Sunday, January 19, 2014

Secuplik kisah dari masa sekolah




Siapa sih yang nggak kenal dengan kata sekolah?
sebagian besar dari anda dan saya,
pasti sudah akrab dengan kata sekolah,
dari usia dini.
Sekolah yang notabene tempat menuntut ilmu,
salah satu tahapan untuk meraih cita-cita,
tempat terjadinya proses belajar mengajar,
dan masih banyak lagi.
Akhir-akhir ini, sekolah yang ada lebih detail untuk memberi
visi misi pada orang tua maupun murid,
dan tentu saja semakin bervariasi dari segi harga, mutu pendidikan,
karakter pengajar, fasilitas di sekolah
dan lain-lain.
Dari kecil,
saya ditempatkan di sekolah katolik,
TK, SLTP, SMU.
Baru pada jenjang kuliah,
saya bisa mencicipi universitas kristen.
Bisa dibilang,
sekolah-sekolah saya termasuk yang terbaik
pada masa itu.
Entah karena SPP nya yang mahal,
atau kualitas para pengajarnya.
Yang jelas,
saya bukanlah anak yang punya prestasi akademis,
kebanyakan nilai raport saya pas-pasan,
sekalipun ada beberapa bidang yang menonjol,
itu bisa dihitung dengan 5 jari.




Semua urutan jenjang sekolah....
hampir bisa dipastikan ada pelajaran olahraga.
Sebenarnya ini mudah,
karena tak diharuskan banyak baca atau menghafal,
hanya setor muka dan badan saja.
Kata kasarnya,
keliahatan aktif bergerak sudah cukup.
Namun,
saya tidak menyukai pelajaran olahraga sejak SD sampai SMU.
Waktu SD pelajaran olahraga saya didominasi oleh kasti,
dari kelas 1 sampai kelas 6,
kasti melulu.
Entah dari pihak pengajar yang kurang kreatif,
atau sudah terlalu sibuk untuk memikirkan mengajar
cabang olahraga lain.
Sesekali kami diajarkan voli, lompat jauh,
ping pong a.k.a tennis meja, tapi kesempatan itu sangat jarang.
Biasanya pelajaran olahraga, hanya ada seminggu sekali,
selama 2 jam,
dan selama itu juga saya menderita.
Masa olahraga di SLTP,
penuh dengan ketegangan terlebih saat tahun ketiga.
Guru olahraga saya waktu itu namanya pak Bambang.
Nah, mendekati ujian praktek beliau kurang memberi dukungan,
kurang memberi semangat,
yang ada tiap kali pelajaran olahraga, saya merasa diintimidasi oleh
perkatannya yang menekankan,
kalau ujian praktek nggak lulus berarti juga
nggak bisa lulus SLTP.
Gimana nggak cemas tuh,
secara saya nggak minat, nggak aktif, nggak menonjol
di mata pelajaran yang satu ini.
Gawat kalau sampai saya tak lulus SLTP
hanya karena nilai ujian praktek yang tak memenuhi syarat.
Sungguh seperti mimpi buruk menjadi kenyataan,
menantikan masa-masa itu.
Hari H ujian praktek,
saya sangat tertekan, keringat dingin, lalu mual.
Bukan maksud mau mengkambing hitamkan guru olahraga saya,
tapi karena kalimat intimidasinya
yang membuat saya merasa kalah sebelum berjuang.
Huuuffttt, setelah dilalui ternyata tak seburuk itu,
saya masih bjsa hidup sesudah ujian praktek,
walaupun badan pegal-pegal, dan dibuat senyum rasanya
otot seluruh tubuh ikut ketarik.
And thanks God,
saya lulus.
Berlanjut ke bangku SMU,
masih saja tidak berubah, saya tidak menyukai
pelajaran olahraga.
Di sisi lain, memang banyak hal menyenangkan,
bebas ngobrol dengan teman, yah paling tidak lebih bebas
dibandingkan saat pelajaran yang lain,
juga kegiatan outdoor nggak melulu di dalam kelas.
Masih segar dalam ingatan saya,
saat itu ada penilaian wajib per trimester
di mana kami harus lari keliling sekolah dan sekitarnya.
Saya dan beberapa teman memutuskan untuk naik becak,
dan cari tebengan orang lewat,
apalagi guru olahraga juga tak turut serta berkeliling.
Yuhuuuuuuuuuu lebih senangnya lagi,
ternyata hampir seisi kelas melakukan hal yang sama.
Entah kenapa,
semenjak kecil saya hanya tertarik olahraga renang saja,
yang lainnya tidak.
Ditambah lagi daya tahan tubuh yang tak sekuat teman lain,
biasanya kalau terkena panas matahari agak lama,
langsung mimisan.
Eittss, bukan berarti saya tidak energik,
haha!







