Friday, December 13, 2013

sokola rimba



Masih segar dalam ingatanku,
sore itu berpuluh tahun yang lalu...
Sekitar jam 4 sore,
aku sudah selesai dimandikan oleh ibu.
Saat itu usiaku masih 4 tahun.
Di teras rumah, aku dan ibu
menunggu guru les datang.
Ya, hari ini adalah hari pertama aku les,
dan nama guruku adalah Bu Yanti.
Beliau bukan orang baru di keluarga besarku,
karena beliau juga yang mengajar ibu beserta adiknya.
First day menanti guru les datang,
adalah saat yang mendebarkan.
Aku masih belum terbayang,
apa saja yang akan beliau ajarkan.
Dan apakah ini semua akan menyenangkan?
atau membosankan?
Dan ternyata....
Les bersama Bu Yanti berjalan hingga bertahun-tahun sesudahnya,
tentu saja membosankan.
3 kali dalam seminggu,
ditambah beliau selalu membelokkan minatku pada matematika.
Suck.
Namun....
Beliau sangat sabar menghadapi
semua keusilan dan kenakalanku.
Seringkali aku mengajukan beribu
bahkan berjuta alasan untuk libur les,
tapi ibu ku tak pernah memberi ijin,
Aku tak suka belajar, tak suka membaca buku
dan lebih lagi tak suka matematika.
Entah karena belajar bersama guru yg sama,
meja dan kursi yang sama bertahun-tahun sehingga aku bosan.
Atau karena belum ada niatan kuat dalam diriku
untuk belajar.
Yang jelas saat itu ibu sering mengomel atau bahkan marah
atas sikapku seenaknya sendiri.
Dan sangat menganggap remeh sekolah.
Hhhhmmmm....
itu salah satu bagian dari masa lalu.



Waktu berjalan dengan cepat,
and now....here i am...
Berprofesi sebagai penyiar di salah satu radio komunitas,
dan guru les private.
Ibu ku tertawa terbahak-bahak saat mengetahuinya.
Dulu hobiku mengusili guru les,
sekarang aku sendiri menjalani dunia itu.
Ibu mengingatkan bahwa aku harus ikhlas dan sabar
kalau ada muridku yg bandel,
karena itu bayar harga di masa lalu.
Hahaha! jleb!
Aku menjadi guru les private bahasa inggris
dan bahasa Indonesia.
Ada beberapa murid les yang merupakan warga negara asing,
dan itu sangat menyenangkan.
Karena bukan hanya muridku yang belajar,
namun aku juga.
Memahami orang lain dan itu beda bangsa, beda budaya
adalah pengalaman yang sangat menantang.
Hari pertama masuk ke rumah mereka,
agak deg-deg an juga.
Antara kurang pede apakah aku bisa mengajar orang asing,
dan apakah bahasa ibuku a.k.a bahasa Indonesia
cukup memadai untuk dibagikan.
Sensasinya hampir mirip seperti kencan pertama,
jantung berdebar kencang tapi tetap yakin untuk maju ;)
Aku ambil contoh satu keluarga korea yang
menjadi muridku.
Mereka menyewa satu rumah yang ukurannya
pas untuk satu kelurga kecil,
ayah ibu dan dua anak.
Isi rumah mereka didominasi oleh perabotan
dari kayu, bahkan lantainya juga.
Kebiasaannya, di dalam rumah tetap menggunakan
alas kaki.
Dan sungguh isi rumahnya sangat rapi,
penataannya bagus.
Sebenarnya aku cukup terharu,
bisa diberi kepercayaan untuk mengajar bahasa Indonesia.
Selama ini aku menganggap,
bahasa Indonesia nggak laku di pasaran.
Tidak bisa untuk cari nafkah,
beda dengan bahasa asing lainnya
entah bahasa Inggris atau mandarin.
Tak pernah terpikir juga olehku,
ada yang mau mendatangkan dan membayar
guru private untuk belajar bahasa Indonesia.
Aku pikir,
duh...siapa pula yang mau belajar bahasa Indonesia,
kan gampang banget, nggak ada tantangannya dan jarang dipakai
di kancah dunia international.
Eh ada juga ternyata.
Selama mengajar bahasa Indonesia,
pikiran dan hatiku semakin terbuka lebar.
Wow ternyata sangat banyak yang bisa
dipelajari.
Dan bahasa Indonesia isn't that bad.



Yes! menjadi guru les private memang
sangat menantang.
Hampir setiap hari aku keliling naik motor
a.k.a grenny mumbee.
Dalam keadaan panas maupun hujan,
aku masuk dari rumah ke rumah,
untuk mengajar.
Sometimes, sudah kehujanan sampai dirumah
murid tapi malah berhalangan untuk les
dan lupa mengabariku.
Hhhmmmm, sangat sesuatu kan.
Belum lagi aku harus dengan ihklas
juga senang hati mau menyesuaikan dengan jadwal murid
yang sering berubah.
Maklum, beberapa muridku adalah ibu notaris
yang sibuknya minta ampun.
Tak jarang juga,
sudah sampai dirumah murid,
tapi mereka masih belum siap,
aku harus menunggu 20 sampai 30 menit.
Barulah mereka siap,
aku pun hanya tersenyum.
Salah satu sahabatku a.k.a Amanda
sampai heran melihat jadwalku yang random.
Dan mau-mau nya aku bersabar pada murid-muridku
yang telat atau yang tiba-tiba membatalkan
les detik itu juga.
Nah aku juga lebih bingung,
kenapa ya aku bisa sabar begini
#garuk-garukkepala.
Dalam hatiku hanya berkata,
oh telat atau tidak bisa les juga tidak masalah,
karena jadwal dan kegiatan tiap orang memang bervariasi.




Diluar kegiatanku sebagai penyiar radio
dan guru les private, aku sangat suka membaca buku.
Lately, buku dengan judul sokola rimba
sangat mencuri perhatianku.
Buku itu berisi catatan harian dari Butet Manurung,
seorang pengajar mulia,
yang specialis mengajar orang-orang rimba.
Baca kisahnya bikin merinding.
Sekaligus tamparan keras untuk aku pribadi,
kenapa?
Hei, mbak Butet mengajar di dalam hutan rimba,
transportasi menuju kesana susahnya minta ampun.
Belum lagi jalanan jelek nan berliku
yang mau tak mau harus dilewati.
Dari buku tersebut juga dijelaskan,
masa-masa awal dia masuk hutan rimba juga
mengalami penolakan yang ekstrim
dari orang-orangnya.
Wah jujur saja,
kalau aku dengar kata penolakan saja sudah
mundur teratur apalagi ditambah sikap ekstrim.
Jarak aku bepergian untu mengajar,
tidak jauh, jalannya mulus dan selalu
banyak angkutan umum tersedia.
Plus penyesuaian kebiasaan hidup di kota dan rimba,
yang menurutku sangat butuh usaha ekstra.
Two thumbs up!




Tidak berlebihan bukan,
kalau aku bilang mbak Butet ini terang di tengah kegelapan rimba.
Ukuran lulusan S2 dari luar negri,
bersedia mengajar orang rimba bukan
di international school.
It's very great!
Seperti itulah terang,
dia tak perlu berteriak atau mengadakan promosi
dimana-mana.
Karena terang itu cahayanya menyala,
dan orang lainlah yang berbondong-bondong
menghampiri terang itu.
Aku merasa sangat malu,
mengingat selama ini...
kadang-kadang masih mengeluh.
Mengajar itu bukan hanya mendidik,
dan membuat murid kita semakin melek akan pengetahuan.
Tapi terang itu....
kita bawa kemana-mana dan setiap orang bisa merasakan
kehangatan juga manfaat dari terang itu.
Tak hanya akademis saja yang disuguhkan.
Terang bisa berperan sebagai apa saja,
tinggal keputusan kita,
apakah mau menjadi terang dan membagikannya?
Kalau buat aku pribadi,
lahanku ada pada pendengar dan murid-murid
juga keluargaku.
Menjadi terang itu menggembirakan.
Kepuasan batin menjadi berguna bagi orang lain,
takkan bisa dibeli oleh materi seberapa pun banyaknya.
Welcome to the jungle :)

No comments:

Post a Comment