall yang berada di sekitar Solo, Semarang
adalah yang paling dekat dari Salatiga,
Biasanya,
saya dan Mr.Software Engineer paling suka
nonton bioskop di mall.
Tempatnya bersih, demikian juga toiletnya,
maka tak berlebihan,
bila saya bilang, toilet bioskop adalah toilet yang paling bersih
yang berada di mall.
Ternyata mall bukanlah satu-satunya tempat menarik
untuk dikunjungi.
Secara saya jarang banget pergi museum,
tepatnya baru sekali seumur hidup,
jadi jarang terpikirkan ingin jalan-jalan ke museum.
Nah yang kali ini,
adalah kali kedua saya pergi ke museum,
bersama Amanda.
Museum yang terpilih kali ini adalah Museum Oei Hong Djien
a.k.a OHD di Magelang,
letaknya tak begitu jauh dari Salatiga.
Hanya saja,
jalanan yang harus dilalui sangat berliku dan tidak rata.
Sampai di museum itu,
rasanya saya sudah tak sabar ingin tahu apa aja
yang ada di dalamnya.
Dari luar nampak bukan seperti museum,
seperti rumah bergaya modern.
Jujur saja,
kesan saya tentang museum itu
membosankan dan menakutkan, udaranya pengap,
dan lantainya sangat berdebu.
Dua museum yang saya kunjungi kebetulan
adalah milik swasta, bukan pemerintah.
Jadi dari segi perawatan, mungkin lebih bagus,
sehingga nampak lebih menarik juga.
Sebelum masuk ke museum,
kami berdua membeli tiket terlebih dahulu,
per orangnya 50 ribu rupiah,
untuk pelajar 25 ribu rupiah.
Sangat terjangkau, bagi pelajar maupun umum.
Juga selain itu, pergi ke museum
sangat berguna untuk menambah pengetahuan,
apalagi bagi anda penikmat seni lukis, seni patung,
harus menyempatkan untuk datang kesini.
Museum OHD tempatnya luas,
jadi bebas bergerak kemana saja,
mau mengamati lukisan atau patung.
Begitu masuk ke dalamnya,
saya langsung bisa melihat lukisan-lukisan yang digantung,
dengan berbagai macam ukuran.
Pengunjung museum memang tak sebanyak
pengunjung mall,
saat saya dan Amanda kesana hanya ada 2 orang asing
yang terlihat asyik mengambil foto dari lukisan.
Tentu saja ada satu guide yang memandu kami,
menjelaskan sedikit dari sejarah lukisan-lukisan yang ada.
Mas guide cukup bersungguh-sungguh menerangkan
satu per satu bagian,
bila ada yang belum jelas, boleh mengajukan pertanyaan,
dan sebisa mungkin akan dijawab.
Perihal mengenai lukisan dan patung memang
sangat baru dan asing,
maka dari itu pengetahuan saya sangat minim.
Banyak yang belum saya ketahui,
bagaimana sejarah suatu lukisan, siapa pelukisnya,
demikian juga dengan seni patung.
Karena museum OHD ini milik perseorangan,
maka koleksi seni yang ada adalah koleksinya,
tidak untuk dijual, hanya dipamerkan secara bergantian.
Konon katanya pemilik museum ini memiliki
sekitar 2500 karya seni, wow!
Meskipun belum terlalu paham,
saya coba amati satu per satu lukisannya,
dan tetap terkagum-kagum dengan cara para seniman untuk
menuangkan ide, isi hati, pemikiran,
kemudian mencampur warna,
dan disajikan dalam sebuah karya lukisan.
Beberapa tema lukisan yang ada seperti
politik, spiritualnlife, kehidupan sehari-hari,
public figure, dan lainnya.
Bagi saya,
ini pertama kalinya dalam hidup masuk ke dalam
museum seni lukis dan patung.
Saya mengakui kehebatan tangan-tangan pelukis
dalam menyajikan sebuah karya.
Apalagi saya ini paling nggak bisa menggambar,
nilai di sekolah selalu pas-pasan untuk pelajaran ini.
Kebetulan saat menikmati lukisan,
bapak pemilik museum juga ada disana,
jadi saya sudah bertemu dengan kolektor seninya
langsung.
Ini adalah salah satu koleksi patung yang ada di museum OHD,
menggambarkan seorang wanita yang bajunya tak habis ditelanjangi.
Sebenarnya,
dalam seni tak ada salah dan benar,
semua masalah selera.
Tulisan juga termasuk seni,
ada beberapa penulis yang karyanya saya suka,
ada juga yang saya tidak suka.
Kembali pada masalah selera,
bukan berarti penulis yang karyanya tidak saya sukai itu
karyanya jelek lho.
Seperti juga makanan kesukaan,
warna kesukaan,
itu semua masalah selera masing-masing.
Seni takkan ada habisnya dibahas,
maka dari itu galilah bakat yang ada dalam diri,
siapa tahu bisa melahirkan karya seni juga.
Foto diatas adalah suasana museum kedua dari museum OHD,
lokasinya dekat dengan museum yang pertama,
namun disini tempatnya jauh lebih nyaman.
Bangunan museum lebih modern, dan dibangun berdekatan
dengan rumah sang pemilik museum.
Masih dengan lukisan dan patung,
yang ditata rapi, juga dilengkapi oleh
lampu sorot.
Masuk ke museum dua ini gratis,
jadi hanya sekali bayar untuk semua.
Karena saya belum begitu mengerti tentang seni lukis dan patung,
saya hanya mengamatinya saja.
Dengan tetap terkagum-kagum,
bagaimana orang bisa membuat karya yang dikagumi
banyak orang dan laku dijual hingga milyaran rupiah.
Yang saya tangkap adalah,
para seniman ini tidak setengah hati untuk berkarya,
sekali menekuni suatu hal,
maju terus sampai membuahkan hasil.
Mengerjakan sesuatu dengan sepenuh hati,
pasti akan menghasilkan sesuatu yang berharga.
No comments:
Post a Comment