Saya punya beberapa teman satu kelas waktu SMU
yang sangat rajin, taat peraturan, nggak pernah bikin marah guru,
nggak pernah bolos tanpa ijin, pokoknya patuh banget deh.
Namun bukannya sombong,
nilai saya yang dicap sebagai anak bandel ini selalu lebih tinggi
dari mereka.
Padahal, mereka selalu terlihat baca buku, rajin mengerjakan tugas,
saya sering terlihat telat, bolos, dan ke toilet berulang kali.
Entah karena faktor keberuntungan atau apa,
sehingga saya masih termasuk ke dalam golongan anak pintar,
walaupun jarang berada di posisi 5 besar.
Dulu,
saya belum suka membaca apalagi menghafal,
tapi herannya pelajaran yang membutuhkan daya hafal tingkat tinggi
selalu bisa saya atasi.
Seperti PPKN, tata negara, geografi, sosiologi, sejarah,
di raport tak pernah dapat nilai merah.
Tiap kali pulang sekolah,
saya lebih suka kongkow, ngobrol, nonton TV kalau terpaksa
ya tidur siang,
belajar adalah pilihan terakhir, atau bahkan takkan jadi pilihan.
Saya akan terlihat belajar apabila ibu sudah mengomel,
tolong garis bawahi kata terlihat,
terlihat kan yang nampak, belum tentu sama dengan yang sesungguhnya.
Terlihat belajar serius padahal saya main hp,
atau baca majalah.
Waktu itu saya merasa membaca adalah kegiatan yang paling membosankan,
nggak asyik, buang waktu,
masa muda kan cuma sekali seumur hidup,
masak harus dihabiskan berkutat dengan buku yang notabene benda mati.
Alhasil, dengan pemikiran bodoh tersebut,
saya menjalani masa sekolah dengan sangat santai,
yang penting bertemu teman-teman setiap hari.
Tak heran para guru sering menuduh saya kalau kami sekelas
bolos rame-rame, atau pulang lebih awal tanpa ijin.
Sebagian besar guru sudah pernah saya buat marah bahkan sampai menangis,
ada rasa kepuasan tersendiri saat melihat guru berhasil
dibuat marah dan menangis, kena kau!
sungguh bukan hal yang bisa dibanggakan.
Hhmmm saya kira bertindak seperti itu merupakan sebuah kebanggaan tersendiri,
ternyata sangat memalukan.
Kalau ada mata pelajaran yang gurunya tidak saya sukai,
tinggal saja berdiam diri di toilet, bersama beberapa anak cewek lainnya,
sambil ngerumpi.
Atau kalau tidak, kami bisa pergi lewat pintu samping,
jalan-jalan keliling kota sebentar lalu kembali lagi.
Guru saya pasti mencari,
namun saya cuek saja.
Bangga banget nih bisa berbuat nakal, dan dikenal sebagai pemberani.






Oh ya ngomong-ngomong,
pelajaran favorit saya adalah bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Agama
dan Sosiologi,
nilai di raport dari SD hingga SMU tak pernah dapat 7,
selalu lebih dari itu.
Untuk urusan ilmu pasti,
saya hanya suka fisika.
Pelajaran matematika dan kimia adalah hari kiamat untuk saya,
tak ada minat, tak ada semangat.
Walaupun beberapa macam les saya ikuti,
tetap saja tak berhasil membangun minat saya di dunia ilmu pasti.
Ah saya tak pernah punya cita-cita pasti,
ingin jadi apa di kemudian hari.
Fokusnya, masa muda dihabiskan dengan cara yang semenarik mungkin,
hingga tak terlupakan sampai masa tua.
Jelas,
bukan sebuah pemikiran yang patut dicontoh.
Dengan tingkat kemalasan dan kebandelan,
saya merasa sangat beruntung bisa lulus.
Melanggar peraturan sekolah dan guru,
adalah kebiasaan lama yang sulit untuk dihilangkan.
Bagi saya bolos itu keren, bandel di usia muda itu perlu
diacungi jempol,
yang alim, taat peraturan, rajin belajar itu cupu.
Intinya,
saya tak mau membuat masa muda yang hanya sekali ini
terlupakan dan terlewatkan begitu saja.
Harus dibuat luar biasa, menghebohkan, seru, unik,
dan ke depannya ada yang bisa saya ceritakan tentang
masa-masa di sekolah.
Ditambah lagi,
orang tua saya tak pernah memarahi apabila ada
surat panggilan yang berisi undangan datang ke sekolah,
bukan karena prestasi, tapi karena saya sudah terlalu bandel
dan membuat ulah.
Ayah dan ibu hanya bisa maklum,
karena sewaktu sekolah dulu ayah juga sangat nakal,
jadi kalau keturunannya nakal
itu sangat bisa dimaklumi.
Alamak, bagaimana tidak kenakalan saya
semakin membabi buta karena merasa seperti direstui.
Padahal masa sekolah adalah masa keemasan,
untuk menggali bakat dan minat masing-masing.
Sayang sekali,
baik jaman saya sekolah maupun sekarang,
banyak yang tak tahu betul betapa beruntungnya
bisa sekolah.






