Thursday, December 19, 2013
Ibu juga manusia
Tinggal 2 hari lagi, kita akan memperingati hari ibu,
hari mama, mami, emak, si mbok, bunda.
Jadi pas juga waktunya untuk berbagi sedikit
tentang wanita hebat yang melahirkan saya.
Perkenalkan,
namanya Endang Christinawati.
Asli Solo, namun semenjak remaja,
ibu dan keluarga pindah ke Jawa Timur.
Beliau adalah anak pertama dari enam bersaudara.
Sejak kecil, saya terbiasa memanggilnya
dengan sebutan mami.
Mami menikah pada usia yang masih relatif muda,
22 tahun.
Kemudian mengandung 2 tahun setelah itu.
Tidak ada ungkapan lain selain bersyukur padaNYA,
karena aku dititipkan pada sosok wanita luar biasa,
yang ku panggil mami.
Mami itu guru yang galak.
Hahaha, peace mom!
Masih sangat jelas dalam ingatan,
masa-masa aku duduk dibangku TK a.k.a taman kanak-kanak.
Selain les private bersama bu Yanti,
malam harinya aku juga belajar bersama mami.
Latihan menulis, membaca, berhitung.
Dalam kasus yang ku alami,
aku lebih tangkas membaca daripada menulis.
Entah itu menulis huruf ataupun angka.
Malam itu, tiba saatnya aku mengerjakan PR
menulis angka 3 sebanyak satu halaman buku pendek.
Aaaarrgghhh mengapa begitu sulit
menulis angka 3.
Aku membentuknya seperti mie instant,
keriting dan panjang, padahal yang diperlukan
hanya 2 kali lengkung kecil.
Tapi seakan jari ini tidak bisa berhenti.
Mami marah, suasana pun tegang.
Dicoba lagi dari awal, tetap saja seperti itu.
Mami semakin marah, suasana bertambah panas,
aku pun mulai menangis.
Namun seolah-olah mami tidak memperdulikan itu,
beliau tetap memaksaku menulis angka 3 dengan benar.
Sambil mengancam,
tidak boleh tidur kalau belum berhasil menulis angka 3
versi benar.
Hhhmmm rasanya seperti mau mati saja.
Aku sudah tidak bisa berkonsentrasi,
ditambah mami yang belum berhenti marah.
Buku ku juga sudah basah,
terkena air mata plus ingus yang menetes.
Dengan satu pukulan di tangan kanan ku,
akhirnya aku bisa menulis angka 3 pemirsa.
Fiuh,
sesuai perjanjian aku boleh pergi ke kamar
untuk tidur.
Lega karena bisa menulis angka 3.
Sekaligus masih was-was,
haruskah menjadi pandai sesulit ini?!
Mami itu penjahit.
Jaman-jaman boneka barbie baru booming
di Indonesia.
Aku juga tak mau ketinggalan.
Seperti anak cewek pada umumnya,
aku suka bermain boneka barbie bahkan hingga larut malam.
Lengkap dengan cerita dan adegan yang
disutradarai oleh diri sendiri.
Melihat antusiasku bermain barbie,
mami tak tinggal diam.
Berbekal kemampuan menjahit yang cukup bagus,
beliau sering membuat baju barbie untukku.
Mulai dari baju pesta,lalu wedding dress lengkap
dengan kristal mainan.
Kain yang digunakan adalah kain perca,
pemberian teman segereja nenek ku.
Mesin jahit yang digunakan juga,
sudah udzur, alias kuno.
Tapi mami membuat baju-baju mungil itu
dengan penuh cinta.
Dengan bangga ku pamerkan baju barbie
buatan mami pada teman-temanku.
Tentu saja, diantara koleksi barbie yang dimiliki mereka,
punyaku lah yang paling beda ;)
Begitu seterusnya,
hingga aku beranjak kelas enam sekolah dasar,
dan mulai berhenti bermain barbie.
Mami itu dokter cinta.
Hahaha!
Menginjak masa-masa SMU, aku mulai pacaran.
Dengan si A, B, C dll.
Masa galau dan labil takkan bisa ku lalui
dengan baik tanpa bantuan beliau.
Mami sering bercerita tentang,
masa lalu.
Dimana masih berpacaran dengan papi.
Hei, setiap orang pasti pernah
melewati masa galau.
Sekalipun seorang ibu,
bukankah ibu juga manusia?
Kadang diwaktu senggang,
beliau menunjukkan kartu-kartu yang pernah
dikirim oleh papi.
Mami sering memberiku nasehat,
tentang cinta.
Bagaimana mengetahui seorang pria
serius dalam berhubungan or just for fun.
Kami berdua selayaknya sahabat,
aku tak pernah malu untuk bertanya atau bercerita.
Apa saja yang ku perbuat,
mami tahu.
Mungkin tidak seperti kebanyakan anak lain,
yang sering berbohong.
Menggelapkan uang sekolah, membolos,
atau berbohong yang lain.
Aku suka dan lumayan sering membolos.
Rumah adalah tempat yang paling nyaman
untukku membolos.
Heran?
hahaha!
Malah beberapa teman juga suka membolos dirumahku,
kami kongkow, dan bernyanyi bersama.