Kalaupun menyesal, sudah terlambat dan tak ada gunanya,
terdengar klise ya...
penyesalan selalu datang belakangan.
Coba dulu, saya rajin belajar, nggak buang duit orang tua
dengan hanya berhura-hura saja.
Sungguh memprihatinkan.
Pernah juga ingin kembali ke masa lalu,
tak mengecewakan orang tua, mengendalikan diri agar tak terlalu bandel,
tapi apa daya sudah tak bisa.
Toh, masa muda bisa dilalui dengan melakukan hal baik,
tanpa harus cupu.
Banyak macam keasyikan tanpa harus menyakiti hati orang tua maupun guru,
juga teman-teman.
Sekarang,
tak ada lagi yang harus bertanggung jawab selain diri sendiri.
Membayar kemalasan di masa lalu,
sekarang saya lebih giat untuk belajar.
Boro-boro punya impian mau jadi apa,
budang yang saya sukai seperti bahasa Inggris saja
gagal untuk ditekuni.
Terlalu lama menyesal takkan ada gunanya,
mau memikirkan kenakalan masa lalu sampai beruban pun,
takkan ada yang berubah.
Tak ada lagi yang bisa dirubah dari masa lalu,
yang bisa saya perbaiki ya masa kini.
Masa di mana saya masih diberi kesempatan untuk belajar,
dan menjadi berguna.
Yang terjadi sekarang adalah sebaliknya,
saya sangat prihatin apabila melihat anak-anak SMU bolos,
kebut-kebutan, merokok di tempat umum,
bahkan mabuk-mabukan.
Menurut saya dulu,
itu keren, pemberani,
kalau sekarang saya hanya bisa mengelus dada.
Dulu saya juga seperti itu,
untuk ukuran anak cewek, kenakalan saya agak tidak wajar,
saya terlalu pemberani dulu.
Syukurlah,
saya sudah kembali pada jalan yang benar,
jalan yang saya tekuni sekarang,
untuk berguna bagi sesama.
Masa sekolah itu terlalu singkat dilalui dengan hura-hura,
justru itu masa-masa di mana bisa menyerap ilmu sebanyak mungkin.
Sekolah pada jaman sekarang jauh lebih beragam,
fasilitasnya lebih baik, baju seragamnya juga modis-modis,
buku tulisnya pun jauh lebih bervariasi.
Rugi besar kalau tidak memanfaatkan masa sekolah
dengan sebaik mungkin,
mengisinya dengan hal positif, apalagi kalau berprestasi.
Saya sudah tak mau lagi membatasi pikiran dengan,
bagaimana jika?!
bagaimana jika sudah belajar giat, berusaha keras,
namun tetap saja tak menghasilkan apa-apa?!
Pikiran semacam itu,
hanya akan membuat anda dan saya malas, tak berkreasi,
padahal kita semua sudah diberi akal budi yang luar biasa.
Kembali lagi,
hidup ini hanya sekali,
tak ada kata terlambat untuk memperbaiki diri,
dan menjadi berguna.
Coba bertanya dalam hati masing-masing,
lebih baik mana...
menjadi berguna atau menghabiskan hidup dengan sia-sia?
Apapun bidang yang anda dan saya tekuni,
apapun profesinya, apapun latar belakangnya,
jalani dengan sebaik mungkin,
berikan yang terbaik dari hal-hal luar biasa yang sudah ada
di dalam diri kita.
Selamat menjadi berguna :)


No comments:

Post a Comment