Mami selalu menyediakan makanan enak,
seperti rujak, nasi goreng, nasi campur.
Teman-teman tak pernah enggan berkunjung kerumah,
mereka tak pernah dapat bentakan atau mata melotot.
Ataupun pertanyaan yang mengintimidasi seperti,
habis ini mau kuliah dimana?
bagaimana nilai ujianmu?
Never!
Mami juga tak sungkan menegurku secara langsung,
apabila aku dekat atau pacaran dengan seseorang yang
kurang beliau sukai.
Tentu saja dengan berbicara dari hati ke hati,
begitulah mami.
Mami itu pelita dikegelapan.
Sekitar tahun 2003 aku masuk kuliah,
papi mengalami kesulitan keuangan.
Dan aku baru saja masuk kuliah.
Mau tidak mau,
aku dibiayai oleh paman dari pihak papi.
Keadaan itu terasa sangat amat berat,
bahkan satu motor pun tak ada dirumah.
Sebuah motor matic berwarna biru,
hadiah dari papi pun terpaksa diambil oleh
penagih hutang.
Kami kesusahan,
papi tak berpenghasilan.
Mami mengambil langkah cepat untuk berjualan kue,
meneruskan bisnis nenek.
Setiap subuh beliau bangun,
kemudian membuat kue basah untuk dijual.
Rekening listrik juga dibayar menggunakan
uang hasi berjualan kue.
Demikian asap di dapur bisa mengepul
karena usaha keras beliau.
Mami tak kenal kata menyerah.
Setiap kali aku pulang ke rumah,
beliau tak menampakkan wajah sedih, tertekan atau lemah.
Semua berjalan seperti biasa,
justru keadaan rumah semakin membaik.
Dan pada saat itu posisi mami adalah
ibu sekaligus bapak rumah tangga.
Kata-kata bangga rasanya tidak cukup
untuk menggambarkan tentang beliau.
Keteguhan hatinya,
mendampingi papi dalam keadaan kaya miskin,
terbukti sudah.
Bukan sekedar janji nikah yang dihafalkan.
Selama kurang lebih 4 tahun keadaan rumah
berangsur-angsur pulih.
Thank's God.
Bahkan kondisi yang sekarang jauh lebih baik,
dari kondisi kami sebelum terpuruk.
Semua tak lepas dari peran besar seorang mami,
yang ketabahannya luar biasa.
Mami itu teman shopping yang asyik.
Tidak semua ibu seperti mami,
hehe!
Dari cerita beberapa teman,
mereka justru ogah kalau pergi berbelanja bersama ibu.
Cerewet, bawel, nggak asyik pokoknya.
Hal itu tidak terjadi padaku.
Mami juga suka berbelanja,
baju, tas, pernik-pernik yang lain.
Kami sering pergi ke mall, ke butik bersama.
Bahkan sampai sekarang beliau sering membelikan
baju dan segala sesuatu yang berwarna pink untukku.
Kami juga punya selera yang hampir sama
soal fashion.
Mungkin ada dari anda kalau pergi,
malas ajak ibu karena bla bla bla.
Tidak denganku.
Mami adalah teman yang asyik untuk diajak jalan-jalan,
berbelanja dan wisata kuliner.
Kami berdua punya hobby yang sama,
yaitu belanja baju.
Diusia yang tak lagi muda,
mami masih nampak cantik dan modis.
Bukan mentang-mentang ibu sendiri lalu dipuji ya,
aku membandingkan dengan ibu-ibu yang lain.
Mami termasuk dalam figur ibu modern,
tidak kolot, tidak suka memaksa,
atau memutuskan sepihak.
Mami itu all in one,
sejauh ini aku hanya bisa bersyukur untuk
kehadirannya dalam hidupku.
Jangan tanya lagi mengenai masakan
hasil olahannya, hhmmm perfecto!
Kalau tidak percaya,
boleh sekali-sekali berkunjung ke rumahku untuk mencicipi :)
Terlepas dari semua prestasinya sebagai seorang ibu.
Beliau tetap saja manusia,
yang pernah berbuat salah.
Aku dan mami sangat sering beda pendapat,
sama-sama keras kepala.
Pernah juga saling diam.
Mungkin beliau sudah capek dan sakit hati
menghadapi diriku.
Tapi justru itu yang menyadarkanku,
Ibu juga manusia.
Sakit kalau disakiti,
menangis kalau memang ada yang ditangisi.
Bukan berarti ibu selalu kuat, tabah, tegar
percaya diri di segala situasi.
Ibu juga seorang wanita yang butuh dilindungi,
dihibur disaat susah.
Ibu sama dengan manusia pada umumnya,
jangan pernah berpikir beliau tahu dan mengerti segalanya.
Seperti apapun ibu kita masing-masing...
mereka tetap malaikat yang rahimnya dipakai
untuk melahirkan calon-calon orang hebat di dunia ini.
Berhenti bertanya atau berharap,
apa yang beliau lakukan untuk kita.
Namun sebaliknya,
apa yang bisa kita berikan untuk ibu.
Selamat hari ibu,
Mami adalah malaikat yang dikirimNYA untuk
membimbingku, mengajariku bagaimana bertahan hidup.
i love u so much....
NB: mami yang paling kanan ;)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment